-CONFESSION-
Ini pertama kalinya ia menganggap seseorang lebih dari sekedar teman, membiarkan tubuh dan pikirannya yang polos dinodai dengan kemesuman, ini juga pertama kalinya ia mendamba sentuhan seseorang. Namun saat semua sudah terlanjur ia percaya, saat semua sudah terlanjur ia nikmati. Orang yang membuatnya seperti itu, tidak lebih hanya menganggap Taehyung sebagai bagian dari koleksi.
* * *
Waktu berjalan sedikit melambat bagi Taehyung, seolah jarum jam masih tenang di angka yang sama. Taehyung berkali-kali mengusap dahinya yang berkeringat, hingga Luhan yang melihatnya mulai angkat bicara.
"Apakah AC-nya tidak berfungsi?"
Taehyung hanya menggeleng, tidak berani melihat ke arah direkturnya.
Setiap melihat wajah Luhan, bayangan kejadian 2 hari yang lalu di depan rumah Jungkook, meremas jantungnya. Menyisakan rasa sakit yang aneh. Seperti terpapar radiasi, secara tidak langsung merusak ulu hatinya, tanpa menimbulkan luka yang bisa dilihat oleh mata telanjang.Telinga Taehyung mencuri dengar dengan sangat tajam, perbincangan direkturnya dengan seseorang di telpon. Luhan tampak tidak sungkan walaupun ada Taehyung di dekatnya. "Sayang, mau mengulanginya malam ini?"
"...."
"Kau memang paling pandai membuatku ketagihan." Luhan tertawa sejenak, kemudian melirik Taehyung yang tertangkap basah sedang mengamatinya.
Taehyung langsung berpura-pura berkutat dengan dokumen, padahal tangan dan kakinya benar-benar gemetaran. Antara cemas, takut, dan perasaan cemburu yang membakar hatinya tanpa ampun.
Selesai pekerjaan, Taehyung langsung terburu keluar dari ruangan direktur, tidak menggubris ajakan Jimin dan Mingyu untuk makan bersama. Ia memilih bergegas kembali ke apartemennya.
Begitu ke luar dari gedung perkantoran, di sebrang jalan, tampak pemuda tampan yang Taehyung kenal, duduk di atas motor bututnya. Pemuda itu melambai pada Taehyung.
Taehyung membuang muka, menghentikan taksi yang kebetulan lewat. Tidak menoleh sedikitpun pada pemuda yang masih setia menatap Taehyung yang telah pergi.Ponsel Taehyung berbunyi, Taehyung sudah tahu siapa yang menelponnya. Jadi ia sama sekali tak berniat mengangkatnya. Ia memandang ke luar jendela, mencoba mencari pengalihan dari pikirannya yang kacau.
Ia tidak tega melihat Jungkook tiap pagi menunggunya di parkiran apartemen. Saat sore, Jungkook juga tak pernah absen menunggu Taehyung pulang kerja bersama motor kecil miliknya. Jungkook juga tak henti menelpon dan mengirim pesan pada Taehyung, bertanya apa yang terjadi? Mengapa Taehyung berubah? Dan pernyataan rindu yang menggebu.Lebih dari seratus chat yang tidak dibuka oleh Taehyung, ia malas untuk berurusan dengan maniak dan playboy kelas udang seperti Jungkook. Taehyung memilih menyendiri sepanjang hari di apartemennya menghabiskan malam minggu. Sepekan yang lalu, ia masih menikmati makan malam di restoran hot-pot favorit Jungkook. Mereka makan bersama, saling menyuapi dari sendok yang sama, bercengkerama dan bersenda gurau.
Sepulang dari restoran, Jungkook memaksa Taehyung untuk memberinya kesempatan main di ranjang, namun Taehyung menolak, masih berpegang pada prinsip yang sudah ia sampaikan sepulang dari bukit. Tak tahunya, 5 hari setelah itu, Taehyung memergoki Jungkook tengah mencium dan memeluk mesra direktur Luhan di depan rumah reotnya.
Taehyung menambah volume televisi hingga mencapai maksimal. Ia sudah mensilent handphonenya, tapi tetap saja getaran dari benda persegi panjang warna putih itu mengganggu pikirannya. Apalagi ia tahu, yang menelponnya adalah Jungkook. Entah sudah berapa ratus panggilan yang ia abaikan. Taehyung tidak berniat menjelaskan apa yang membuatnya kecewa pada pria mesum itu, terlebih ini menyangkut direkturnya. Tak mungkin ia bisa bersaing dengan pria cantik dan kaya seperti Luhan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OVER HORNY KOOKV VERSION
Fiksi PenggemarJika napsu sudah bicara, maka hanya akan ada gairah yang menggebu. Membakar birahi, dan menyerukan kebahagiaan di antara norma yang memiliki sekat.