Bab 20. First Kiss

669 72 3
                                    

"Phi.. apa yang-- Emphhhh"

Dia hendak berontak, kemudian lidahku sudah lebih dulu menelusuri area luar bibirnya yang membuatnya seketika berhenti. Dia menyambut ciumanku perlahan, dan bibir kami kini saling bertautan memberikan sentuhan satu sama lain. Aku membuka sedikit mulutku dan memberikan ruang untuknya bermain kedalam. sementara lidahku bermain dengan bibir luarnya, sesekali menggigit, kemudian menghisapnya dengan kuat.

Dia mulai menikmati ritme permainan kami.  lidahnya saat ini bergerilya menelusuri bagian atas rongga mulutku, dan menjilatinya perlahan.

"Empphhh..."

Pada tahap ini, jantungku berdetak sangat cepat, lebih cepat dari biasanya. Entah energi apa yang seketika muncul dan membuatku merasakan perasaan aneh tapi juga  menikmatinya. Tubuhku menjadi sangat panas, namun aku tidak bisa menghentikan permainan lidahku yang sekarang menjadi semakin intens bermain dengan bibir luarnya.

Tangannya mulai menyentuh area belakang tengkuk leherku, dan menekannya kuat seakan dia ingin membuatku menyatu dengan dirinya. Sesekali menjambak rambutku perlahan, memberikan tekanan sambil lidahnya masih leluasa menelusuri rongga mulutku. Aku seketika melupakan semua hal dan hanya fokus menikmati setiap detile sentuhan pemuda ini. Aku menyukainya, aku menyukai setiap sentuhan nya terhadapku, aku menyukai setiap kali dia bermain dengan bibirku, aku menyukai setiap kali lidahnya menyentuh areh dalam mulutku, aku menyukainya setiap kali lidah kami bertautan, merasakan setiap sentuhan hingga bunyi nafasnya yang terdengar sangat erotis di telingaku. Untuk saat ini, aku tidak bisa berhenti..., Aku tidak ingin berhenti.

"Phi se-sebentar" serunya tiba-tiba mendorong tubuhku kebelakang hingga aku mundur beberapa langkah.

"Tu-tunggu. Seharusnya kita tidak boleh melakukan ini. Maaf.. " serunya lagi sambil terlihat sangat kebingungan. Ia mengambil langkah panjang dan meninggalkan aku sendiri yang masih terpaku diam, berkelahi dengan isi kepalaku sendiri.

"Apa yang terjadi padaku?" gumamku seorang diri yang masih terpaku diam seolah badanku seluruhnya sudah terhipnotis hingga aku tidak bisa mengendalikannya.

Sekujur tubuhku tiba-tiba menjadi sangat panas. Jantungku terus berdetak dengan sangat cepat, hingga rasanya jika ada seseorang yang berdiri dalam jarak 1 meter disebelahku, dia akan mendengarnya. Detaknya semakin kencang, seolah tubuhku  memberikan reaksi yang tak biasa. Sekujur tubuhku gemetar, dan dadaku seketika terasa sesak. Rasa yang belum pernah kumiliki sebelumnya. Perasaan yang belum pernah kurasakan selama 31 tahun hidupku. Aku bahkan tak menyadari jika saat ini aku hanya berdiri seorang diri di tempatku, sementara Tin sudah tidak berada disana.

Aku memegang dadaku, mencoba memahami kondisku saat ini. "Ada yang salah... Ini tidak benar. Ada apa dengan tubuhku? ada apa dengan reaksi ini?" gumamku dengan tidak percaya.

Aku melakukannya karena ingin tahu, dan mencoba menemukan jawabannya. Tapi.., setelah aku menciumnya, aku justru semakin tersesat dan bahkan tidak tahu. Kecuali satu kemungkinan yang bisa menjelaskan perasaan ini..

"Apakah aku jatuh cinta padanya? Pada Tin?"

Saat ini tidak ada kemungkinan lain yang bisa memberiku penjelasan atas reaksi tubuhku selain itu. "Aku menyukainya? apakah aku jatuh cinta pada pemuda berusia 20an itu?" gumamku dalamhati. 

Dengan perbedaan usia kami yang terpaut cukup jauh, apakah ini mungkin?. Hal itu sedikit membuatku tidak percaya. Aku terus memegangi dadaku yang masih terasa sesak sembari berjalan menuju pintu keluar. Fikiranku melayang,mencoba menemukan jawaban atas pertanyaanku sendiri. Aku berjalan dengan gontai menuju lobby utama, tanpa memperdulikan Tin, yang telah membuatku merasa seperti sekarang ini.**

-

-

Beberapa hari ini  aku berusaha menyibukkan diri dengan beragam kegiatan, mulai dari memperbanyak pekerjaan dan melakukan olahraga, atau semua hal demi menghilangkan fikiran atau sebatas mencoba menenangkan diri. Aku masih belum bisa menerimanya. Sejauh ini aku berpura-pura tidak terlalu peduli, dan menganggap itu hanya emosi sesaat, yang akan menghilang dengan berjalannya waktu. Tapi, ternyata aku salah. Semakin aku mengabaikannya, semakin aku merindukannya. Semakin aku tidak melihatnya, semakin aku ingin segera berjumpa dengannya. Semua otakku seolah berpusat pada anak itu. Sebanyak apapun usaha yang ku lakukan itu hanya sia-sia. Bahkan pada tahap ini, aku sengaja memblokir nomer Tin, untuk mencegak diriku sendiri menghubunginya.

MY STEP BROTHER, MY LOVER 🔞Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang