Aku tertegun dan refleks mengambil langkah mundur dari lelaki yang saat ini menatapku dengan mata tajamnya.
"Ap- apa maksutmu?"
"Aku belum tahu apa yang bisa kau lakukan, tapi kurasa kau hanya perlu berada dalam jarak jangkauanku. Aku perlu mencari tahu apakah ini hanya kebetulan, atau ada kemungkinan indra penciumanku mulai bekerja kembali."
Aku tertegun, mendengarkan penjelasan orang yang berdiri di hadapanku. sesekali ia memalingkan wajahnya, kemudian menatap kearahku lagi.
"Jadi maksutmu, kau ingin aku selalu mengikutimu?"
"Ya, seperti itu."
"Lalu bagaimana dengan kehidupanku? aku masih harus kuliah, aku juga perlu bekerja, dan menjaga ibuku."
"Aku masih memikirkannya. kau tidak perlu melakukan semua pekerjaanmu sebelumnya, kau bisa menganggap ini sebagai pekerjaan barumu."
"Lalu bagaimana dengan ibu dan kuliahku?"
"Aku bisa mencarikan rumah sakit yang bagus untuk ibumu. jika kau bersedia, kau bisa memasukkan ibumu kesana. Bukankan seharusnya ia harus dalam perawatan? aku bisa memberikan fasilitas itu untuk ibumu."
Aku terdiam, banyak hal yang saat ini bergejolak dalam kepalaku. Satu sisi, aku mengkhawatirkan soal ibu, dan juga kehidupan kami berdua kedepannya. Ibu memang sudah seharusnya mendapatkan perawatan intensif karena kondisinya yang semakin parah. Ibu memutuskan rawat jalan karena saat itu aku memiliki keterbatasan untuk biaya rumah sakit dan perawatannya. Meskipun aku meyakinkan ibu untuk tidak terlalu khawatir, tapi kurasa ibu tau kondisi kami. sejak saat itu, ibu terpaksa dirawat dirumah dan aku hanya membawanya sesekali untuk periksa ataupun menebus obat. Meskipun dokter selalu menyarankan untuknya agar dapat di rawat supaya mendapatkan penanganan yang tepat.
"Hanya mengikutimu dan tidak melakukan apapun?"
"Ya"
"Benar-benar tidak melakukan apapun?"
lelaki itu menatapku, sembari menganggukkan kepalanya pelan. "Kau hanya perlu berada dalam jarak dimana aku bisa mencium aromamu." lanjutnya
"Jika ini dianggap sebagai pekerjaan, bukankah setidaknya aku harus mengerjakan sesuatu?"
"Dengan kau berada di sekitarku, kau sudah melakukan sesuatu. Aku memintamu melakukannya karena tidak ada seorangpun yang bisa melakukan itu selain kau. Fikirkan saja itu sebagai bakatmu, dan kau bisa menghasilkan uang dengan itu. Aku tidak mempekerjakan orang sembarangan tanpa memiliki sesuatu yang menguntungkan untukku juga. Bukankah kau butuh uang? aku butuh kau ada bersamaku. itu menguntungkan semua pihak bukan?"
Aku mengangguk pelan. yang lelaki ini katakan juga tidak salah. Jika dia hanya bisa mencium aromaku, maka tidak ada orang lain yang bisa mengisi posisi ini. dan jika itu bukan aku sekalipun, kurasa dia juga akan memberikan penawaran yang sama.
"Lalu, berapa kau akan membayarku?" ujarku lagi mencoba memberikan keyakinan pada diriku sendiri. Apakah aku benar-benar bisa mengerjakannya, atau tidak. Itu tergantung dari penawaran yang lelaki ini berikan.
Dia tidak menjawabku, tapi berjalan menuju meja kecil diujung ruangan, kemudian kembali dengan membawa sebuah cek panjang berwarna biru.
"Kau bisa menuliskan nominal yang kau inginkan disini." serunya sembari menyodorkan cek itu kearahku.
Aku kembali tertegun. entah sudah yang keberapa kalinya sejak aku masuk kedalam rumah ini. setiap kali dia bicara, atau bahkan menunjukkan setiap sudut isi rumahnya berhasil membuatku tidak bisa berkata-kata.
"Kau menyuruhku menulisnya sendiri? tidakkah seharusnya kau memberikan penawaran terlebih dulu?"
"Sudah kukatakan, aku tidak keberatan berapapun nominal yang kau minta. Aku bisa memberikannya padamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STEP BROTHER, MY LOVER 🔞
FanfictionKrittin Kitjaruwannakul (TIN) seorang mahasiswa Seni berusia 20 tahun yang tidak pernah merasakan serta mendapat peran serta figur seorang ayah selama hidupnya. sejak ia lahir kedunia, Ia hanya hidup berdua dengan sang ibu yang bahkan saat ini suda...