Bab Tiga Puluh Satu.

8 1 0
                                    

Jiwa terperanjat. Matanya berkaca-kaca dan mencoba memahami apa yang terjadi. Siapa Marrisa? Bukankah ia adalah pegawai cafe yang mencampuri minumannya dengan racun? Beruntungnya, bukan racun, tapi obat tidur.

Dan yang ia saksikan ini, mengapa Marrisa ada hubungannya dengan Bianca? Apa hubungan keduanya? Apa benar Bianca memiliki seorang kakak perempuan?

"Gue punya kakak perempuan Jiw, gue sayanggg banget sama dia. Dia tuh pinter semasa SMA dulu, andai ada dana pasti dia kuliah. Tapi dia memilih buat bantu ekonomi keluarga gue."

"Gue pengen banget dapet cowo kayak pacarnya Kak Marrisa. Dia bulol banget tau, gegara pacaran dia jadi bego. Haha!"

Deep!

Jiwa terbayang perkataan Bianca tentang kakaknya itu. Kenyataannya, yang mencoba membunuhnya adalah kakak sahabatnya sendiri?

Gadis itu memberanikan diri untuk mendekat, ia berkata, "B-bian..."

Bianca sontak menoleh dan memeluk sahabatnya yang datang begitu cepat, bahkan telepon tersebut masih tersambung.

"J-jiwa... Kakak gue di penjara... dia kena fitnah Jiw... bantuin kakak gue biar keluar..."

Jiwa hanya terbungkam Mulutnya tertutup rapat. Rasanya ia mati rasa. Tak bisa menangis, marah bahkan berbicara satu kata pun.

"Jiwa, tolongin Kakak gue. Gue gapunya siapa-siapa lagi selain Kak Marrisa. Lu tau ortu gue gimana kan? Mama Papa punya keluarga baru mereka ga peduli... Jiwa selametin kakak gue, kalo gak gue bisa mati..."

Dengan nafas engap-engapan, wajah Bianca yang dipenuhi air mata hendak terkulai lemas di lantai. Untungnya Jiwa membawa sebotol air dan memberikannya.

"Minum dulu Bi..."

Bianca masih dengan seseunggukannya, ia sangat memohon pada Jiwa. "Jiwa, tolongin ya? Mama lo kan pensiunan pengacara. Pasti bisa buktiin kakak gue ga bersalah..."

Entah terkena angin apa, Jiwa terceplos, "Tapi Mama gue yang menjarain dia.."

Bianca memekik, "APA? G-gak.. maksud lu Mama lu yang bakal ngeluarin kakak gue dari penjara kan? Mama lu yang nyelametin idup gue kan Jiw."

"Mama gue ngga bisa gitu Bi! Justru Kakak lo yang nyampurin racun ke minuman gue. Untung obat tidur, kalo yang dicampurinya racun beneran gimana Bi? Mati gue mati!"

"GAK KAKAK GUE GAK GITU!"

"ITU BENER BI, BENER! KAKAK LO JAHAT!"

"Gak..."

Di tengah perdebatan itu Bianca jatuh pingsan dalam dekapan Rendi. Entah sejak kapan cowok itu datang tapi kini ia menatap Jiwa tajam.

"Heh lo yang baru jadi juara! Lo lupa ya apa jasa Bi selama proses lo sampe jadi juara gini? Lo rela ngebentak dia kayak gini sementara lo tau dia sakit mental Jiwa!" bentak Rendi tak terima dengan sikap Jiwa barusan. Ia hendak membalas bentakan tersebut sampai Jiwa terpucat kaku.

"Dia mau sembuh, tapi lo nyakitin dia hari ini dan lupa tentang persahabatan kalian? Bianca udah ngelakuin semuanya buat lo, tapi gabisa kah lo berbuat sedikit aja? Mikir Jiwa, mikir!"

ARLODY (Love In Virtual)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang