Detik demi detik berlalu, jam demi jam sudah terlewati. Setelah mereka beranjak dari pos satu ke pos yang lain. Menjelajahi sungai dan tanjakan. Jatuh dan bangun, serta tertawa sampai lupa tempat dan keadaan.
Akhirnya mereka tiba disebuah tikungan, yang kanannya terdapat sebuah hutan. Sedangkan kirinya jurang yang dibatasi besi dan pagar.
Tadi mereka jalan ber-6 diikuti para peserta di belakang. Mas zen yang selalu ada di belakang diasa, sedangkan mas bilal yang bisanya hanya cekikikan saja.
"Dis, ngombe o" (Dis, minum) diasa yang posisinya sedang menatap ke arah jurang yang menghadap ke barat, menikmati pemandangan indah yang sebentar lagi tak dapat dirasakannya. Kembali terkejut dengan tingkah zenandra.
Diasa Menatap sebotol air mineral 1ltran yang digenggam seorang zenandra, dengan alis yang naik sebelah "loh, samean entok teko ndi?" (Loh, kamu dapet dari mana?)
Mas zen tersenyum simpul "tak lebokno mantel mau" (aku taruh dimantel tadi)
Kan, memang zenandra ini benar-benar manusia yang tak terduga. Dari tadi, mereka hanya tertawa melebur di suasana yang indah. Tanpa pernah diasa tau ternyata zenandra menyiapkan hal-hal sederhana yang orang lain mungkin tidak bisa.
Diasa mengambil air mineral yang disodorkan zenandra "samean mari ngombe? Tak ombe disek yo. Suwon mas" (kamu udah minum? Aku minum dulu ya. Makasih mas)
Diasa mengadahkan kepalanya, untuk menyegarkan haus dahaganya. Padahal sebelum berangkat untuk ikut outdoor, diasa sudah minum 1 botol air mineral. Nyatanya perjalanan yang hampir memakan waktu 30 menitan ini, menghabiskan tenaganya.
Air yang ia minum hanya dua tegukan, perut diasa terasa begah. Ingin menawarkan air minum yang masih sisa banyak ini kepada zenandra, tapi diasa takut tersinggung. Sedangkan perjalanan ke villa lumayan jauh.
"Uwes dis? Kene" (udah dis? Sini) tanpa diduga ternyata zenandra mengambil air mineral bekas diasa minum, untuk ia teguk sisanya.
Diasa menatap tindakan seorang zenandra kaget "mas, gak jijik ta samean?" (Mas, gak jijik ta kamu?) Ya bagaimana, air mineral yang tadinya diasa minum, meskipun diasa tak menyentuhkan bibirnya ke botol. Tetap saja, ia takut terlihat menjijikan karna zenandra juga meminum air yang sama dibotol yang serupa.
"Loh gak, lapo jijik? Gak bok cucup kan? Biasa ae." (Loh enggak, ngapain jijik? Gak kamu *cucup kan? Biasa aja) eksperasi zenandra datar, sedangkan diasa mengernyit heran.
*Cucup: menempelkan mulut ke bagian atas botol.
"Arek loro iki rek, mojok terus ae. Cemburu aku bo" (orang dua ini rek, mojok terus aja. Cemburu aku bo) cak udin, entah datang dari belahan bumi yang mana tiba-tiba ia datang membubarkan ketenangan zenandra dan diasa yang terjalin.
"Halah mesti, teko-teko koyok jin tomang ae. Samean loh cak mbok yo lek ngomong iku seng berbobot titik. Sakno iki kuping e para peserta dikei omongan seng ra bermutu ngunu" (Halah selalu, dateng-dateng kayak jin tomang aja. Kamu loh cak mbok yo kalau ngomong itu yang berbobot dikit. Kasihan kupingnya para peserta dikasih omongan yang gak bermutu gini) yang bisa melawan mulut beracun dari cak udin selain teman sebayanya, adalah diasa. Adik kelas yang melewati garis batas.
"Di, koen ate mosohan ta karo aku? Oke acc di. Gak usah wes curhat-curhat nak aku tentang kisah cintamu seng gak kegapai iku" (di, kamu mau musuhan ta sama aku? Oke acc di. Gak usah deh curhat-curhat ke aku tentang kisah cintamu yang gak kegapai itu) cak udin mendongkan kepalanya, angkuh. Matanya yang bulat dengan alis yang tebal. Tapi diasa tau, cak udin tak akan bisa seperti itu terhadap dirinya. Selain mas bilal, cak udin juga sudah ia anggap kakak laki-lakinya.
Zenandra melirik diasa dan cak udin yang sama-sama menajamkan matanya. "Tau seneng nak arek ta? Terus gak kegapai ngunu?" (Pernah suka sama orang ta? Terus gak ke gapai gitu?)
Yang semulanya diasa dan cak udin bertatapan muka, mereka kompak menoleh kepada zenandra yang bertanya dengan muka lugu. Diasa memelototkan matanya tajam kepada cak udin sedunia ini. Takut jika membocorkan hal-hal yang tidak seharusnya.
"Walah bo, ero gak? Arek iki seneng nak arek bo. Wes pirang taunan saking ae seng lanang ra peka. Terus diasa iki insecure Mergo mantane seng lanang calon dok-" (walah bo, tau gak? Anak ini seneng ke orang bo. Udah berapa tahunan cuman yang cowok belum peka. Terus diasa ini insecure Gara-gara mantannya yang cowok calon dok-)belum sempat cak udin melanjutkan perkatannya, diasa sudah membungkam mulut cak udin dengan tangannya.
"Dok opo bo? Dokter? Ojok ditutupi talah dis, aku iki penasaran." (Dok apa bo? Dokter? Jangan ditutupi talah dis, aku ini penasaran) mas zenandra dengan rasa penasaran yang tingginya-coba mencari tahu akhir kalimat yang belum dituntaskan cak udin, tapi diasa tetap saja membekap mulut seorang udinsyah.
"Dokon mas, mantan e cowok seng tak incer iku seng wedok calon dokon." (Dukun mas, mantannya cowok yang tak incer itu yang perempuan calon dukun) Untung saja otak diasa yang cerdas langsung mempelesatkan nama dokter ke dukun, meskipun jauh setidaknya tugasnya sama-sama mengobati.
"Hah? Dukun kok mbok insecuri dis? Wong awakmu luwih teko arek e kok. Kejar dis, dekne menang dupo awakmu menang dungo." (Hah? Dukun kok kamu insecurin dis? Orang kamu lebih daripada anaknya kok. Kejar dis, dia menang dupa kamu menang doa) Pernyataan dari seorang zenandra, menimbulkan ekspresi berbeda dari dua orang yang sekarang saling menatap. Cak udin dengan ekspresi menahan tawanya, diasa dengan wajah shocknya.
Padahal ya, pengalamannya di dunia ini lebih banyak dimiliki seorang zenandra. Tapi lihat, bisa-bisa nya seorang zenandra bisa se-lugu ini. Dulu diasa hanya bisa mendengar cerita seorang zenandra yang lugu lewat bibir cak udin yang sering berbagi informasi, mulai dari seorang zenandra yang suka membantu. Seorang zenandra yang tidak banyak basa-basi, zenandra yang langsung dengan bukti nyata. Ternyata, sekarang dihadapannya, di satu hari ia bersama dengan zenandra banyak sifat dan sikap yang cak udin bicarakan memang benar adanya.
Pria sederhana yang dulunya membuatnya jatuh cinta tanpa aba-aba. Zenandra, andai saja diasa tak patah hati beberapa waktu lalu. Mungkin, cintanya sudah besar dan sudah berani ia ungkapkan. Tapi, diasa hanya memilih diam tanpa ba-bi-bu. Mungkin saja, masih ada namamu di dalam doanya. Atau, ia ikhlas jika rasanya tak pernah terbalas.
KAMU SEDANG MEMBACA
A glimpse of us
Teen FictionDiantara banyaknya manusia, kenapa harus kita berdua yang terjebak tanpa kata perpisahan? Diantara banyaknya kisah, kenapa harus kisah kita berdua yang tak berakhir dengan semestinya. Pertanyaan "kenapa" selalu menimbulkan tanda tanya yang tak perna...