Bab 29. Menetap di Istana

183 12 0
                                    

Happy reading guyss
Typo tandain yaww

Rhea melangkah mantap menuju sel tahanan Serena, tangan kanannya memegang kunci yang diberikan Olivier. Ia membuka sel tahanan Serena.

Sesuai kesepakatan mereka, Olivier berjanji akan membebaskan Serena serta para bangsawan lain, asalkan Rhea bersedia menemaninya bertemu Gaspard.

"Ayo keluar, Ser," ajak Rhea dengan semangat.

"Hahh? Beneran? Lo apain si Olivier? Bisa-bisanya dia ngelepasin kita gitu aja," tanya Serena secara beruntun, matanya melotot tidak percaya.

"Bukan kita, Ser, tapi lo. Gue tetep harus di sini," ujar Rhea, menatap sahabatnya dengan tatapan sendu.

"Lah? Gimana sih? Mendingan gue di sini sama lo, daripada gue balik tapi ngga sama lo," protes Serena. "Lo bukan mau ninggalin gue gitu aja, kan?" tanyanya dengan nada mendesak.

"Pulang, Serena," tekan Rhea dengan tegas, sambil menyerahkan kunci-kunci sel tahanan kepada sahabatnya.

"Nih, lepasin mereka semua," tunjuk Rhea pada para bangsawan yang terkurung di dalam sel penjara. "Kecuali, Arthur."

Sebelum pergi, Rhea memandang Arthur dengan tatapan yang sulit diartikan.

"Rhe," panggil Serena dengan suara bergetar.

Rhea menggenggam tangan Serena dengan lembut. "Gue bakal usaha buat lepasin ayah kok, tenang aja," ujarnya sambil memberikan senyuman yang penuh keyakinan.

Setelah itu, Rhea melangkah pergi, meninggalkan Serena yang masih terpaku.

"Duchess, terima kasih." Suara itu berhasil menghentikan langkah Rhea. Ia menatap ke sel penjara di sebelahnya, di mana para bangsawan yang dulu menatapnya dengan tatapan remeh kini menatapnya dengan rasa hormat.

Rhea hanya menanggapinya dengan senyuman, lalu melangkah pergi.

***

Seorang gadis tengah duduk di depan sebuah jendela besar yang terbuka lebar, matanya terfokus pada pembangunan rumah-rumah warga yang sebelumnya hancur. Ia menatap heran pada sekumpulan pria berseragam netra hijau yang tampak sibuk bekerja dengan cekatan.

Gadis itu menyaksikan mereka menggumamkan sesuatu semacam mantra, mungkin (?). Dengan gerakan tangan yang terampil, mereka mengarahkan telunjuk ke reruntuhan bangunan. Dalam sekejap, terdengar suara gemuruh, dan-bom!-rumah itu kembali berdiri megah seperti sedia kala, seolah sihir telah menghidupkannya kembali. Gadis itu tak bisa menahan rasa takjubnya, menyaksikan keajaiban yang terjadi di depan matanya.

"Nona, waktunya makan siang," sebuah suara dari arah belakang mengagetkan Rhea, membuatnya terjaga dari lamunan.

"Ish, kau membuatku kaget!" Rhea mengeluh, menoleh dengan ekspresi kesal.

Rhea menyergitkan dahinya, menatap tangan pelayan itu yang kosong tanpa nampan berisi makanan.

"Mana makan siang untukku?" tanyanya dengan nada curiga.

"Emm, Nona," pelayan itu menjawab ragu, "anda diperintahkan oleh Tuan Duke untuk makan bersama di ruang makan."

Rhea merasakan campuran rasa penasaran dan cemas. Makan bersama di ruang makan, artinya Gaspard pun akan ikut. Rhea sungguh tidak mau melihat pria itu lagi!

"Baiklah, tunjukkan padaku di mana ruang makan itu berada," kata Rhea, hati dan mulutnya tak sejalan. Hatinya meminta untuk tak perlu menerima undangan ini, namun mulutnya malah berucap demikian.

Melintasi Garis Waktu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang