Ini Dating atau Meeting?

238 51 30
                                    

Kalau saja Mas Duda tidak mengatakan kalau dirinya sedang mencari vendor yang bisa memberikan pelatihan secara in-house, sudah pasti gue tidak ada di sini. Di sebuah kafe yang terletak di kawasan Palmerah. Menurut penuturan laki-laki bernama lengkap Sentanu Widyatmoko, pabriknya terletak di Cilegon, tapi kantor pusatnya di Jakarta Barat. Pernyataannya pun didukung dengan sebuah kartu nama yang kini sudah ada di tangan gue.

"Ngomong-ngomong, Mas kalau ke kantor pusat gini, berapa kali seminggu?" tanya gue setelah pria berwajah manis itu kembali dari toilet.

"Nggak bisa ditentukan. Pokoknya begitu kantor pusat panggil, ya, saya ke Jakarta." Kemudian Mas Sentanu menjelaskan alasan mengapa dirinya ngebet banget ngajak gue ketemuan. 

"Mumpung saya sedang di Jakarta, jadi mengapa tidak kalau kita langsung ketemuan. Terlebih, dari deskripsi yang saya baca, kamu ini kan staf in-house training bidang welding. Nah, kebetulan banget, pabrik kami sedang butuh. Ada sekitar dua belas welder yang harus dilatih dan disertifikasi."

"Weldernya baru kerja atau sudah berpengalaman, Mas?" tanya gue sembari mulai mencatat.

"Dari info yang saya dapatkan,  mereka semua baru lulus smk." gue mengangguk-anggukkan kepala.

"Mau disertifikasi skema nasionalkah?"

"Memangnya selain itu, ada skema apa lagi?" tanyanya balik yang membuat gue tersenyum karena inilah saatnya gue beraksi. Menjelaskan sesuatu dengan kalimat-kalimat provokatif guna mempersuasinya.

"Skema di dunia welding itu secara umum ada tiga, Mas. Ada skema international, kalau peserta lulus ujian, maka akan mendapat dua hal. Diploma yang berlaku seumur hidup dan sertifikat keahlian mengelas." Melihat betapa seriusnya Mas Duda mendengarkan penjelasan ini, gue jadi tertawa di dalam hati. Pasalnya, kami justru seperti dua representatif kantor yang sedang melakukan business meeting daripada dua insan yang sama-sama mencari pacar melalui dating apps.

"Dua skema lainnya adalah skema regional dan nasional. Keduanya sama-sama mengeluarkan sertifikat yang berlaku selama tiga tahun. Yang membedakan hanyalah tempat berlakunya. Kalau sertifikat nasional, biasanya disyaratkan untuk proyek-proyek nasional saja."

"Kalau kantor saya sudah bersertifikat ISO 3834, sebaiknya menggunakan skema yang mana?"

"Sudah pasti yang international, Mas." Mas Duda tampak mencatat sesuatu di tabletnya.

"Durasi dan biaya untuk welder international itu bagaimana?"

"Biasanya, akan dilakukan pelatihan selama tujuh hari pelatihan, tiga hari ujian. Untuk biaya, kisarannya, dua belas sampai lima belas juta." Mas Duda kembali mencatat.

"Sepertinya ini yang benar-benar kantor saya butuhkan." Mas Duda kemudian menyuruh gue untuk segera mengirimkan surat penawaran resmi ke emailnya. Kalau proyek ini gol, apa yang harus gue katakan pada Bu Shapire? Masa iya, gue bilang kalau ini cuan via jalur dating apps?

Selesai dengan urusan kantor, Mas Duda langsung mengubah topik pembicaraan kami. "Ngomong-ngomong, kamu sudah lama main speed dating?" tanyanya lalu menyesap cappucino tanpa gulanya.

"Baru dari hari Sabtu kemarin sih. Kalau Mas Sentanu?"

Dia tersenyum dan sederet gigi putihnya terlihat. Jujur saja, gue terpesona karenanya. Ah, ternyata, pesona duda memang semengerikan itu, ya! "Sudah satu bulan dan yah, taernyata sesusah itu mencari perempuan yang mau berhubungan dengan duda."

"Oh, iya?" Gue benar-benar tidak percaya dengan pernyataannya. Masalahnya, Duda ini masuk kategori yang digandrungi oleh ani-ani dan para sugar baby. Wajahnya manis, khas mas-mas Jawa, postur tubuhnya tinggi dan berotot. Jabatannya kepala pabrik dan mengendarai mobil pula!

Melihat Mas Sentanu menganggukkan kepala, "Memangnya apa alasan mereka nggak mau berhubungan dengan seorang duda?" Gue mengajukan pertanyaan yang di detik selanjutnya dilemparkan balik ke gue.

"Kamu sendiri, kenapa mau nge-swipe kanan saya? Apakah itu artinya kamu memberikan kesempatan pada seorang duda ini?" Kalau gue bilang tidak sengaja swipe kanan, itu akan melukai egonya nggak, sih?

"Justru, di saat saya menggeser foto ke kanan, saya ingin memberikan kesempatan bagi diri saya sendiri untuk mengenal pria yang profilnya memenuhi kriteria minimum saya sih, Mas. Kalau sama-sama geser kanan ya, syukur. Kalau tidak, ya, cari yang lain." Hebat sekali gue berkata-kata! Ckckckck

"Jadi, saya masuk kriteria minimum kamu?" Mas Sentanu menatap gue dengan sorot mata elangnya.

"I-iya bisa dibilang begitu." Gue yang mulai salah tingkah, memilih untuk meminum hot vanilla latte.

"Kamu cari pacar atau suami?" Kalau gue jawab cari orderan buat kantor, dia marah nggak, ya?

"Cari pacar yang pada akhirnya jadi suami," jawab gue yang membuat dia terkekeh. Jangan tanya bagaimana keadaan jantung gue! Nggak! Jantung gue nggak aman.

"Terakhir pacaran kapan?"

"Hmm... tiga tahun yang lalu." Wajah Mas Bayu seketika muncul di benak gue.

"Itu setelah pacaran berapa tahun?" tanyanya lagi dengan penuh minat. Mas Duda punya jiwa kepo juga ya?

"Satu setengah tahun, Mas."

"Alasan putusnya karena apa?"

Gue mengembuskan napas. "Dia selingkuh. Bahkan sampai selingkuhannya hamil anaknya."

"Wah, maaf karena saya membuat kamu membuka luka lama."

Daripada gue ditanya-tanya terus, maka kini giliran guelah yang mengajukan pertanyaan. "Haha nggak apa-apa, Mas. Oh, iya, menurut Mas, hubungan yang berhasil itu harus yang bagaimana, sih?" Sebagai seseorang yang sudah pernah gagal dalam membina rumah tangga, seharusnya Mas Duda bisa menjawabnya.

"Belajar dari kegagalan sendiri, hubungan itu harus diisi dengan sikap saling antar dua insan yang ada di dalamnya. Saling apa saja? Connected, love, trust, respect, autonomy, intimacy, security, acceptance, empathy, affection, support, prioritization, and growth. Setidaknya, itu yang dibutuhkan di dalam hubungan agar semua tantangan bisa dilalui bersama."

Kalau tadi gue merasa kami sedang business meeting, maka sekarang gue merasa sedang mengikuti kelas dengan Mas Duda sebagai dosennya.

"Berdasarkan pengalaman saya, berbekal cinta saja tidak cukup untuk memasuki gerbang pernikahan," lanjutnya yang membuat gue menaikkan satu alis.

"Kalau cinta saja tidak cukup, lalu bagaimana jika pernikahan terjadi tanpa bermodalkan cinta sama sekali?" Melihat kening Mas Duda mengerut, gue lantas berkisah kepadanya. "Kata almarhumah Eyang Putri saya, waktu menikah, beliau belum cinta sama sekali dengan almarhum Eyang Kakung. Namun, seiring berjalannya waktu, cinta itu baru tumbuh dan pernikahan mereka awet hingga maut memisahkan."

"Kamu tahu kenapa hal itu terjadi?" Tentu saja gue menggeleng. "Karena yang menikah tanpa saling tidak saling cinta itu belum tentu tidak saling menghormati, saling percaya, saling mendukung, saling menerima, dan saling-saling lainnya. Pokoknya, selama mereka mau melakukan saling dalam hal-hal kebaikan, hubungan akan kuat."

Kali ini gue mengangguk paham sekaligus setuju dengan pendapatnya. Ternyata, tidak semengerikan itu bertemu dengan Mas Duda. Bahkan kalau bisa dibilang, gue sangat senang bisa berbincang-bincang di kala petang begini. Ah, rasanya sudah lama sekali tidak seperti ini.

Hai gengs! Maafkan aku yang baru kembali muncul!
Akhir mei kemarin, aku kena insiden di KRL Bogor-Jakarta Kota hingga bikin tangan kanan bermasalah. Di masa pemulihan, aku malah dikirim tugas ke luar kota dan baru kembali ke rumah di pekan ini!
Happy reading ya!
.
.
.
Kak Rurs with💎

Speed Dating (On Going) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang