Setelah tumpukan makian terhadap zenandra ada di kepalanya. Diasa mengurungkan niatnya yang tak mulia. Sudah dipinjamkan jaket, sudah dibawakan tas yang sebesar harapan orang tuanya itu. Zenandra sudah sebaik itu, malah diasa yang seburuk ini ternyata.
"Mas, aku kate takok deh" (mas, aku mau nanya deh) setelah berjam-jam dilanda keheningan, diasa yang fokus memotret senja. Mas zen, yang fokus memandang ciptaan tuhan yang sangat indah bukan senja-tapi seorang diasa.
"Takok o" (tanyain) mas zen, mempersilahkan.
"Tapi sepurane lek samean tersinggung. Aku jektasan bareng ambek samean iki, aku baru tau ternyata samean gak keakean ngomong. Aku baru ngerti lek samean iki idaman e ciwi-ciwi." (Tapi maaf kalau kamu tersinggung. Aku barusan bareng sama kamu ini, aku baru tau ternyata kamu gak kebanyakan ngomong. Aku baru paham kalau samean ini idamannya ciwi-ciwi)
Mas zenandra mengangkat alisnya "terus pertanyaanmu sebelah ndi?" (Terus pertanyaanmu sebelah mana?)
"Kok isok seorang zenandra gak keakean ngomong tapi gerak langsung? Opo gara-gara pernah dadi ketua organisasi? Samean iki gak sadar ta, lek awak e sregep? Langsung cas-cis-cus. Koyok aku mau, langsung dikei jahe anget. Langsung diwei selimut. Lek jare arek saiki seh act of service poll." (Kok bisa seorang zenandra gak kebanyakan ngomong tapi gerak langsung? Apa gara-gara pernah jadi ketua organisasi? Kamu ini gak sadar ta, kalau kamu ini giat? Langsung cas-cis-cus. Kayak aku tadi, langsung dikasih jahe anget. Langsung dikasih selimut. Kalau kaya orang-orang sekarang sih act of service parah) diasa kembali melanjutkan pertanyaan yang ada dikepalanya.
"Menurutmu piye? Kiro-kiro salah gak arek lanang ngei perhatian ngunu iku? Act of service parah? Bukane ngunu wajar kan? Mosok awakmu tak banno mati keademan. Dis, saking jarang e wong lanang kek aku iki seng jaremu cas-cis-cus iku, mosok iyo dadi idamannya ciwi-ciwi? Koyokane wong-wong mikir bolak-balik lek seneng nak aku di. Gak ada yang bisa dibanggakan teko seorang zen" (menurutmu ya apa? Kira-kira salah gak anak cowok ngasih perhatian kayak gitu? Act of service parah? Bukannya gitu wajar kan? Masak kamu tak biarin mati kedinginan. Dis, apa karna jarang cowok kayak aku ini yang katamu cas-cis-cus itu, masak iya jadi idamannya ciwi-ciwi? Kayaknya orang-orang mikir bolak-balik seneng sama aku di. Gak ada yang bisa dibanggakan dari seorang zen) mas zen, menjelaskan panjang lebar. Sedangkan diasa terdiam.
Diasa menekuk alisnya, menolak gagasan dari zenandra. "Samean gak isok nilai awak e samean dewe mas. Samean butuh kacamata seseorang supoyo isok ngei penilaian. Yo mungkin jare smean, samean gak onok seng isok dibanggakno. Tapi, lek misal e onok seng ngakoni lek emang samean patut dijadikan cowok idaman piye? Mas, kacamata seseorang itu berbeda-beda. Tergantung kita melihat dari sudut pandang yang mana" (kamu gak bisa nilai diri kamu sendiri mas. Kamu butuh kacamata seseorang supaya bisa ngasih penilaian. Ya mungkin kata kamu, kamu gak ada yang bisa dibanggakan. Tapi, kalau misalnya ada yang mengakui kalau emang kamu patut dijadikan cowok idaman ya apa?)
Zenandra tertawa, kebiasaan dari seorang zenandra adalah tertawa melihat kebawah. Menatap mata sang lawan bicara yang membuat diasa terpaku pada mata yang mempunyai bulu mata lentik tanpa cela. "Dis, sudut pandang seseorang emang bedo-bedo. Tapikan, ini penilaianku terhadap awak ku dewe. Ya mungkin, kamu ae seng mikir aku terlalu 'wah' dahal aku menungso seng luweh akeh masalah. Dis, aku gak se-spesial iku dadi menungso." (Dis, sudut pandang seseorang emang beda-beda. Tapikan, ini penilaianku terhadap diriku sendiri. Ya mungkin, kamu aja yang mikir aku terlalu 'wah' padahal aku manusia yang lebih banyak masalah. Dis, aku gak se-spesial itu jadi manusia)
Niat hati memaki zenandra muncul kembali, padahal diasa sudah menahannya sejak tadi. "Mas-mas, smean milih tak sadarno lewat paidoan opo sadar dewe? Gak onok salah e self-love. Ojok terlalu ngedoktrin pikiran lek aku ngene-ngono. Sesekali, self love mas gak onok salah e." (Mas-mas, kamu milih tak sadarin lewat hinaan apa sadar sendiri? Gak ada salahnya self-love. Jangan terlalu ngedoktrin pikiran kalau aku gini-gitu. Sesekali, self love mas gak ada salahnya)
"Seng salah opo berarti dis?" (Yang salah apa berarti dis?)
"Ha?" Ini pertanyaan dari seorang zenandra kenapa muter-muter seperti gangsing daritadi.
"Seneng nak awakmu opo termasuk kesalahan sisan dis?" (Suka sama kamu apa termasuk kesalahan juga dis?) Kali ini mimik muka seorang zenandra benar-benar serius, diasa jadi ragu untuk memberikan jawaban yang lucu.
"Wah enggak, emang aku iki layak disenengi kok mas. Cuman kurang e nangisan ae uwong e hehehe" (wah enggak, emang aku ini layak disukai kok mas. Cuman kurangnya nangisan aja orang e hehehe) sungguh diasa hanya memberikan jawaban bercanda. Niatnya hanya memberikan afeksi positif terhadap zenandra.
"Dis-dis, kok onok uwong unik kyok awakmu iki. Awakmu delok senja secara langsung ngene gak loro moto ta? Liane turu, iki malah mbidek ae nak rene." (Dis-dis, kok ada orang unik kayak kamu ini. Kamu liat senja secara langsung gini gak sakit mata ta? Lainnya tidur, ini malah diem aja ndek sini)
Ya bagaimana ya, diasa kan niatan awalnya hanya mengangkat telfon dari sang ayah. Tapi, tak berselang lama sunrise muncul menyilaukan mata. Diasa suka senja, apalagi warna ke jinggaannya memberikan kesan yang indah.
"Loh aku mau iku niate turu manek, angkat telfon teko ayahku iku mau. Lah tibakne samean celok, terus gak suwi sunrise e teko. Ndek suroboyo aku gak nemu iki kecuali dino minggu. Ikupun dino minggu tangine awan. Aku seneng poll tau mas ambek senja." (Loh aku tadi niatnya tidur lagi. Angkat telfon dari ayah tadi itu. Lah ternyatanya kamu manggil, terus gak lama sunrisenya dateng. Di surabaya aku gak ketemu ini kecuali hari minggu. Itupun hari minggu bangunnya siang. Aku seneng banget tau mas sama senja) Diasa memang tipikal manusia yang oversharing. Meskipun zenandra tak menanyakan perihal kesukaannya, diasa memberitaukannya dengan mudah tanpa hambatan.
"Iyo? Terus selain senja awakmu seneng opo?" (Iya? Terus selain senja kamu suka apa?) Diasa tau mas zenandra ini pendengar yang baik, dan diasa nyaman dengan hal-hal sederhana yang seorang zenandra lakukan.
"Bakso. Aku ambek bakso iku tidak bisa dipisahkan. Sohibku sejak balita iku. Smean lek atene nraktir aku bakso, gak ngara tak tolak." (Bakso. Aku sama bakso itu tidak bisa dipisahkan. Sohibku sejak balita itu. Kamu kalau mau neraktir aku bakso, gak akan aku tolak)
"Walah yoiyo gak ngara ditolak, ngkok siang ate mangan opo? Ayo lek ate tumbas bakso. Ndek ngisoran iki onok bakso enak" (walah yaiya gak mungkin ditolak, nanti siang makan apa? Ayo kalau mau beli bakso. Di bawah ini ada bakso enak) tawaran menggiurkan dari seorang zenandra yang tak mungkin diasa tolak.
"Tenan? Oke acc. Ngkok siangkan? Deal?" (Serius? Oke acc. Nanti siangkan? Deal?) Diasa tak akan mungkin menolak makanan yang diasa cintai secara ugal-ugalan itu.
"Loh tenanan, deal. Ngkok siangan tak jak i" (loh beneran, dealm nanti siangan tak ajak) mas zen mengulurkan tangannya, diasa menerima.
Demi semangkok bakso yang diasa suka, ia rela menutup telinga. Tanpa sadar, mereka berdua sudah saling terbuka. Meskipun keduanya sering tertawa bersama. Tapi, cinta bisa datang kapan sajakan? Entah, diasa yang nantinya akan menerima. Atau seorang zenandra yang mengungkapkan perasannya kapan saja. Atau bahkan, keduanya hanya saling berteman menceritakan keseharian. Tidak ada yang tau tulisan takdir.
KAMU SEDANG MEMBACA
A glimpse of us
Teen FictionDiantara banyaknya manusia, kenapa harus kita berdua yang terjebak tanpa kata perpisahan? Diantara banyaknya kisah, kenapa harus kisah kita berdua yang tak berakhir dengan semestinya. Pertanyaan "kenapa" selalu menimbulkan tanda tanya yang tak perna...