Balas yang Mana Duluan Nih?

225 45 24
                                    

Semenjak kemarin sore atau lebih tepatnya setelah Sabrina menghasut untuk menjadi salah satu user di Speed Dating, gue tidak bisa mengenyahkan pandangan dari layar gawai. Gilanya, selalu saja ada keinginan untuk mengetahui apakah ada yang matched di setiap menitnya! Padahal, yang sudah matches seperti Andhika dan Sentanu saja, belum gue sapa-sapa hingga ada notifikasi yang mengingatkan sisa waktu.

Karena tidak ingin melewatkan mereka berdua, tapi juga belum siap untuk menyapa, akhirnya gue memutuskan untuk mengambil paket premium! Selain bisa menuliskan preferensi lebih dari dua, menggunakan fitur anonim chat before match, paket mahal itu juga memberi waktu expired selama 72 jam. Lumayanlah, untuk mempertimbangkan ini itunya terlebih dahulu.

"Eh, Aul! Tumben lo makan sambil bolak-balik ngeliatin handphone," komentar Mbak Mega tepat setelah kami selesai makan siang bersama. "Lagi nungguin chat dari klien?" lanjutnya.

"Ah, nggak kok, Mbak," jawab gue yang langsung mengingatkan dia yang katanya mau mampir ke minimarket sebelum kembali ke kantor.

"Lo mau ikut atau balik duluan?" tanyanya lagi.

Gue menimbang sejenak, "Kayaknya gue duluan aja, deh, Mbak. Nggak apa-apa, kan?" Mbak Mega menganggukkan kepalanya dan di sinilah kami berpisah. Di depan gerobak Ketoprak Pak Yo. For your information, ini salah satu ketoprak enak yang ada di Bendungan Hilir.

Di sepanjang jalan menuju kantor, gue berpikir sambil sesekali melihat layar ponsel. Berharap semua profil yang gue swipe kanan dari malam Minggu hingga Senin dini hari tadi, membuahkan hasil. Apakah mungkin? Apakah yang sedang gue lakukan ini benar? Apakah aplikasi ini benar-benar akan mempertemukan gue dengan seseorang yang bisa membuat hati gue berdebar lagi?

Gue kembali melihat layar. Bertepatan dengan itu sebuah notifikasi dari whatsapp muncul. Gue sontak menghentikan langkah, menepi lalu membaca pesan yang dikirimkan oleh Bu Shapire.

Bu Bos
Lia, ada Hanif di kantor
Dia mau bertemu kamu

Dengan dahi mengerut, gue mempercepat langkah. Seingat gue, tidak ada janji temu di antara kami. Lalu, apa yang dilakukan olehnya di kantor?

"Saya mau mengantarkan PO dan Surat Perintah Kerja atas penawaran kemarin," jelasnya yang membuat gue sedikit tercengang. Sejak kapan PO dan SPK diantar langsung oleh Pak Hanif ? Ke manakah OB kantornya?

"Oh, terima kasih sudah mengantarkannya secara langsung, Pak Hanif. Dokumennya saya proses ke bagian finance, ya." Pak Hanif menganggukkan kepala lalu berpamitan pada gue.

Begitu pria itu berlalu, Bu Shapire memanggil gue ke ruangannya. Sudah bisa ditebak, beliau pasti mempertanyakan mengapa Pak Hanif yang mengantarkan dokumen itu ke kantor.

"Sejujurnya saya tidak tahu dan tidak menanyakan pada beliau, Bu," ujar gue kemudian menyerahkan dua kertas tersebut.

"Sebenarnya, saya senang kalau PO dan SPK keluar kurang dari seminggu setelah kita kirim surat penawaran, tapi kalau diantar langsung sama Mas Hanif seperti ini..." Menjeda perkatannya, Bu Shapire menampilkan senyum sejuta arti pada gue. "...ya, saya lebih senang lagi! Apalagi kata Mbak Sarah, dia masih single loh, Lia."

"Eh, saya nggak ada hubungan apa pun dengan Pak Hanif kok, Bu. Bahkan,  saya nggak berniat untuk mengenal beliau lebih dari sekadar klien kantor kita."

Bu Shapire masih melengkungkan senyumnya. Dia lalu menyentuh bahu gue. "Dulu, saya nggak percaya kalau manusia itu bisa berjodoh dengan orang yang tidak disangka-sangkanya, tapi setelah bertemu, jatuh cinta dan menikah dengan suami saya, saya percaya banget dengan kalimat itu." Bu Shapire berpesan, jangan terburu-buru menolak apa yang disuguhkan semesta. "Kadang, apa yang begitu kita harapkan, malah menjadi hal  yang paling membuat kita kecewa."

Bu Shapire benar. Buktinya saja Mas Bayu. Dia adalah orang yang paling gue harapkan saat itu. Namun, nyatanya sebaliknya. Laki-laki itu justru menjadi tokoh paling antagonis yang membuat gue terluka.

Setelah mengiakan ucapan Bu Shapire, gue bergegas memproses dokumen Pak Hanif. Seperti biasa, gue pun langsung sibuk menyiapkan jadwal, module, pengajar dan juga menghubungi divisi sertifikasi. Terlebih,  training dan sertifikasi yang diminta adalah Welding Inspektor level standar. Itu artinya, gue juga harus menyiapkan instruktur untuk mengajarkan bagaimana pengujian tak merusak seperti penetrant test, magnetic test dan ultrasonic test dilakukan.

"Trainingnya mulai kapan, Ul?" tanya Mas Yusuf yang dengan baiknya, membantu gue untuk meminjam sample dan alat pengujian.

"Tanggal lima belas, Mas," jawab gue sembari mengetik sebuah pesan untuk Pak Epri, instruktur andalan kantor ini.

"Ngebut banget sih mintanya," komentarnya yang mengundang Mbak Mega untuk mengeluarkan suaranya.

"Kayaknya mereka mau ikut tender deh." Tumben, Mbak Mega memberikan komentar yang masuk akal. "...atau bisa juga karena Pak Hanif sudah kebelet mau modusin si Aul."

Gue berdecak kesal. Baru saja billang 'tumben', eh, ternyata tetap dikeluarkan gosipnya. "Jangan menebar gosip deh, Mbak," larang gue dengan serius.

"Eh, gue nggak gosip. Gue cuma mengungkapkan kemungkinan. Lagi pula, fakta berbicara kalau akhir-akhir ini Pak Hanif getol banget ke sini, kan?"

Baru saja gue mau menanggapi, sebuah notifikasi dari Speed Dating muncul.

Hai Speedy! Yuk, chat calon pacarmu!

Tanpa menunda, gue segera membukanya. Seperti yang gue katakan, gue sangat penasaran, siapa yang matched dengan gue, meskipun setelahnya tidak langsung gue sapa.

Satria, 32 tahun.
Tampan dan sudah mapan. 

Gue menyipitkan mata. Memperhatikan foto seorang pria bertinggi badan tidak lebih dari 160 cm yang sedang berdiri di depan Mercedes klasiknya. Masa iya, gue pernah swipe kanan yang modelan begini? Wajahnya memang enak dipandang, tapi tampak sekali kalau pria ini tukang pamer!

"...jangan terburu-buru menolak sesuatu yang disuguhkan semesta, Lia..."

Tiba-tiba saja nasihat Bu Shapire terlintas di benak gue hingga pada akhirnya jari-jari ini mengetikkan sebuah kalimat sapaan untuk ketiga orang yang telah matched dengan gue itu.

Tidak sampai satu menit, pesan balasan dari mereka bertiga pun masuk hampir bersamaan. Eh... eh.. bagaimana ini? Panik? Oh, tentu saja! Bahkan gue lebih pusing kepala saat melihat pesan balasan dari Andhika, Sentanu dan Satria daripada mengurus training di kantornya Pak Hanif.

Andhika
Hai, juga Aulia.
Salam kenal, ya, cantik!
Anyway, aku sempat takut kalau match kita expired loh

Sentanu
Hai Aulia,
Kenapa baru chat sekarang?.
Kita kan matchednya dari Sabtu malam
Pulang ini mau ketemuan, kah?

Satria
Aulia ini nama asli kamu?
Kerja di mana?

Kalau sudah begini, yang harus dibalas, yang mana duluan, ya?

Well, kalau kamu jadi Aulia, siapa duluan yang akan kamu balas?
Ayo ramaikan kolom komentar dengan jawaban kalian!!
.
.
.
Kak Rurs with💎

Speed Dating (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang