Jadi, setelah mereka semua makan. Membuang sampah pada tempatnya, merapikan hal-hal yang berantakan. Mereka semua, para alumni pria dan wanita membantu panitia untuk kegiatan outbound.
Mereka kembali ke tempat dimana, jurik malam dilakukan. Bedanya, di siang hari ini mereka harus melewati anak sungai, turunan dan beberapa tanjakan.
Mereka bersembilan, menggerombol untuk sama-sama ke tempat tujuan.
Mas bilal, ada di depan sendiri menjadi penunjuk jalan. Sedangkan, maisa-zhifa-diana-diasa-mbak aisyah ada di barisan kedua. Setelahnya, cak udin-mas zafran-mas zen-mas yoga.
Melawati beberapa jalan yang terjal hanya dengan menggunakan sendal, diasa memotret keindahan alam yang benar-benar tanpa celah keindahannya.
"Dis, ikiloh gae hpku" (dis, iniloh pake hpku) mas bilal menyodorkan hpnya kepada diasa.
Sedangkan diasa menolak "gak usah wes, makasih" (Gak usah deh, makasih)
Mas bilal melihat ke belakang ke arah zenandra dan kawan-kawan. "Zen, jare dis jalok foto bareng" (Zen, katanya dis minta foto bareng)
Plak. "Heh, mas bilal loh. Astagfirullahaladzim fitnah." (Heh, mas bilal loh. Astagfirullahaladzim) Diasa reflek memukul lengan seorang bilal.
"Ate foto ta? Ayo lek ate foto. Ngunu kok ate sungkan barang" (mau foto ta? Ayo kalau mau foto. Gitu kok pake sungkan) bukan seorang zenandra yang datang, melainkan sosok cak udin yang diluar dugaan.
"Ayo lal, fotokno" (ayo lal, fotoin) diasa sebenarnya enggan, karna banyak pasang mata termasuk para panitia yang melihat tingkah mereka.
Jadinya, mereka tetap berfoto ria. Dengan, background gunung arjuno. Mulut dari seorang bilal ini memang tidak bisa diajak bercanda. Padahal, diasa hanya diam memotret pemandangan.
"Walah din, koen foto wong loro onok seng mencureng loh ketmau" (walah din, kamu foto berdua ada yang nekuk alisnya loh daritadi) mas yoga membuka suara, yang mendapatkan perhatian beberapa pasang mata.
"Loh, sopo?" (Loh, siapa?)
"Sopo heh?" (Siapa hah?)
Mas yoga menunjuk dengan mulutnya, yang ternyata seorang zenandra. Padahalkan, tidak ada yang salah? Diasa dan cak udin ini hanya foto bersama. Selayaknya dua manusia, yang selalu mengabdikan hal-hal sederhana.
"Dealah bo, aku loh mung foto. Cemburune ketoro nemen. Gowoen moleh wes dias iki bo. Aku tak nyimak karo ngomong ambek suket" (Dealah bo, aku loh cuman foto. Cemburunya ketara banget. Bawa pulang deh dias ini bo. Aku tak nyimak sambil ngomong sama rumput) pernyataan dari cak udin membuat semua orang tertawa, kecuali diasa tentu saja.
Dari kemarin sampai hari ini, diasa selalu menjadi bahan ributan. Sudah menjadi beban seorang zenandra, kini jadi bahan bercandaan. Tapi tak apa, sebab nanti sore mereka akan kembali. Tanpa tau, momen ini akan diulang kapan lagi.
"Cak din, kiro-kiro samean lek tak jegurno ndek jurang iki ijek ketemu aku ta gak yo?" (Cak udin, kira-kira kamu kalau tak dorong ke jurang ini masih ketemu aku ta enggak ya?) diasa bertanya ke cak udin, tapi matanya melirik beberapa detik ke arah zenandra yang ternyata menatapnya juga.
"Aku atene mbok pateni ta dis? Mentang-mentang rupo ra sepiro ngene, tego nemen nyakiti aku ra kiro-kiro" (Aku mau kamu bunuh ta dis? Mentang-mentang muka gak seberapa gini, tega banget nyakitin aku gak kira-kira) padahal, sejujurnya seorang cak udin ini definisi mas-mas blasteran jawa madura yang manis. Ketika tersenyum lesung pipinya kanan kiri terlihat sangat jelas, apalagi beliau ini humoris parah, semua orang dibuat tertawa hanya karna melihat wajahnya.
"Wes-wes tukaran ae tikus karo kucing iki lek di dadikno siji. Ngene ae, iki kan dalan e rodok sempit, opo manek iki hutan bagi-bagi ae yo? Wedi tibo barengan soal e" (udah-udah tukaran aja tikus sama kucing ini kalau dijadiin satu. Gini aja, ini kan jalannya agak sempit, apalagi ini hutan bagi-bagi aja ya? Takut jatuh barengan soalnya) mas bilal menghentikan perdebatan receh, dan memberikan ide yang lumayan cemerlang.
Mereka menganggung secara bersamaan "Tak bagi telu-telu ae yo. 1) Diasa-zen-maisa. 2)Aku-diana-zhifa 3) udin-zhafran-diana-aisyah" (Tak bagi tiga-tiga aja ya. 1) diasa-zen-maisa 2) aku-diana-zhifa 3) udin-zhafran-diana-aisyah)) mas bilal membagi timnya secara rata, tanpa pandang bulu terhadap siapapun. Biar mereka bisa membantu panitia tanpa terlalu banyak mengulur waktu.
"Yawes yo tak mlaku disekan, titik kumpul e nak villa, Lek mari ndang ados lek gak ngunu turu-turuan dilut. Soal e awakdewe maringene balik kandang. Disekan rek" (Yaudah ya tak jalan duluan, titik kumpulnya di villa, kalau sudah selesai langsung mandi. Kalau gak gitu tidur-tiduran sebentar. Soalnya kita habis gini balik kandang. Duluan ges) mas bilal dan timnya berjalan lebih dulu disusul dengan timnya diana, karna sebentar lagi mereka harus kembali ke surabaya, sedangkan biasanya game outbound ini mengulur waktu yang lumayan.
Jadi, mereka (mas zen, diasa, maisa) menjadi tim terakhir yang mengunjungi beberapa tempat. Karna jalanan lumayan sempit, mas zen yang ada di depan, sedangkan maisa dan diasa bergandengan tangan.
"Ngene iki awakdewe cuman nunggoni kan mas? Gak usah kek mau bengi seng sok-sok teges ngunu kan? Sakno aku soal e" (gini ini kita cuman nungguin kan mas? Gak usah kayak semalem yang sok-sok teges gitu kan? Kasihan aku soalnya) diasa yang terlalu perasa, si pemilik hati lembut yang sering kali menjadi manusia yang gampang dipecundangi semesta.
"Lapo sakno? Yawes gak usah ngunuan, enjoy ae. Pokok e mari peserta siji iki, awakdewe langsung ganti pos ae. Gak usah ngenteni peserta liane." (Kenapa kasian? Yaudah gak gituan, enjoy aja. Yang penting selesai peserta satu ini, kita langsung ganti pos aja. Gak usah nunggu peserta lainnya) Mas zen memberikan penjelasan.
Diasa hanya mengangguk, sambil duduk menunggu peserta di samping panitia yang berdiri. Dari beberapa meteran, mereka melihat beberapa peserta yang sudah menuju kearah pos mereka.
Setelah para peserta ini ada di depan mereka, para panitia menjelaskan cara bermain di pos ini. Mereka yang bermain game, diasa-mas zen-maisa yang dibuat tertawa karna tingkah lakunya.
"Kak, kak diasa yang mana?" Ketua anggota ini bertanya, sedangkan yang disebutkan namanya sibuk membalas wa dari sang orang tua.
Maisa menyenggol lengan diasa yang nampaknya masih sibuk berbalas pesan, akhirnya diasa mengadahkan kepalanya. "Manggil aku ta?" Meskipun daritadi ia fokus membalas wa, tapi telinganya masih jelas mendengar obrolan-obrolan.
"Ada salam dari cak udin, katanya samean jangan sok cantik" ucapan dari para peserta ini, menimbulkan senyuman tersirat dari seorang diasa.
"Beneran ta? Ini bukan dari hati kalian kan? Gara-gara dendam semalem? Wah, sakit banget hatiku sekarang. Emang aku jelek ta?" diasa kembali mendramatisir keadaan
"Enggak kak sumpah itu pesen dari cak udin langsung di pos sebelah. Kita cuman disuruh nyampein aja" para anggota peserta ini menggelengkan kepalanya, menolak disalahkan.
"Yaudah deh, kalian capek gak? Duduk dulu lah. Bawa minum ta? Minum aja dulu." Maisa menyuruh mereka untuk duduk dan minum. Karna rute outbound ini lumayan memakan waktu, dan juga memakan banyak tenaga.
Sambil menunggu pos di depan berjalan, diasa-maisa duduk di depan para peserta. Sedangkan mas zen, dan beberapa panitia berdiri.
"Mosok wong ayu ngene diwara gak usah sok keayuan. Ancen udin-udik kok" (masa orang cantik gini dibilang gak usah sok kecantikan. Memang udin-udik kok) pernyataan dari seorang zenandra menimbulkan banyak ekspresi dari para manusia.
Diasa yang awalnya berbincang ringan dengan para peserta wanita langsung tersedak seketika. Sedangkan para panitia-peserta dan maisa tertawa.
"Di-di, ngunu ae kok salting" (di-di, gitu aja kok salting) maisa menyenggol lengan diasa, yang sedang memegang lehernya.
Ya bagaimana, zenandra ini bukan tipe manusia yang banyak bicara. Tapi sekali berbicara mengejutkan hati para manusia, terutama diasa.
KAMU SEDANG MEMBACA
A glimpse of us
Teen FictionDiantara banyaknya manusia, kenapa harus kita berdua yang terjebak tanpa kata perpisahan? Diantara banyaknya kisah, kenapa harus kisah kita berdua yang tak berakhir dengan semestinya. Pertanyaan "kenapa" selalu menimbulkan tanda tanya yang tak perna...