Aku membuka mataku ketika cahaya matahari menembus terik kedalam ruangan tempatku berbaring. Masih dalam kondisi tubuhku yang tanpa busana, aku mencoba memfokuskan pandanganku, menatap kesebelah tempat tidur yang kosong. Tidak ada seseorang yang sebelumnya berbaring disana. Hanya aku sendiri yang masih terbalut selimut menutupi bagian bawahku. Aku mencoba menatap kesekeliling dan hanya menemukan sisa-sisa dari aktifitas tadi malam. Ruangan kamar yang masih sangat berantakan, pakaian yang berserak dimana-mana, serta bantal tidur yang terlempar hingga kedepan pintu. Aku bangkit dari posisiku, dan perlahan mulai mencari celana ku sebelumnya, kemudian mendengar suara nyaring dari luar diikuti suara teriakan yang kencang.
PYAAAARRRRR!!!
Aku tersentak, dan mencoba mencari asal suara itu. "Phi?! Phi Naret?!" seruku mencoba menemuka seseorang yang sebelumnya melewati malam panjang bersamaku, namun tidak ada sautan. Aku turun ke lantai satu, tempat dimana suara itu terdengar, dan menemukan seseorang berdiri disana dengan bertelanjang dada dan hanya mengenakan celana pendek dengan wajah yang memerah penuh emosi.
"Phi?!" seruku lagi mencoba mendekatinya.
"Berhenti disana! jangan mendekat!" bentaknya.
Aku bisa melihat pandangannya penuh kemarahan, wajahnya memerah, sementara dibawah kakinya ada pecahan kaca dimana-mana. Aku menatap lelaki itu dengan wajah bingung.
"Apa yang terjadi?" tanyaku mencoba memastikan keadaan. Dia tidak menjawab, dan hanya melemparkan gelas kaca kearahku dengan penuh emosi. Gelas itu jatuh dan pecah berserakan dilantai. Itu tidak mengenaiku, namun tetap saja ruangan menjadi berantakan dengan pecahan gelas kaca dimana-mana.
"Aku bilang menjauh Dariku! apa kau tuli?!" serunya lagi penuh emosi.
Aku menatapnya terpaku, mataku mulai berkaca-kaca. Setelah apa yang kami lewati tadi malam, bagaimana dia bisa berubah menjadi orang yang sangat berbeda seperti sekarang ini?. Aku mencoba mendekatinya perlahan, sambil melirik ke bawah kakinya yang mulai mengeluarkan darah akibat menginjak pecahan gelas kaca yang berserakan.
"Phi.. kakimu berdarah.." ujarku lirih, sembari mencoba mendekatinya.
Dia menatapku dengan mata merahnya, seolah ada air mata yang tertahan disana. Aku masih bisa merasakan amarahnya meskipun tidak seperti sebelumnya yang meluap-luap. Dia mencoba mengatur nafasnya sendiri yang sudah mulai stabil, kemudian dengan gemetar melirik kearahku tanpa mengatakan apapun.
"Boleh aku mengobatimu? darahnya terus keluar.." ujarku lirih.
Perlahan aku mulai menggapainya. Dia masih terpaku diam di posisinya semula, sementara tanganku mulai meraih kakinya yang kini sudah mulai berwarna merah akibat darah yang terus mengalir bercampur dengan genangan air dilantai. Sepertinya gelas ini berisi air sebelum terjatuh dan pecah. Entah karena tersentuh olehnya karena tidak sengaja, atau dia sengaja melemparnya. Tapi melihat bagaimana sikapnya sekarang ini, kurasa kemungkinan kedua lebih masuk akal.
"Kau perlu mengobatinya, atau lukanya akan infeksi" ujarku lagi, mendongak keatas mencoba menatapnya.
Dia berdiri didepan meja makan, sementara posisiku sekarang tengah berjongkok dibawahnya, memegangi kaki kirinya yang berdarah. Dia masih diam dan membuang mukanya, tidak ingin menatapku.
"Phi? boleh aku mengobati lukamu?" ujarku dengan penuh perhatian.
"........"
Aku berdiri dan mencoba menyentuh pundaknya dengan ragu. Mencoba menuntunnya untuk duduk, sehingga aku bisa mengobati lukanya. Namun dia menampik tanganku dengan keras. Aku hanya terpaku menatapnya yang kini berjalan dengan normal seolah tidak terjadi apa-apa, meskipun kakinya tengah berlumuran darah.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY STEP BROTHER, MY LOVER 🔞
Fiksi PenggemarKrittin Kitjaruwannakul (TIN) seorang mahasiswa Seni berusia 20 tahun yang tidak pernah merasakan serta mendapat peran serta figur seorang ayah selama hidupnya. sejak ia lahir kedunia, Ia hanya hidup berdua dengan sang ibu yang bahkan saat ini suda...