23

991 90 13
                                    

Happy Reading!!!

.
.
.
.

••








"Terus kenapa kamu jadi gaenak pikiran gitu?"

Oline menjatuhkan kepalanya tepat diatas lipatan tangan yang ia taruh diatas meja makan. Sepulang sekola tadi Devan menawarkan untuk mengantarnya dan Oline mengiyakan, ternyata Devan bersimpang terlebih dahulu untuk makan

"Yaa ucapannya itu loo Dev, kamu gak ada pikiran kemana gitu setelah aku ceritain semuanya tadi?"

Devan menaruh sendoknya terlebih dahulu agar lebih leluasa menjawab pertanyaan Oline, berpikir sedikit lebih keras atas ucapan-ucapan Oline yang sudah dikeluarkan sebagai cerita "shhhh kayanya ga ada deh, dia cuman mau pamer doang itu"

Oline mengangkat wajahnya kembali dan menatap Devan dengan lekat, sedangkan yang ditatap hanya mengangkat kedua alisnya dengan raut wajah tanda tanya "kenapa?"

"Ya apa kek gitu, kaya orang oon aja" Oline

"Yehhh Kalo ngomong-"

"Suka bener, iya emang kamu oon!" ucapan Devan tadi buru-buru Oline potong karna ia sedikit kesal pada lelaki itu. Devan pasrah saja, jika ia membalas yang ada makin merembet kemana-mana

"Minimal tenangin aku kek kaya yang Erine lakuin sesudah aku cerita" Oline masih belum ingin menghentikan kekesalannya ternyata

"Percuma ah aku cerita panjang lebar ke kamu" dengan sedikit kasar Oline menyantap kembali makanan yang sedari tadi ia anggurkan

Devan menggaruk-garuk pipinya yang tidak gatal sambil bergumam "Rival terkuat gua kayanya cuman Erine deh"

"Emang!"

Tidak menyangka akan mendengarkan gumamannya Devan sedikit tersentak disana. Melihat Oline yang kini dengan ogah melahap makanannya Devan memilih untuk lanjutkannya saja

Satu minggu sudah berlalu, tetapi Oline masih saja kepikiran. Terkadang ia ingin menghilangkan pikirannya yang sangat sensitif jikalau ada hal yang menurutnya janggal atau ada sesuatu dibalik kata-kata yang diucapkan pada sang lawan bicara

Devan menatap wajah wanita dihadapannya, hanya terhalang meja yang menapung makanan mereka. Ia mengerti- bahkan sangat mengerti dan paham apa yang Oline ceritakan dan rasakan. Ia tidak ingin jika menjawabnya hanya akan membuat Oline berasumsi apa yang sudah terjadi, walaupun itu semua mungkin ada benarnya



















"Liiinnn"

"Pelan-pelan jalannya"

Langkahnya cukup jenjang karna kakinya yang jenjang pula, Oline terus saja melangkah tanpa henti. Jika saja Devan melangkah santai sudah pasti ia akan tertinggal cukup jauh

"Liin.. hati-hati nanti kamu jat-"

Akibat jalan tergesa-gesa melewati jalanan yang terdapat bebatuan kecil Oline terpeleset, untung saja ada Devan yang dengan sigap menangkap badannya dari belakang dan syukurnya ia tidak terjatuh

"Kan.. kata aku juga apa? pelan-pelan cantik" Devan menyentil dahi Oline pelan hingga yang merasa mengedipkan matanya dan mengubah posisi bebas dari jangkauan Devan

Oline berdeham guna menormalisasikan kondisinya. Devan hanya tersenyum dan mengambil tangan kosong wanita itu untuk ditautkan, mengambil langkah menuntun jalan ke arah parkiran motor yang Devan letakan

Terus-menerus merutuki dirinya sendiri dalam hati, Oline masih menggigit bibir bawah bagian dalamnya menahan rasa malu atas sikapnya yang menurutnya terlalu kekanakan. Tapi tidak salah kan ia bersikap seperti itu? Yaaa layaknya kita merajuk pada seseorang

Why Should You? (ORINE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang