Bab 24. Diculik?!

3.3K 201 3
                                    

Halo guys, Nata up niehh
btw apa kabar?
bantu follow akun ig Nata yuk, @na.seline_
nanti kalo rame, niatnya Nata pen bkin au

Happy Reading guys!
janlup tinggalin jejak💋

btw part ini lumayan panjang ya! 974 kata

***

Derak langkah kaki kuda dan sorakan dari rakyat bergema ketika Duke Arthur, sang pahlawan perang, melintas bersama rombongannya.

Rakyat tak henti-hentinya berdoa agar kerajaan mereka menang.

Arthur duduk gagah di atas kudanya, mengenakan baju zirah perak yang berkilauan di bawah sinar matahari. Sementara itu, Rhea dan Serena duduk di dalam kereta kuda, melambaikan tangan dan menyembulkan kepala mereka keluar, menampilkan senyum semanis mungkin.

Sungguh narsis!

Karena sudah lelah, akhirnya Rhea dan Serena kembali duduk dengan anggun di dalam kereta, melepaskan senyum dan lambai tangan mereka yang penuh semangat sebelumnya.

“Berasa jadi idol kpop,” ujar Serena.

“Halu!” sahut Rhea.

Serena memberengut kesal. “Yee, nggak bisa liat orang seneng aja lo.”

Sampailah mereka di sebuah lapangan yang terletak di tengah alun-alun kota. Ratusan bahkan ribuan ksatria berjejer rapi di sana.

Sementara para bangsawan yang ikut dalam perang sudah bersiap di atas kuda mereka. Serena yang melihat ayahnya, langsung berlari mendekatinya, dan memeluknya dengan erat.

Terlalu banyak pemandangan mengharukan di sini: seorang ayah yang memeluk putrinya, atau seorang suami yang memeluk istrinya, saat mereka berpamitan untuk membela negaranya.

Tak terkecuali pasangan yang baru-baru ini menikah. Evelyn memeluk erat tubuh Gaspard, lalu memberikan sebuah gelang berwarna merah untuk dikenakan oleh Gaspard.

Arthur menatap pasangan itu tanpa berkedip. Sebagai istri yang baik, Rhea turun dari kereta lalu mendekat ke arah Arthur.

“Jangan mati saat perang, aku tidak mau menjadi janda,” ujar Rhea.

Arthur tergelak mendengar penuturan dari istrinya. “Jika aku mati?”

“Jika kau mati, aku akan menjadi janda kaya raya. Aku akan habiskan seluruh hartamu,” balas Rhea dengan nada ringan.

Mendengar jawaban Rhea, membuat Arthur semakin tertawa.

Seorang pria berpenampilan layaknya pendeta duduk di tengah-tengah para ksatria. Ia seperti mengucapkan mantra-mantra yang tidak Rhea kenali.

“Jagalah dirimu baik-baik,” pesan Arthur.

Para ksatria dan bangsawan berjalan menuju medan perang, dengan Gaspard memimpin di barisan depan.

“Kembalilah dengan selamat,” batin Rhea.

Tiba-tiba seseorang menarik tangan Rhea dengan keras. Sensasi yang tiba-tiba membuat kepala Rhea terasa berat, dan pandangannya mulai memudar. Pusing yang melanda secara tiba-tiba membuatnya tak sadarkan diri, tubuhnya limbung sebelum akhirnya ditangkap oleh seseorang.

***

Penghuni kastil Montfort dilanda kekhawatiran yang mendalam. Pasalnya, nyonya mereka belum ditemukan sejak satu minggu yang lalu, meninggalkan kekhawatiran yang tak terkira di hati mereka.

Segala cara sudah mereka lakukan, namun hasilnya tetap nihil. Nyonya mereka menghilang tanpa meninggalkan jejak sedikit pun.

Begitupun dengan Serena, gadis itu terlihat seperti mayat hidup: kantung mata hitam di bawah matanya, bibir pucat, dan rambutnya yang berantakan.

Kabar tentang menghilangnya Duchess Bianca sudah tersebar di seluruh Lysdor. Beberapa rakyat mengaitkan masalah ini dengan peristiwa yang menimpa Count Beaumont, banyak yang berpikir bahwa Count Beaumont memiliki musuh yang mungkin terlibat dalam kepergiannya.

Serena bahkan sudah meminta bantuan pada Raja Henri. Beberapa orang suruhan Raja telah dikerahkan, namun tetap tidak menemukan tanda-tanda keberadaan Duchess Bianca.

Namun, kabar menghilangnya Duchess Bianca mulai terlupakan ketika berita bahagia datang dari Putri Mahkota Evelyn. Evelyn diketahui tengah mengandung dan sudah berusia 2 minggu.

***

Rhea's pov

Sementara itu, seorang gadis tengah duduk memeluk lututnya, melamun sambil menatap keluar jendela.

Mata sembab, rambut kusut, bibir pucat serta beberapa bekas luka di tubuhku.

Sudah satu minggu aku dikurung di sini, di sebuah kastil terpencil. Matahari sudah hampir terbit, saatnya pria 'itu' datang menghampiriku.

“Lupakan dia, dan hiduplah bersamaku, di sini, selamanya.” Kalimat ini selalu diucapkan pria itu setiap hari, pada jam yang sama.

“Sudahkah kau melupakannya?” tanya pria itu.

Aku merasa bingung, apa maksud dari pria itu?

“Siapa?” tanyaku.

Tidak ada jawaban. Pria itu malah berbalik lalu melenggang pergi. Aneh, untuk apa pria itu menculikku?

Seperti biasa, pelayan disini mengantarkan makanan untukku. Meski tak seenak buatan koki di kastil, tapi lumayan untuk mengisi perutku.

Aku menjadi rindu pada pelayan di kastil, Serena dan Arthur. Meski pria itu cukup menyebalkan, tapi..., aku harap kau menyelamatkan aku!

Pintu kamar tidak tertutup sempurna, artinya pintu itu tidak dikunci. Aku mendekat ke arah pintu.

Tidak di kunci! Se-segera mungkin aku berjalan mengendap-endap. Meski di sini memiliki pelayan, tapi kastil ini tetap kotor dan berdebu. Entah sudah berapa tahun tidak dibersihkan.

Aku ditempatkan di lantai paling atas, sehingga memerlukan tenaga ekstra untuk turun ke bawah.

Tangga demi tangga kulalui, hingga akhirnya aku tiba di depan pintu utama kastil.

Pintu kastil itu menjulang megah, terbuat dari kayu ek tebal yang dihiasi dengan ukiran-ukiran rumit dan berornamen besi tempa. Warna gelapnya memancarkan aura misterius, sementara engsel-engselnya yang besar dan kokoh menambah kesan kuat dan tak tergoyahkan.

Aku menarik gagang pintu ini dengan sekuat tenagaku. Perlahan, pintu itu berderit terbuka, memperlihatkan hutan belantara yang gelap.

Pepohonan tinggi dengan ranting-ranting menjuntai seakan menghalangi cahaya matahari untuk menembus masuk, menciptakan bayang-bayang yang bergerak seiring hembusan angin. Kabut tipis melayang di antara dedaunan, menambah suasana suram.

Dengan hati-hati, aku melangkah maju, memasuki area hutan. Jalan setapak kecil itu tertutup rapat oleh lumut yang lembut dan semak-semak liar yang merambat, menciptakan koridor alami.

Langkahku terdengar gemerisik ringan di atas tanah yang tertutup dedaunan kering, sementara sinar matahari berusaha menembus celah-celah pepohonan untuk menyoroti jalur yang aku tempuh. Suara riuh rendah angin dan gemericik air dari sungai kecil di kejauhan mengiringi langkahku.

Semakin lama, hutan yang kulari semakin gelap. Karena aku berjalan tanpa arah yang pasti, aku merasa tersesat di tengah rimbunnya pepohonan yang menyelimuti jalur setapak itu.

Siluet manusia berpakaian serba hitam terbang di depanku, tapi sesuatu terasa tidak benar. Aku ragu apakah makhluk itu benar-benar manusia.

Namun, tiba-tiba mereka sudah berdiri di depanku. Tidak hanya satu, tapi hampir puluhan makhluk berbentuk manusia dengan baju serba hitam dan bernetra hijau.

"Untuk apa manusia sepertimu menginjak hutan ini?" tanya salah satu dari mereka.

Aku merasa ketakutan. Aku benci untuk mengatakannya, tapi...

Arthur, aku berharap kau datang dan menyelamatkanku!

Salah satu dari mereka mendekat ke arahku, tangannya meraih rambutku dengan perlahan. Aku menutup mataku, merasakan tangan pria itu semakin mencengkram erat rambutku.

Hingga...,

Bersambung...

26/06/2024

dah guysss

Melintasi Garis Waktu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang