EMPAT BELAS

113 19 0
                                    

PERHATIAN!!!
Sebelumnya saya selaku penulis cerita ini memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan dalam penulisan, kesamaan nama tokoh,tempat dan latar. Semua itu diluar kesengajaan saya.
Perlu digaris bawahi,cerita ini hanya karangan yang bersifat fiktif belaka jadi jangan menganggap terlalu serius cerita ini.
Follow akun penulis sebagai bentuk penghargaan karya ini.
Tinggalkan jejak dengan spam komen dan vote kalian.
Terima kasih dan selamat membaca.
Tertanda Penulis : Nurul Syifa

***

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

.
.
.
.
.
.

"Sakit itu
Ketika aku memikirkan kemungkinan buruk tentang kita
Dan hanya dapat berharap bahwa itu takkan pernah menjadi kenyataan."
-Aksara & Hujan-

***

Kedua netra milik Arana berbinar indah memandangi satu set cat air di genggamannya.

Kini, Arana dan Arkana tengah berada di sebuah cafe guna mengisi perut mereka dengan beberapa camilan usai membeli beberapa cat air untuk Arana. Tak hanya cat air, Arkana bahkan membelikan kanvas, kuas, dan palet baru untuk adik kesayangannya itu.

"Pandangi terus...lama-lama tuh cat warnanya merah semua, Ra." celetuk Arkana, membuat Arana menoleh padanya.

Arana menaikkan satu alisnya,"hah? Kok bisa jadi merah semua, Kak?"

"Karna dia nge-blush karena malu dipandangi sama cewek secantik kamu terus." ucap Arkana, mampu membuat Arana tertawa.

"Apaan sih, Kak! Kebiasaan ngegombalin mantan-mantan kakak nih pasti!" tuduh Arana.

"Dih, mana ada! Kakak tuh nggak ada mantan ya! My heart is still for Adira Elvetta." ucap Arkana sembari memukul-mukul dadanya pelan, bangga akan betapa setianya dirinya.

"Idih...masih terpaut cinta monyet ternyata." ejek Arana membuat Arkana melotot.

"Enak aja cinta monyet! Kakak tuh beneran sayang sama Adira, ya!" ujar Arkana membela dirinya.

Arana tertawa,"kak Arka..., kak Arka. Kapan sih kakak terakhir kali ketemu Adira? Pas kakak masih SMP, kan?" tanya Arana, mampu membuat Arkana terpaku sejenak.

Benar. Terakhir kali ia bertemu dengan gadis bernetra hitam itu ketika ia masih duduk di bangku SMP. Saat Adira sering berkunjung ke rumah mereka untuk menjenguk, menemani, bermain, atau mengerjakan tugas dengan Arana, diam-diam tumbuh sedikit perasaan dalam lubuk hati Arkana. Sifat pemalu dan sopan Adira membuat Arkana diam-diam menaruh perasaan pada gadis yang selalu menggerai rambut hitamnya yang indah itu.

Seulas senyum terbit di wajah Arkana. Lelaki itu bahkan masih mengingat apa warna pakaian yang Adira kenakan saat pertama kali mereka bertemu. Arkana menghela napasnya. Bagaimana kabar Adira-nya sekarang? Apa surai indah itu masih sebatas pundaknya atau bahkan sudah sepunggungnya? Apakah sifatnya yang pemalu itu masih melekat pada dirinya? Apa ia berhak menyebut gadis itu sebagai miliknya?

Aksara & Hujan (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang