Kelanjutannya ada di Karyakarsa ya,
Selamat Membaca
Dalam hati Sasyira mengupat kasar akan apa yang baru saja Papanya katakan, bagaimana tidak jika dirinya harus menikah dengan pria pilihan Papanya itu. Dimana alasannya cukup klasik, Papanya tidak mau Sasyira jatuh ke dunia malam.
"Papa gak asyik banget sih."
"Ini demi kebaikan kamu."
"Aku sudah gede Pa, udah dua puluh tiga tahun." Sudah lulus kuliah dan bekerja, dimana Sasyira sudah paham antara hal baik dan tidak.
"Oh ya? Terus kenapa waktu Papa berkunjung kamu malah berduaan sama siapa itu?" Sialan, Sasyira harus diingatkan akan kejadian yang sudah terjadi tiga bulan lalu, dimana Sasyira dikejutkan akan kehadiran Papa dan Mamanya di depan pintu apartemen. Saat itu Sasyira tengah berduaan dengan Heri, pacarnya, ah lebih tepat mantan karena setelah kejadian itu Sasyira harus memutuskan Heri.
"Gak usah diingat lagi Pa."
"Yaudah, jadi sekarang kamu harus nurut sama Papa." Putusan yang bersifat mengikat dan memaksa, membuat Sasyira harus mengikuti keinginan Papanya.
Dan setelah pembicaraan itu, Sasyira harus menerima sebuah pernikahan. Pernikahan yang jelas belum ada di benaknya, dan itu membuat Sasyira tersiksa.
"Ih, Bapak kenapa mau sih nikah sama aku? Aku masih kecil Pak."
"Kecil? Kamu gak ngaca?" Selisih sepuluh tahun membuat Sasyira memanggil Raymond dengan sebutan Bapak. "Dan lagi saya bukan Bapak kamu, saya suami kamu."
Idih, batin Sasyira dengan wajah sedikit mual. Pasalnya pria yang telah menjadi suaminya itu mengatakan hal itu dengan raut wajah yang sumringah.
"Kalau kamu yakin masih kecil, kamu tidak akan bisa memiliki bayi. Padahal sekarang saja kalau saya mau kamu pasti bisa memiliki bayi."
Dalam hati Sasyira mual dengan ucapan suaminya ini, bayi? Hello, mereka memang sudah nikah satu bulan tapi boro-boro mau bayi, kawin aja tidak. "Bayinya di transfer."
"Kamu mau?"
"Ih apaan sih Pak?"
"Kamu mau punya bayi? Kalau mau ayo?" Ajak Raymond dengan wajah setenang mungkin. "Ih apaan sih Pak, berarti Papa saya salah mengatakan jika Bapak baik." Sasyira bangkit dari sofa dan berjalan masuk menuju dapur untuk membuat kopi, di malam ini Sasyira harus mengerjakan beberapa projek, dan lembur adalah jalan ninjanya.
"Kamu gak mau buat bayi sama saya?"
"Enggak."
"Serius?" Sasyira mengangguk, "Nanti kalau saya minta sama perempuan lain gimana?" Ucapan yang membuat Sasyira terdiam sejenak sebelum menatap ke arah Raymond. "Ya cerai, kenapa juga aku harus mempertahankan pernikahan ini."
"Kamu gak marah?"
"Enggak."
"Baiklah." Raymond keluar dan berjalan menuju kamar tidur, merebahkan tubuhnya yang seharian diajak bekerja. Dalam hati Raymond harus menguatkan dirinya jika perempuan yang ia nikahi adalah perempuan unik dan menyebalkan. "Untung sayang." Kalau tidak sayang, entah apa yang akan dilakukan Raymond.
***
"Eh, Syira lu emang ya." Sasyira menatap Beno saat pria yang merupakan teman Raymond itu mendekatinya. Sasyira tengah bertemu klien di sebuah restoran, dimana kegiatan ini membuat Sasyira bertemu dengan Beno.
"Apa Mas?" Sasyira tengah memasukan beberapa dokumen ke dalam tasnya, sedangkan Beno duduk dan menatap Sasyira jengah. Istri temannya ini memang tidak memiliki sopan santun. "Ih, kalau diajak bicara diem napa sih."
KAMU SEDANG MEMBACA
Short Story II (Karyakarsa)
Short StorySemua cerita lengkapnya bisa di baca di Karyakarsa