Bab Dua Puluh Enam.

6 0 0
                                    

Segera, Jiwa membuka mode silent di HP-nya. Ratusan notif membanjiri aplikasi chat-nya. Ia tersenyum ria seraya mengklik kontak Afin yang berada di atas sekali. Sontak ia menelponnya.

"Assalamualaikum. Jiwaaa! Tante Layla!"

Suara cempreng tersebut berpadu dengan ketukan pintu yang berisik. Jiwa refleks mematikan teleponnya.

"Waalaikumsalam."

Jiwa tersenyum dan langsung menyambut sosok yang datang dengan pelukan hangat. Alay-nya, baru sehari tak berjumpa sudah kangen. Gen-Z gitu loh!

"Biiii! Lo ngapain repot-repot dateng ke rumah gue?"

"Repot apaan, gue cemas tau lu gak sekolah sehari. Ye aneh gitu kan si juara umum ga masuk. Ada yang ga beres nih sama lu batin gue," kata Bianca dengan raut cerianya.

"Yaudah masuk dulu. Siapa yang nganter kesini?" tanya Jiwa dan membuka pintu lebar-lebar.

Bianca menunjuk di seberang sana. "Tuh, ayang Rendi."

Jiwa berdecak. "Ck, sama si ayang lo! Udah buruan suruh masuk!"

"Gamau dia!"

"Bi, ini balik sekolah panas-panas yakali Kak Rendi ngga mau masuk buat ngadem bentar gitu?"

Bianca tetap membantah. "Ah, dia mah adem mulu! Dari awal udah bilang gamau masuk katanya biar kita ngobrolnya ga canggung."

Jiwa berpikir, ada benarnya juga. Lantas keduanya masuk ke dalam rumah dan berbincang-bincang.

Di atas meja, tersedia air dingin dan cemilan untuknya. Bianca langsung bertanya, "Lu kenapa gak masuk? Habis nangis? Kenapa? Siapa yang nyakitin lu? Cowok ya?"

Rempetan pertanyaan tersebut membuat Jiwa pusing akan bercerita darimana dulu. Ia memulai dari perginya dari rumah malam-malam tanpa izin, minum kopi tidur, tertidur di kamar Afin sampai ke pulang subuh hari dan terlihat oleh tetangga sehingga Mama-nya marah besar.

Seraya mendengarkan sahabatnya bercerita, Bianca mengunyah biskuit dan bergeleng-geleng tak percaya.

"APA?! Serius lu tidur sekamar sama Afin? Iya iya, gue tau kalian ga ngapa-ngapain. Cuma ya lo tau aja pikiran orang tuh beda-beda. Ada yang langsung traveling contohnya ibu-ibu tukang gosip."

"Syukurnya tetangga yang liat ngga gitu Bi! Dia cuma bilang ngeliat gue pulang bareng cowok doang, ngga ngatain lebih dari itu di depan mak gue," jelas Jiwa.

Bianca kembali memastikan, "Jadi nyokap lu beneran tau lu tidur di situ?"

Jiwa mengangguk. Itu membuat Bianca speechless. Ia menatap tubuh mulus milik Jiwa, kebetulan gadis itu hanya memakai kaos dan celana pendek. Bianca tersenyum penuh arti dan berbinar melihatnya.

Memarahi tanpa meninggalkan luka, it's another level of pain.

Bianca terus berbicara sambil menyeruput minumannya. "Lu tau gak sih Kak Afin nanyain lu sampe marahin sekretaris kelas?"

Jiwa terperangah. "Hah? Marahin gimana?"

"Dia ngebentak sekretaris haha!" kata Bianca disusul tawanya.

"What? Ya i know Kak Afin nelpon dan ngespam, cuma gue ngga expect dia bakal marahin orang gitu. Soon gue mau minta maaf deh."

"Gausah! Dia gapantes dimaafin," ucap Bianca menahan Jiwa.

"Why?"

Bianca mencoba beralasan. Tak mau membeberkan omongan buruk mereka. "Yaa, ngapain minta maaf atas kesalahan yang gak lu perbuat?"

ARLODY (Love In Virtual)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang