Happy reading!!
Typo tandain yawww•
•"Kau?!"
Pria itu tersenyum miring. "Terkejut? Ya, ini aku, Olivier Blanchard, kakakmu."
"Kenapa kau melakukan ini, Kak?" Arthur menundukkan kepala, suaranya terdengar parau.
Olivier menghela napas, nada bicaranya kini lebih serius. "Aku iri padamu, Arthur. Selalu saja kau yang mendapatkan apa yang kuinginkan, termasuk Bianca." Olivier terkekeh pelan. "Sudah lama aku bergabung dengan organisasi Fortex. Lalu, untuk apa semua ini? Jawabannya jelas, untuk menghancurkan dirimu," lanjutnya.
"Pengkhianat!" desis Arthur.
Ekspresi Arthur berubah dalam sekejap. Ia menyeringai, senyum smirk menghiasi wajahnya saat mata tajamnya menatap kakak sepupunya.
"Kau pikir aku bodoh?" Arthur tertawa keras, nyaris seperti orang kehilangan akal. (Arthur emang gila kok)
"Ayolah, Kakak. Gerak-gerikmu mudah sekali kutebak. Kau yang diam-diam menyelinap ke kamar Bianca setiap malam, bukan?"
"Oh, dan jangan lupa," Arthur melanjutkan, senyum miringnya semakin lebar. "Kau juga yang menghancurkan Kastil Beaumont, bukan?"
"Aku tahu semua kebusukanmu, Kak," Arthur berkata pelan namun tajam, matanya tak lepas menatap Olivier.
"Kau!" Olivier mendesis, wajahnya penuh amarah, rahangnya mengatup rapat, seolah menahan luapan emosi yang siap meledak.
"Baiklah," Arthur berkata dengan tenang, namun matanya penuh dengan tekad. Ia mengangkat pedangnya, cahaya memantul di bilah tajamnya. "Mari kita akhiri semua ini. Siapapun yang menang... akan mendapatkan Bianca."
"Siapa takut?" ujar Olivier sambil menyeringai. Dengan gerakan cepat, ia menarik pedang dari balik punggungnya, bilahnya berkilat tajam di bawah cahaya.
Pertarungan sengit antara kakak beradik itu berlangsung dengan intens. Pedang mereka berbenturan, menghasilkan dentingan logam yang menggema di sekeliling. Arthur dengan cekatan menangkis setiap serangan yang dilayangkan Olivier, matanya fokus, gerakannya lincah.
Dengan cepat, Arthur beralih dari bertahan ke menyerang, melancarkan tebasan demi tebasan yang memaksa Olivier mundur. Namun, kakaknya tak mudah goyah, ia terus melawan dengan kekuatan dan kelihaian yang setara. Duel itu menjadi ajang adu kecepatan, kekuatan, dan taktik, seolah-olah kedua prajurit tersebut tak ada yang mau menyerah.
Di tengah bentrokan sengit itu, Olivier berhasil menggores lengan kanan Arthur. Darah mengucur deras dari luka yang dalam, tapi Arthur hanya menggeram, menahan sakitnya.
Dengan sisa tenaga dan tekad kuat, Arthur melancarkan serangan balik yang cepat dan tak terduga. Pedangnya berdesing di udara, dan sebelum Olivier sempat bereaksi, Arthur melayangkan tebasan terakhir yang menaklukkan kakaknya. Olivier jatuh tersungkur, pedangnya terlempar dari genggaman, napasnya terengah-engah.
Arthur berdiri di atasnya, dengan darah mengalir dari lengannya. Pertarungan berakhir, dan ia berhasil memenangkan duel ini.
"Kenapa kau tergeletak tak berdaya di bawah sana, Kakak?" Arthur bertanya dengan nada sinis, matanya menatap tajam ke arah Olivier yang terbaring lemah di tanah. Suara Arthur terdengar seolah-olah ia tengah menikmati pemandangan kekalahan kakaknya.
"Arthur!"
Suara lembut namun penuh keputusasaan memanggil namanya dari dalam kastil. Tanpa ragu, Arthur segera berlari memasuki kastil, hatinya berdebar kencang. Ia menaiki anak tangga dengan cepat.
Setibanya di sebuah ruangan di ujung koridor, Arthur merasakan getaran emosional yang kuat. Ia yakin di dalam sana berada istrinya, Bianca.
Arthur mendobrak pintu itu dengan sekuat tenaga, dan saat pintu terbuka, pemandangan yang ia temui membuat jantungnya tercekat. Bianca duduk di sudut ruangan, memeluk lututnya sendiri, wajahnya tertunduk ke lipatan tangan. Melihatnya dalam keadaan seperti itu membuat hati Arthur bergetar.
"Bianca!" teriak Arthur, berlari menghampiri istrinya dengan cepat. Ia merasa seluruh dunia menghilang, hanya ada mereka berdua di dalam ruangan tersebut.
Dengan penuh kehati-hatian, Arthur mengeluarkan pedangnya, lalu dengan gerakan yang cepat namun lembut, ia mulai melepaskan rantai yang mengikat tangan Bianca. Suara logam berdenting terdengar saat rantai itu terlepas.
Rhea segera memeluk tubuh Arthur dengan erat, seolah takut kehilangan dirinya lagi. Air mata mengalir di pipinya, dan suara isaknya mengguncang hati Arthur.
"Kenapa kau baru datang?" tanyanya, suaranya bergetar saat ia memukul dada Arthur dengan lembut. Rhea merasa campur aduk antara lega dan marah. "Aku takut kau tidak akan datang!"
"Aku takut di sini," Rhea mengeluh, menatap Arthur dengan mata penuh harapan. "Dan yang lebih parah, kakakmu tidak memberiku makanan enak seperti daging ayam atau sapi. Dia sangat pelit! Seperti ..., dirimu!"
"Aku memang pelit," Arthur menjawab sambil tersenyum. "Jadi, setelah ini, kau tidak akan ku berikan uang bulanan selama beberapa bulan sebagai ganti rugi untuk lenganku yang tersayat."
Rhea mengangkat sebelah alisnya, senyumnya menggoda. "Lenganmu tersayat? Oh baguslah, ini adalah karma bagi suami yang pelit."
Arthur menatap Rhea dengan intens, sedangkan sang empu yang di tatap sedemikian rupa pun berbalik menatap Arthur dengan tajam.
"Apa?"
"Penampilanmu sangat jelek," Arthur berkata sambil memijit pelipisnya, menggelengkan kepalanya seolah tak percaya. "Aku baru menyadari jika istriku sejelek ini."
Rhea membelalakkan matanya. "Kau juga jelek, asal kau tau!" sinis Rhea.
"Apakah kau tidak pernah mendengar rumor, 'Duke Arthur de Montfort, duke tertampan dari kerajaan Lysdor'?" ujar Arthur, menyombongkan diri.
"Cih, sombong sekali."
Menyadari sesuatu yang mendesak, Arthur segera beranjak, sembari menarik tangan Rhea. "Kita harus kembali. Lysdor membutuhkanku," ujarnya.
"Bukankah di sana ada putra mahkota?" tanya Rhea, keraguan tersirat dalam suaranya.
Arthur menghela napas, sedikit mendengus. "Aku tak yakin pangeran manja sepertinya bisa menyelamatkan Lysdor."
Mereka berjalan keluar, namun saat melewati teras kastil, Arthur tak menemukan keberadaan kakaknya. Lalu ia tetap melangkah pulang menuju Lysdor.
Bersambung....
bab ini dibuat tanggal brp bjir, lupaa.
maapin🥰
KAMU SEDANG MEMBACA
Melintasi Garis Waktu (On Going)
FantasyFOLLOW TERLEBIH DAHULU SEBELUM MEMBACA! Rhea Dhaneswari gadis pengangguran yang hobinya rebahan. Tiba-tiba masuk ke dalam novel yang dibacanya semalam? Bahkan Rhea masuk ke dalam tubuh istri dari pahlawan perang, yang ditakdirkan akan mati dengan tr...