Bab 16. Siapa pria itu?

4K 254 1
                                    

Happy Reading!
Janlup tinggalin jejak!!

***

Baru beberapa saat setelah Rhea memejamkan mata, ia tiba-tiba merasakan sebuah tangan besar membelai rambutnya dengan kelembutan yang menenangkan. Hasrat untuk membuka mata dan melihat siapa pemilik tangan lembut itu membara di dalam dirinya, namun tubuhnya seakan tak mampu bergerak. Rhea merasa seperti terjebak dalam belenggu yang misterius.

“Bianca, aku masih mencintaimu. Tetap mencintaimu dan akan selalu mencintaimu.”

“Sialan! Aku akan merebutmu kembali.”

“Mimpi indah, sayang.”

Cup.

Rhea merasakan sesuatu yang kenyal menyentuh keningnya.

Rhea terbangun dengan peluh membasahi dahinya dan jantung berdegup kencang. “Gila!” umpatnya.

“Siapa pria tadi?”

Pertanyaan itu terus bergema di benaknya. Mimpi buruk ini tak kunjung usai. Merasa tenggorokannya kering, Rhea berjalan menuruni anak tangga untuk mengambil segelas air.

Di tengah jalan, Rhea mendengar obrolan seseorang. Suara itu... sepertinya berasal dari kamar salah seorang maid.

“Bedebah! Mantra ini tidak bekerja dengan baik,” ujar seseorang. Dari suaranya, ia sepertinya seorang laki-laki.

“Kau harus bersabar, Kakak. Mungkin mantra ini memang belum bekerja dengan baik.” Pemilik suara kedua adalah seorang perempuan, terdengar lembut dan mendayu-dayu.

Rhea menggeram marah, mantra apa yang dimaksud? Apakah salah satu pelayannya menyimpan niat jahat?

Dengan penuh keberanian, Rhea mengayunkan pintu kamar di depannya yang ternyata tidak terkunci. Tatapannya mengembara, mencari sosok pemilik suara itu. Namun, sia-sia, tak seorang pun ada di sana.

Sekujur tubuh Rhea merinding. Ia berbalik dengan cepat, namun terkejut menemukan Emi telah berdiri di belakangnya.

Emi menundukkan kepala, suaranya lembut. “Duchess, apakah ada yang dapat saya bantu?” tanyanya.

“Apakah tadi kau berbicara dengan seorang pria?” tanya Rhea, membalas pertanyaan dengan pertanyaan. Meskipun Emi adalah pelayan pribadinya, namun dia tidak pernah membantu keperluan Rhea.

“Apa maksud Anda?” Emi terlihat bingung. “Mohon maaf, Duchess. Kami para pelayan baru saja selesai membersihkan kastil. Saya hanya ingin beristirahat sejenak di kamar ini, dan tiba-tiba Anda sudah ada di sini,” jawab Emi panjang lebar.

“Apakah kau tadi berbicara dengan seorang pria? Jangan berbohong kepadaku!” Rhea meninggikan suaranya.

Tatapan tajam Rhea membuat Emi semakin gugup, tangannya meremas-remas ujung gaunnya. “A-anda bisa bertanya langsung ke para pelayan yang lain, Duchess.”

“Lalu, mengapa kau tidak pernah membantuku bersiap atau melakukan hal lainnya?” Rhea menatap Emi dengan tajam, tangannya terlipat di dada.

Emi menelan ludah, suaranya bergetar. “Se-sebenarnya, Duchess, itu adalah perintah dari Yang Mulia Duke. Tuan Duke berpesan agar saya tidak membantu Anda lagi sebagai hukuman karena Anda telah kabur selama beberapa hari.”

Melintasi Garis Waktu (On Going)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang