Bab 23

3.1K 187 4
                                    

Happy Reading!
Janlup tinggalin jejak💋

***

Sesampainya di mansion, Rhea segera pergi ke kamarnya untuk merebahkan diri. Ia kelelahan setelah seharian beraktivitas di luar rumah.

Rhea mengabaikan ketukan pintu dari Emi, karena ia sudah sangat lelah.

tok tok tok

"Nyonya, buka pintu kamar Anda. Jangan tidur dulu, Nyonya, Anda bahkan belum mandi," teriak Emi.

Mengabaikan teriakan Emi, Rhea membungkus dirinya dengan selimut tebal. Kelelahan telah menuntunnya perlahan-lahan ke alam mimpi, meninggalkan segala kepenatan hari itu.

***

Pagi hari di Kastil Montfort disambut dengan kelembutan fajar yang menyinari menara-menara batu tua. Cahaya matahari yang pertama menyusup melalui jendela-jendela besar, membias pelangi tipis di lantai marmer. Suara burung-burung yang bernyanyi di pepohonan sekitar kastil berpadu dengan gemerisik dedaunan yang ditiup angin sepoi-sepoi, menciptakan simfoni alam yang menenangkan.

Namun, di balik ketenangan pagi itu, kesibukan melanda setiap sudut kastil. Para pelayan bergerak cepat, menyiapkan segala keperluan untuk keberangkatan tuan mereka ke medan perang. Di dapur, aroma roti panggang segar bercampur dengan bau daging yang diasapi, sementara tangan-tangan terampil menyiapkan bekal perjalanan yang akan menguatkan pasukan di hari-hari mendatang.

Di gudang senjata, deru logam terdengar saat para pelayan memeriksa dan mengasah pedang serta merapikan baju zirah yang berkilauan. Kuda-kuda perang di kandang mulai gelisah, seakan merasakan semangat perjuangan yang memenuhi udara. Di halaman utama, kereta dan perbekalan disusun rapi, siap untuk perjalanan jauh yang penuh tantangan.

Di ruang utama kastil, para pelayan membantu tuan mereka mengenakan baju besi, mengencangkan ikatan, dan memeriksa setiap detail dengan teliti. Raut wajah mereka serius, penuh dengan kesadaran akan beratnya tugas yang diemban. Meski pagi itu indah, bayang-bayang pertempuran sudah membayang di benak semua orang, membawa mereka pada tekad yang bulat dan harapan untuk kemenangan.

Di sisi lain, di kamar yang teduh dan tenang, Rhea masih bergelung lembut dengan selimutnya. Kelelahan malam sebelumnya membuatnya terlelap begitu dalam, hingga ia lupa bahwa suaminya hendak pergi ke medan perang hari ini.

tok tok tok

Jari jemari lentik Serena mengetuk pintu kamar Rhea dengan lembut. Tak mendapat jawaban dari sang pemilik kamar, ketukan pintu itu berubah menjadi gedoran.

“Woy kebo, suami lo mau perang noh, bangun b**i!” teriak Serena.

Sedangkan Rhea, gadis itu masih enggan tuk membuka matanya.

Karena sudah kepalang kesal, Serena berancang-ancang untuk mendobrak pintu kamar Rhea.

1... 2... 3!

Brak!

Serena jatuh tepat di depan Rhea. Bermaksud mendobrak pintu kamar untuk membangunkan sang pemilik kamar, ia justru terjatuh ketika Rhea tiba-tiba membuka pintu kamarnya.

“Lo ngapain?” Rhea bertanya dengan nada polos.

“Bantuin dulu napa, sakit nih.” Rhea menyodorkan tangannya, lalu diterima dengan baik oleh Serena.

“Suami lo mau perang noh, lo nggak ikut nganterin ke alun-alun?” tanya Serena sembari mengibas-ngibaskan roknya.

"Gue lupa, anjir!" seru Rhea sambil berlari menuju pintu utama kastil, masih mengenakan gaun yang sama dari hari sebelumnya. Ia berhenti mendadak di depan Arthur, yang tampak sedang berbicara dengan kepala pelayan.

Kepala pelayan, yang menyadari kehadiran Rhea, segera menunduk hormat dan berpamitan kepada Arthur, mengingat tugas-tugas lain yang masih harus diselesaikannya.

"Ada apa?" tanya Arthur, lalu menyadari bahwa istrinya masih mengenakan gaun kemarin. "Kau belum mandi? Ih, kau sangat bau!" lanjutnya dengan ekspresi terkejut.

Rhea hanya membalasnya dengan cengengesan.

“Emi!” teriak Arthur.

Tak lama kemudian, Emi datang dan langsung menunduk hormat. “Ada apa, Duke?” tanya Emi dengan sopan.

"Bantu Duchess bersiap, dia sangat bau!" ujar Arthur sambil mengibaskan tangannya di depan hidung, menunjukkan ketidaksukaannya.

"Baik, Duke," jawab Emi sambil menunduk hormat. Dia kemudian menuntun Rhea kembali ke kamarnya untuk bersiap.

Di tengah jalan, Rhea tiba-tiba berhenti, membuat Emi kebingungan.

"Woy, lo makan kagak ngajak-ngajak," teriak Rhea kepada Serena, yang tampak sedang menikmati makanan sendirian.

"Sono mandi dulu, lo bau comberan, anjir," teriak Serena.

Padahal jarak mereka tidak terlalu jauh, hanya beberapa langkah, karena Serena sedang makan di ruang tamu yang kebetulan dilewati Rhea.

"Nggak sopan, teriak-teriak di depan nyonya rumah," ujar Rhea dengan nada sinis sambil bersedekap dada.

Serena hanya menatap datar ke arah Rhea. "Maaf, Ndoro," ucapnya singkat, sebelum pergi membawa piringnya ke kamar.

Bersambung...

24/06/24

Melintasi Garis Waktu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang