"Lika... Kenapa kamu gak pernah pulang sayang? Kalaupun keputusan Mama salah, Mama minta maaf dan tolong pulang sayang."
Rintihan permintaan maaf selalu Lika dengar saat ia mengaktifkan kembali nomor ponsel yang sudah menemaninya dari bangku SMA.
"Susah Ma, bahkan Mama saja tidak percaya ucapan Lika." Lika kecewa, Lika memendam segala kesedihannya dengan keluar dari rumah itu. Rumah yang menjadi saksi bisu akan tumbuh kembang Lika sebagai anak.
"Jika saja dulu Mama percaya Lika pasti Lika tetap berada di sisi Mama." Keputusan pergi bukan keputusan impulsif yang Lika lakukan tetapi keputusan ini sudah ia susun rapi. Sejak kedua orang tuanya mengangkat anak dari Kakak Papanya, kondisi rumah berangsur berubah. Nama anak itu adalah Laila.
Awalnya Lika yang menjadi anak tunggal merasa bahagia karena kehadiran Laila bisa menjadi teman. Namun sayang seiring berjalannya waktu Laila mengeluarkan sifat aslinya dimana sosok Laila hanya ingin semua orang tertuju kepadanya dan menganggap Lika tidak ada.
Dari hal sederhana seperti Laila tidak mau jika Lika ikut ke mall bersama hingga semua barang yang diberikan Lika jelas ditolak oleh Laila karena gengsinya begitu tinggi. Padahal saat itu barang-barang yang dikasih masih bagus.
"Laila ingin beli yang baru ya Ma. Maka dari itu antar Laila ya Ma."
"Iya."
"Ma, punya Lika beli dimana?"
"Di mall."
"Aku juga belinya disana ya."
Dan masih banyak lagi perlakuan Laila yang membuat Lika meradang. Dimana dari hal itu perlakuan Lika yang semula terbuka akan sosok Laila berubah. Namun kembali lagi Lika harus tetap menjadi saudara yang baik karena bagaimanapun keduanya memiliki hubungan saudara.
"Pasti Mama sudah bahagiakan atas kelahiran cucu Mama." Lima tahun lalu Lika harus menelan pil pahit akan sebuah pengkhianatan, dimana Lika melihat secara langsung sosok yang menemaninya berproses memiliki hubungan khusus dengan Laila.
Lika yang marah sontak melabrak Laila, mengatakan sebagai saudara tak tahu diri. Saat itu suasana rumah sunyi karena kedua orang tuanya berada di luar.
"Gak tahu diri kamu La. Sumpah!"
"Hahaha, enakan?"
Wajah Lika berubah memerah menahan amarah. "Papa Mama aku sudah sayang kepadamu tapi apa balasan kamu? Kamu merebut Deon."
"Deonnya aja yang suka sama aku."
"Mana ada, dari dulu Deon suka sama aku. Dan aku yakin semua ini karena rayuan kamu." Deon, pria yang ditemui Lika saat dibangku SMA, dimana Deon juga yang menjadi pacar pertama Lika. Keduanya berhubungan sampai lulus bangku kuliah.
"Tanya aja ke Deon, kalau yang rayu duluan itu dia. Sebenarnya dia gak cinta sama kamu, tapi dia kasihan sama kamu karena dulu gak punya teman."
Deg! Ucapan yang sebenarnya sederhana tetapi di indera pendengaran Lika cukup melukai hatinya. Lika sadar jika dulu saat menempuh pendidikan di bangku SMA dirinya tipe perempuan yang introvert.
Lika berbalik badan dan meninggalkan rumah, dalam hati ia akan membalas semua luka yang telah Laila lakukan kepadanya. Namun sayang pembalasan itu tidak pernah terjadi. Karena sebelum semuanya dilakukan Lika, Lika sudah disadarkan akan luka yang jauh lebih besar.
"Nak, duduk nak." Mama menginterupsikan Lika untuk duduk di sofa tunggal. Lika menatap Laila dan berganti ke Deon dan keluarganya.
"Memang ada apa Ma?"
"Maafkan Mama ya nak, keluarga Deon mau melamar Laila." Kedua tangan Lika mengepal mengisyaratkan akan luka yang begitu besar, tapi sayang Deon tak pernah lagi menatapnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story II (Karyakarsa)
Cerita PendekSemua cerita lengkapnya bisa di baca di Karyakarsa