Bab 15. Gempa bumi

4.1K 275 5
                                    

Happy Reading!!
Janlup tinggalin jejak!

Ruang makan itu sunyi, hanya terdengar suara halus dari alat makan yang menyentuh piring. Dua orang duduk berhadapan di meja, fokus pada makanan mereka masing-masing. Cahaya lampu yang lembut menerangi ruangan, menciptakan bayangan yang tenang di dinding. Tidak ada percakapan, hanya keheningan yang mengisi udara, sesekali dipecahkan oleh suara gelas yang diletakkan di atas meja atau desahan napas yang tenang. Suasana terasa tenang namun agak canggung, seolah-olah ada banyak yang ingin dikatakan namun tetap terpendam.

Arthur mengangkat kepalanya, hendak menanyakan sesuatu, namun niat itu diurungkannya ketika Rhea tiba-tiba berdiri.

“Aku selesai, terima kasih untuk makanannya,” ujar Rhea dengan nada malas.

Tanpa menunggu jawaban dari Arthur, Rhea sudah beranjak dan kembali ke kamarnya. Arthur mengernyitkan dahinya, merasa bingung mengapa istrinya menjadi lebih pendiam dari biasanya.

Rhea berjalan ke arah kamarnya dengan langkah kesal. Sialan! Apakah Arthur tidak menyadari bahwa istrinya sedang cemburu?

“Dasar makhluk purba!  Tidak heran jika dia tidak peka,” gerutu Rhea.

“Duchess.” Panggilan dari Jack membuat Rhea tersentak kaget, lalu kembali menormalkan ekspresi wajahnya.

Rhea menoleh ke arah belakang. “Ada apa, Jack?”

“Sebenarnya, Tuan Duke dan Putri Mahkota–” Perkataan Jack terpotong, ketika tanah tiba-tiba mulai bergetar ringan. Dinding-dinding batu yang kokoh bergetar perlahan, menimbulkan suara gemuruh halus yang memecah kesunyian. Lampu-lampu minyak bergoyang sedikit, melemparkan bayangan bergerak di sepanjang koridor.

Piring dan gelas di ruang makan bergetar di atas meja, namun tidak sampai berjatuhan. Buku-buku di perpustakaan sedikit bergeser di rak, namun tetap pada tempatnya. Para pelayan dan penjaga saling berpandangan dengan cemas, merasakan getaran namun belum merasa panik.

“Cepat! Keluar dan cari tempat aman!” teriak Jack menyuruh para pelayan dan pengawal mencari tempat aman, sementara dirinya juga mengamankan Rhea.

“Duchess, kemari!” Rhea berlari keluar kastil, sial! Ia sangat panik.

Di tengah jalan, Rhea menemukan Arthur tengah berlari ke arahnya. Arthur dengan cepat meraih Rhea dan memeluknya erat dengan rasa panik. Rhea bisa mendengar detak jantung Arthur yang berpacu sangat cepat.

“Ayo keluar, aku takut akan terjadi gempa susulan,” ujar Arthur sembari menggenggam tangan Rhea.

***

Seorang gadis duduk di dekat jendela kamarnya, tenggelam dalam buku yang dibacanya. Cahaya lembut lilin di meja kecil di sampingnya menari-nari, menambah kehangatan pada suasana malam. Sinar bulan yang redup menembus tirai tipis yang tergantung di jendela, menciptakan pola bayangan yang indah di dinding kamar. Dengan heningnya malam sebagai latar, gadis itu menikmati momen tenangnya, larut dalam dunia yang disajikan oleh halaman-halaman buku di tangannya.

Gempa yang terjadi tadi pagi ternyata disebabkan oleh ledakan besar di alun-alun ibukota, yang merupakan hasil serangan mendadak dari Kerajaan Terranova terhadap Kerajaan Lysdor. Terjadi beberapa kerusakan di rumah-rumah penduduk. Ledakan tersebut mengguncang kota dan menimbulkan kepanikan di antara penduduk, yang awalnya mengira itu adalah gempa bumi alami. Namun, setelah kabar serangan menyebar, ketegangan dan kekhawatiran melanda seluruh kerajaan, menyadarkan semua orang akan ancaman yang datang dari musuh mereka.

Raja dari Kerajaan Terranova secara resmi mendeklarasikan perang, mengumumkan niatnya untuk menyerang dan menaklukkan Kerajaan Lysdor. Deklarasi ini mengejutkan seluruh wilayah, menandai dimulainya konflik yang penuh dengan ketidakpastian dan bahaya. Penduduk Lysdor segera bersiap menghadapi ancaman yang semakin nyata, sementara prajurit dan panglima perang dipanggil untuk mempertahankan kerajaan mereka dari serangan musuh yang mendekat.

Arthur, pria itu, berpamitan kepada Rhea, ia berkata akan mempersiapkan dan menyusun strategi perang di istana Kerajaan Lysdor. Dia menjelaskan bahwa perang akan dimulai tepat satu minggu lagi, memberikan Lysdor waktu yang sangat terbatas untuk mempersiapkan pertahanan mereka. Rhea meminta Arthur untuk berhati-hati dan kembali dengan selamat.

Flashback

Di ruang kerja Duke, Arthur menatap Rhea dengan ekspresi serius. “Aku akan pergi ke istana untuk mempersiapkan keperluan perang, kau jaga dirimu disini.”

“Jadi ..., kau akan pergi ke medan perang ya?”

“Mau tidak mau aku harus pergi, Rhea.”

Rhea tertunduk lesu mendengar jawaban Arthur. Dia menyodorkan jari kelingkingnya.

“Berjanjilah kau akan kembali dengan selamat!” ujar Rhea.

Arthur menautkan jari kelingking mereka. “Janji!” ujarnya.

Flashback off

Rhea menatap jari kelingkingnya dengan sendu. Rhea merasa dadanya terasa sesak, dan matanya mulai terasa pedih karena air mata yang menekan untuk keluar. Dia menahan napasnya, berjuang untuk menahan emosinya, tetapi perasaan cemas dan takut mulai mengaturnya. Degupan jantungnya terasa semakin cepat, dan tiba-tiba, dia merasa air mata itu tak terbendung lagi.

Tangisnya mulai terdengar, terdengar gemetar dan lemah di udara yang hening. Dia memeluk dirinya sendiri, berusaha menenangkan diri di tengah gejolak emosinya. Namun, setiap napas yang diambilnya terasa berat, dan setiap isakan yang keluar dari bibirnya terasa menyakitkan.

Sial! Kenapa ia harus jatuh cinta dengan makhluk menyebalkan itu, disaat hati Arthur masih berpenghuni. Bukankah ini sangat cepat untuknya jatuh cinta? Atau rasa ini adalah rasa cinta dari Bianca yang tertinggal?

Bersambung...

22 Mei 2024

Apa kabar man teman?
Alurnya Kecepetan ga sih?😔🙏
but, Nata seneng bgttt. Cerita Nata rame, huhuuuu

10 vote lanjutt


Melintasi Garis Waktu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang