PERHATIAN!!!
Sebelumnya saya selaku penulis cerita ini memohon maaf yang sebesar-besarnya jika ada kesalahan dalam penulisan, kesamaan nama tokoh,tempat dan latar. Semua itu diluar kesengajaan saya.
Perlu digaris bawahi,cerita ini hanya karangan yang bersifat fiktif belaka jadi jangan menganggap terlalu serius cerita ini.
Follow akun penulis sebagai bentuk penghargaan karya ini.
Tinggalkan jejak dengan spam komen dan vote kalian.
Terima kasih dan selamat membaca.
Tertanda Penulis : Nurul Syifa***
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
..
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Jika bersamamu akan sakit
Aku akan tetap memilih untuk bersamamu
Karena jika tanpa bersamamu pun, duniaku sama sakitnya."
-Aksara & Hujan-***
BUK!
"Eh! Eh! Eh! Copot, copot!"
Adira menghela napasnya seraya menatap tajam Arana yang berdiri tegak di sampingnya. Adira mendengus sebal sambil memperbaiki posisi ransel Arana kala sang empu tampak tak berselera untuk memperbaiki posisi ranselnya yang baru saja ia campakkan begitu saja saat masuk kelas tadi. Arana langsung duduk di bangkunya dan membenamkan wajahnya pada meja kala Adira sudah merapikan posisi ranselnya.
"Lu kenapa?" tanya Adira dan dijawab gelengan saja oleh Arana.
"Kak Aksa lagi?" tanya Adira, dan kembali dijawab dengan gelengan oleh Arana.
"Jadi?" tanya Adira, kali ini didiamkan oleh Arana.
Arana belum menceritakan tentang Arkana yang berkunjung ke rumah Jiha pada Adira. Ia tak ingin sahabatnya itu malah oleng ke kakaknya, karena ia tahu bahwa Tristan Mahendra sedang mengagumi sosok Adira Elvetta. Konfliknya dengan Arkana pun membuat Arana semakin malas untuk membahas sang kakak. Jadi, Arana memilih untuk diam saja.
Adira menghela napas gusar. Sahabatnya ini kalau sudah badmood bikin mood orang lain ikut rusak saja.
Sementara Arana, gadis itu kembali mengingat kejadian tadi malam. Arana akhirnya diantar pulang oleh Arkana meski keduanya saling diam selama perjalanan maupun sampai rumah. Arana menenangkan Jiha usai mereka sampai di rumah, lantas masuk ke dalam kamarnya tanpa mengucapkan sepatah kata pun pada Arkana.
Tadi pagi saat Arana hendak berangkat sekolah, ia melewati Arkana-yang telah menunggunya siap-siap guna mengantarnya ke sekolah begitu saja dan lebih memilih untuk diantar mang angkot ketimbang sang kakak. Sungguh, Arana masih tak menyangka jika sang kakak akan membentaknya tadi malam.
Arana tahu dirinya kemarin gegabah, ceroboh, atau lain sebagainya. Tapi, apa salah jika dirinya mengkhawatirkan kakak kandungnya sendiri?
Bukan tanpa alasan Arana mengkhawatirkan Arkana sampai sebegitunya. Luka Arkana tempo hari tak bisa dianggap remeh. Lebam dan darah di mana-mana cukup untuk membuat Arana parno hingga akhirnya memilih untuk menunggui sang kakak di taman kota hingga tengah malam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara & Hujan (TERBIT)
Teen FictionTak pernah mengharapkan kehadiran hujan sejak ia duduk di bangku sekolah dasar, disebabkan hujan selalu mengingatkannya akan luka masa lalu itu. Gadis dengan kedua netra berwarna hazel itu berpikir, bahwa hujanlah penyebab luka sedalam itu pada dir...