Bab 1

375 58 10
                                    

"Di, nanti jadikan ikut?"Dering handphonenya berbunyi. Tanda notifikasi datang dari seseorang. Diasa termenung. Menatapi jendela tempat kerjanya yang langsung menghadap kearah jalan raya.

"Jadilah din, nanti kerumah ya" mengetik dengan cepat, meskipun diasa ragu, meskipun diasa bimbang janji tetaplah janji yang harus ditepati.

"Iya insyaAllah, aku udah bawa perlengkapannya semua" diasa hanya membacanya tanpa ada niatan untuk membalas WA sang sahabat.

Diasa khadijah, perempuan sederhana yang berusia 18 tahun. Teman seusianya sedang duduk di bangku kuliah, sedangkan diasa harus bekerja mengais pundi-pundi rupiah. Dari kecil, diasa diajarkan menjadi anak mandiri-tanpa pernah bergantung pada insan yang lain. Selama diasa bisa, dia akan berusaha se-maksimal mungkin entah untuk masalah cita-cita ataupun keluarga tercinta.

Tapi, karna diasa anak perempuan pertama, anak perempuan ini harus meng-ikhlaskan cita-citanya untuk duduk di bangku kuliah. Demi sang adik yang sebentar lagi melanjutkan pendidikan menengah. Anak perempuan pertama ini harus rela kehilangan mimpinya-demi sang adik tercinta bisa kembali melanjutkan sekolah.

....
"Ce, saya izin pulang cepat boleh? Soalnya berangkat jam 7an ce. Takut gak nututi waktunya" diasa mengirim pesan kepada sang atasan, sambil melihat jam yang sudah mencapai pukul 15.45 sedangkan diasa , tutup toko pukul 18.00

"Iya di, nanti tutup jam 17.30 saja yo. Jadi ucup setornya jam 18.00an sampai sini ne. Uang besarnya kamu antarkan kesini yo. Makasih di, hati-hati." dengan logat kota "palu"nya sang atasan menelfon diasa. Sedangkan sang pihak terkait hanya mengangguk-ngangguk ditempat.

Maklum, diasa bekerja disebuah ekspedisi ternama. Di mana sekarang sedang padat-padatnya kiriman paket. Karna menjelang akhir tahun. Bahkan satu hari omsetnya bisa mencapai 5 juta.
...
Jam dinding tempat ia bekerja sudah menunjukan waktu dimana semuanya harus selesai. Bahkan, suara mobil pickup pun sudah terdengar.

"Oi, ate neng ndi kok tutup cepet?" (Oi, mau kemana kok tutup cepet?) Mas ucup, diasa dan anak kantor lainnya selalu memanggilnya dengan nama tersebut. Padahal nama beliau merupakan nama yang diambil dari nabi paling tampan.

Sambil membantu mendorong barang-barang ke area pintu, diasa kemudian menjawab "atene ndek mojokerto, soal e onok undangan acara sekolah" (mau ke mojokerto, soalnya ada undangan acara dari sekolah)

"Gausah aku seng gowo ae, print-nen ae PL e. Acara opo kok sampek nak mojokerto? Suroboyo sumpek ta kok sampe gae acara adoh ngunu?" (Gausah aku yang bawa aja, print aja PL nya. Acara apa kok sampe ke mojokerto? Surabaya penuh ta kok sampe buat acara jauh gitu?) Karna paket-paket tersebut tinggal yang berat-berat saja. jadi mas ucup, tidak memperbolehkan diasa mengangkatnya. Padahal diasa hanya mendorong ke area luar pintu.

Sambil mengecek,harga ongkir barang-barang yang tadi ia scan dengan uang yang diterima harus sesuai. "Igak mas, kan onok acara LDKS iku maeng. Mangkane kudu nak mojokerto seng outdoor. Lek ndek suroboyo atene di deleh neng ndi? Nang TP?" (Enggak mas, kan ada acara LDKS itu tadi. Makanya harus di mojokerto yang outdoor. Kalau disurabaya mau di taruh di mana? Di TP)

Menyerahkan PL yang tadi diasa print. Sambil Membereskan barang-barangnya, mematikan komputer. Diasa mengecek kembali ruang kerjanya yang sederhana sebelum benar-benar dia menutup rolling door, semuanya harus dimatikan.

"Nyengkrio aku seng nutup" (menyingkir, biar aku yang nutup) padahal diasa sudah terbiasa menutup bahkan membuka rolling door setiap harinya.

menyingkir, diasa membuka suara "Suwon, wes jam 18.00 loh telat ngene bosmu muring-muring engkok lek gak sampek gudang tepat waktu." (Makasih, sudah jam 18.00 loh telat gini bosmu marah-marah nanti kalau gak sampek gudang tepat waktu)

"Halah ngunu ae, dirungokno kuping kanan metu kuping kiri lak yowes." (Halah gitu aja, didengerin kuping kanan keluar kuping kiri yasudah)

Mereka berdua berjalan ke masing-masing kendaraan. Diasa dengan motor matic kesayangannya. Dan mas ucup dengan mobil pick-up
Jadul warna abunya.

Memasang helm, diasa menggoda "ojok kangen aku loh mas cup" (jangan kangen aku loh mas cup)

Padahal, mas ucup dan diasa berbeda usia 6 tahunan. Mas ucup 24 sedangkan diasa baru 18. Karna di tempat kerjanya, diasa paling muda diantara rekan yang lainnya. Bisa dibilang, diasa anak bungsu disana. Oleh karna itu, mas ucup-mas raka, Mbak zia-mbak niar selalu membantunya dalam hal apapun. Entah karna kebiasaan mereka, atau karna mereka punya "love langguage"nya sendiri-sendiri. Bahkan tak segan, tangan mereka selalu menyentuh bagian kepalanya. Ada yang mengelus kepala diasa, ada yang mencubit pipinya. Bahkan ada yang tertawa sambil memukul lengan diasa pun ada.

"Halah atasane mek sakdino tok, kangeni awakmu. Ra masok blas di" (halah atasanya cuman satu hari aja, kangen sama kamu. Gak masuk sama sekali di) dengan mimik wajah yang dibuat-buat, mas ucup membuka kaca mobil pickupnya.

Diasa tau mas ucup bercanda, dan mas ucup pun tau diasa suka menggoda. Antara dua insan ini tidak ada yang sama-sama menaruh rasa, tidak ada yang saling jatuh cinta, dan tidak ada yang mengharapkan dunianya sama-sama diwarnai oleh warna yang serupa. Mungkin saja diasa dengan warna biru langitnya, ataupun mas ucup dengan kelam kelabunya.

A glimpse of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang