Bab 10

69 53 10
                                    

Setelah berbincang-bincang di depan sambil menatap senja yang datang dengan seorang zenandra. Diasa berpamitan untuk kembali melanjutkan tidur, sedangkan zenandra kembali ke tendanya.

Ini masih jam 07.00 sedangkan kepala diasa nyeri sebelah. Diasa tau ia kekurangan jam tidur. Meskipun para panitia dan peserta sudah melakukan senam pagi, tapi semua para alumni berada di tenda mereka masing-masing. Sepertinya, perjalanan jauh ini membuat mereka kelelahan. Apalagi, agenda jurit malam yang mengahruskan mereka bangun di tengah malam.

" Tolong, Tangikno aku jam 09.30 ges." (Tolong, bangunin aku jam 09.30 ges) Diasa menggoyakan bahu teman setendanya (diana-mbak aisyah). Diasa ini, tipikal orang yang susah tidur tapi juga susah bangun. Mengandalkan alarm sampe dunia bergetar pun tak akan mempan.

Setelah mendapatkan anggukan, diasa merebahkan badan menghadap sebelah kiri seperti semula.

.
.
.

"Di, tangio. Ngunu kok jalok ditangeni" (di, bangun. gini kok minta dibangunin) diana menggoyakan kaki diasa, sebab daritadi sudah berusaha membangunkan diasa.

Sambil berusaha membuka matanya, diasa  membalikan badannya ke sebelah kanan "ngantok, ya allah" (ngantuk, ya allah)

Diasa ini memang tidak tau diri rupanya, sudah minta tolong untuk dibangunkan. Malah enggan untuk bangun. Kantuknya tak kunjung hilang.

"Di, ayo. Jare luwe. Ndang tangi, terus raop, sikat gigi. Ra usah ados." (Di, ayo. Katanya laper. Cepet bangun, terus cuci muka, sikat gigi. Gak usah mandi) Diana dengan kesabaran tingkat tingginya masih berusah untuk membangunkan diasa yang enggan membuka mata.

Setelah diasa teringat pada janji seorang zenandra, sontak ia bangun seketika. Diasa bisa mengalahkan kantuknya ini demi semangkok bakso.

Setelah memakai hijab, mengambil peralatan mandi. Diasa bergegas ke kamar mandi yang letaknya di belakang musholla. Urasan Mandi, bisa nanti sore waktu mereka akan kembali ke surabaya. Sekarang? Bisa mati kedinginan ia.

.
.
.
.

"Nyo, jektasan tangi ta? Astagfirullah cah wedok" ucapan dari seorang maisa menghentikan langkah kaki diasa yang ingin ke kamar mandi. Jadi, tenda satu dengan tenda yang lainnya berjarak sekitar 5meteran. Maisa, zhifa hanya berdua di dalam satu tenda yang berada tepat di depan tendanya diasa-mbak aisyah-diana.

Sambil menutup muka bantalnya diasa menyauti "hehehe, aku gak isok turu. Ojok dijak omong disek, aku tak raop. Dadah mi-zhi" (hehehe, aku gak bisa tidur. Jangan diajak bicara dulu, aku mau cuci muka. Dadah mi-zhi)

.
.
.
.

Air pegunungan di claket ini seperti es batu rasanya. Diasa hanya mencuci muka dan sikat gigi, tapi ternyata badannya menggigil. Padahal, ini sudah agak siang. Matahari pun sudah menyinar.

Berjalan sambil bersenandung sendirian, menoleh kanan kiri yang terpasang banyak tenda para alumni. Entah dimana para manusia lainnya, bisa saja ada di dalam tenda yang sama, bisa juga berada di atas villa sana. Ngomong-ngomong tentang manusia, dimana ya sosok seorang zenandra berada? Daritadi diasa tak nampak batang hidungnya, tak mungkin juga ia menghampiri tendanya.

Membuka resleting tendanya, diasa masuk kedalam tenda yang ternyata sudah terkumpul para ciwi-ciwi. Diana, mbak aisyah, zhifa, dan maisa. Diasa kira, mereka berada di atas semua. Bergabung dengan para peserta-panitia bahkan juga pembina.

"Raop ta ados? Suwi men di." (Cuci muka apa mandi? Lama banget di) Sautan itu berasal dari zhifa yang sudah memajukan mulutnya.

"Raop rek, ra kuat lek ados. Dealah nak rene kabeh, tak pikir nak dukur barengi panitia" (cuci muka ges, gak kuat kalau mandi. Oalah di sini semua, aku pikir di atas sama panitia) sambil membuka wadah skincarenya, diasa menjawab ucapan dari zhifa.

"Mangan opo yo? Luwe aku" (makan apa ta? Lapar aku) lagi-lagi suara itu berasal dari zhifa

"Ayo golek, enteni dias mari macak ikiloh" (ayo nyari, nunggu dias selesai makeup ini loh) diana menyauti

"Eh koen ero gak seh rek? Mas azfal ganteng pol. Kok onok yo wong lanang koyok iku? Ganteng tapi gak isok dimiliki. Sedih aku" (aku kalian tau gak sih ges? Mas azfal ganteng banget. Kok ada ya cowok kayak itu? Ganteng tapi gak bisa dimiliki. Sedih aku) zhifa ini memang punya dua kepribadian sepertinya. Tadi mimik mukanya seperti orang yang tidak pernah makan, sekarang semangat 45 memang ya kasmaran merubah segala perasaan.

Setelah rangkaian skincarenya selesai, diasa menambahkan pensil alis untuk alisnya yang tipis dan tidak terlihat itu. "Opo-opo seng awakdewe pengeni iku emang belum tentu isok awakdewe miliki zhif" (apa-apa yang kita mau itu emang belum tentu bisa kita miliki zhif) meskipun diasa sedang memakai alis, diasa bisa mengimbangi teman-temannya yang bercerita.

"Halah nyo, awakmu seneng nak zen ae saiki disenengi balik" (halah nyo, kamu suka sama zen aja sekarang disukai balik) maisa ini, sekali berbicara memang tidak ada remnya.

"Loh, awakmu seneng nak zen di?" Mbak aisyah bertanya, rasanya ingin sekali menyumpal mulut seorang maisa beberapa detik yang lalu.

"Sutt mbak, bien iku. Awal-awal melebu sekolah. Saiki yo gak. Insecure ah mantane mas zen ae dokter. Aku mung remahan rengginang ngene." (Sutt mbak, dulu itu. Awal-awal masuk sekolah. Saiki ya enggak. Insecure ah mantannya mas zen aja dokter. Aku cuman remahan rengginang gini) Diasa mengakui memang, dulunya dia menyukai seorang zenandra di awal-awal bangku SMA.

"Kejar di, mumpung seorang zenandra saiki gak duwe pawang." (Kejar di, mumpung seorang zenandra sekarang gak ada pawang) Support dari maisa, membuat diasa tertawa.

"Mi, seorang zenandra tak kejar? Genna ae wegah. Engkok aku saingan karo mantane lak an. Mantane dokter, aku pasien e. Gak-gak wes, kalah adoh. Ra resiko, timbangane kene terluka." (Mi, seorang zenandra aku kejar? Yang bener aja gak mau. Aku nanti saingan sama mantannya dong. Mantannya dokter, aku pasiennya. Enggak-enggak, kalah jauh. Gak resiko, daripada sini yang terluka) Sambil membereskan skincarenya, mengganti kerudungnya. Diasa menolak gagasan dari meisa. Dulu saja, seorang zenandra tidak menolehkan kepalanya. Apalagi sekarang? Yang sudah menjadi bagian dari mekanik "bengkel" ternama.

"Halah di, winginane mas zen wes ngunu mosok gak seneng nak awakmu? Aku ambek yoga cuman dadi bagian ngamati ae." (Halah di, kemarin mas zen udah gitu masak gak suka ke kamu? Aku sama yoga cuman dadi pengamat aja) lagi-lagi Mbak aisyah mempertanyakan perasaan seorang diasa

Sambil membenarkan, hijab bergo coklat susunya. Diasa memberi jawaban "rek, aku lek seneng nak arek pasti aku mengimbangi wong tersebut. Duduk polane opo yo, lek gak setara iku gak enak. Misalkan, dekne kuliah aku yo kuliah. Lek dekne 'sibuk' aku juga harus menyibukan diri. Gak mau aku lek gak setara dalam hal apapun. Yang gak selaras gak akan berbanding lurus." (Gays, aku kalau suka sama seseorang pasti mengimbangi orang tersebut. Bukan karna apa ya, kalau gak setara itu gak nyaman. Misalkan, dia kuliah aku ya kuliah. Kalau dia 'sibuk' aku juga harus menyibukan diri. Gak mau aku kalau gak setara dalam hal apapun. Yang gak selaras gak akan berbanding lurus)

Selesai menyemprotkan parfum, diasa kembali berujar. "Yaopo lek awakdewe golek panganan ae? Timbangane ngurusi perasaane uwong seng wes berdebu. Bakso enak iki" (ya apa kalau kita nyari makanan aja? Daripada ngurusin perasaanya orang yang sudah berdebu. Bakso enak ini)

A glimpse of usTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang