Sejarah harus mencatat bahwa seorang Aulia Adreena Salim bisa juga terlambat tiba di kantor! Selain karena bangun kesiangan, KRL dari Depok ke Manggarai juga mengalami gangguan yang cukup lama sekali penanggulangannya! Ck! Untungnya tidak ada agenda meeting di pagi ini, jadi rasa bersalah gue nggak semakin menggunung.
Begitu gue di kubikel, "Tumben lo telat, Ul," Mbak Mega berkomentar sembari membawa secangkir teh hijau ke arah mejanya.
"Gangguan kereta, Mbak."
"Oh, pantesan, di X rame banget pada ngehujat-hujat KAI dan DJKA." Berbeda dengan netizen, gue malah harus berterima kasih. Sebab, gangguan yang tersiar secara nasional itu, menutupi kesalahan gue yang bangun saat jarum jam sudah menunjuk angka enam dan dua belas.
"Gangguan apanya, sih?" Mbak Mega bertanya, tapi wajahnya terlihat menghadap layar komputer. Tepat seperti dugaan gue, dia sedang mencari tahu melalui browser.
"Gangguan sinyal masuk ke stasiun Manggarai... Woilah, lagian ide siapa sih, tuh stasiun jadi pusat transit?" Mbak Mega terus membaca sambil berkomentar.
Belum sempat menanggapi, Bu Shapire sudah memanggil gue ke ruangannya. "Ada hal penting yang mau saya bicara," ucap beliau sebelum berbalik badan.
Jantung gue mendadak berdegup kencang. Bagaimana pun, hari ini gue sudah melakukan kesalahan fatal. Terlambat dua jam lebih! Dengan batin yang sibuk merapalkan doa-doa, gue mendatangi Bu Shapire.
"Saya pikir kamu tidak masuk di hari ini," ujarnya yang membuat gue langsung merasa kehabisan oksigen.
"Maaf, Bu, tadi kereta yang saya tumpangi mengalami kendala teknis." Bu Shapire tersenyum tipis sambil menggelengkan kepala.
"Kereta yang mengalami gangguan itu kereta yang berada di stasiun Pondok Cina di jam setengah sembilan. Itu artinya, sudah sejak awal kamu datang terlambat, hingga baru di jam segitu kamu naik ke kereta." Sungguh, memiliki atasan yang cerdas memang menganggumkan sekaligus bikin gigit jari!
Sebagai salah satu warga Cibubur, rute perjalanan ke kantor gue dimulai dengan naik ojek online menuju stasiun Pondok Cina selama 20 menit. Setelah itu, selama 30 menit gue berada di KRL menuju Stasiun Manggarai yang kemudian berpindah ke kereta yang bertujuan Stasiun Karet. Butuh waktu 10 menit untuk sampai di Stasiun Karet dan gue membutuhkan 10 menit lagi untuk membuat diri gue sampai ke kantor dengan menggunakan angkot 03 (jurusan Benhil-Roxy). Total waktu tempuh gue dengan keadaan normal adalah 70 menit. Jadi, karena tadi pagi gue baru berangkat dari rumah pukul delapan kurang, sudah pasti sampai di stasiun Pondok Cina setengah sembilan, dan sampai di kantor jam 10.23. Padahal gue masuk jam 08.00!
"Saya minta maaf, Bu," ucap gue penuh sesal sembari menundukkan kepala. Sejujurnya, gue nggak sanggup kalau harus melihat sorot kecewa dari mata Bu Shapire.
"No need to say sorry, Lia. Saya hanya ingin mengetahui bagaimana keadaan kamu. Are you really okay? Sebab saya berpendapat, jika ada kejadian yang jauh dari kebiasaan, maka pasti ada hal buruk yang menganggu."
Di detik ini juga, gue ingin menangis. Di mana lagi, gue bisa menemukan atasan seperti ini? Di saat seharusnya gue mendapat makian karena melakukan pelanggaran, gue justru dikhawatirkan.
"Saya baik-baik saja, Bu. Hanya saja, semalam saya sempat kesulitan tidur hingga bangun kesiangan dan datang ke kantor terlambat," ungkap gue yang membuat raut wajah Bu Shapire terlihat semakin cemas.
"Saya benar baik-baik, saja, kok. Ibu tidak perlu khawatir. Hal-hal seperti ini, saya pastikan tidak akan terjadi lagi di kemudian hari. Saya menyesal dan minta maaf ya, Bu." Kalau semalam gue tidak penasaran dengan anon chat, maka gue tidak akan bertemu lagi dengan Mas Bayu yang pada akhirnya menyebabkan gue susah tidur.
"Kalau benar baik-baik saja, saya ikut lega sekaligus senang. Sebab, alasan utama saya memanggil kamu ke sini adalah saya ingin kamu mempersiapkan seluruh dokumen untuk proses tender pelatihan yang sedang dibuka oleh Kementerian Ketenaga Kerjaan."
Dengan penuh semangat, gue menyambut tugas tersebut. Pasti gue akan sibuk, tapi selama semuanya sebanding dengan pundi-pundi yang akan didapatkan, tentu saja gue tidak keberatan.
Keluar dari ruangan Bu Shapire, gue langsung kembali ke meja untuk mempersiapkan surat penawaran yang harus gue kirim ke Mas Duda. Baru saja jari-jari gue ingin menari di atas keyboard, sebuah notifikasi muncul di layar gawai.
Sentanu
Semangat kerjanya, Aulia!
Kalau sore ini ada waktu, kita ketemuan lagi yuk
Sekalian bawa surat penawaran yang kemarin kita bahas juga boleh
Ajaibnya, pesan itu mampu membuat gue menarik dua sudut bibir ke atas. Astaga... gue nggak mulai jatuh cinta dengan duda yang satu ini, kan? Gue sengaja menampar pelan mulut ini agar mengembalikan garis bibir, tapi tidak bisa! Gue tetap senyum-senyum bahkan saat mengetikkan pesan balasan hingga mengerjakan surat penawaran untuk kantornya.Kembali ke ruangan Bu Shapire untuk mendapat acc, gue pun mendapatkan pertanyaan terkait asal usul permintaan training in-house ini.
"Kebetulan, saya kenal dengan kepala pabriknya, Bu," jawab gue apa adanya.
"Sebuah network yang mengagumkan," puji Bu Shapire yang kemudian mengkonfirmasi beberapa hal terkait teknis atas apa yang gue ajukan dalam surat tersebut.
Usai mengucapkan terima kasih, gue langsung meluncur ke ruangan Bu Sarah. Untungnya, di sana tidak ada Pak Pratama, jadi dalam perkiraan gue, urusan ini akan cepat selesai.
"Surat penawarannya kita kirim by email atau nanti diambil langsung kayak si Hanif itu, Ul?" Pertanyaan yang dilontarkan dengan raut wajah meledek itu, gue tanggapi hanya dengan senyum sopan.
"Rencananya, saya akan kasihkan langsung ke Pak Sentanu, Bu."
"Oke," sahut Bu Sarah yang kemudian membaca surat penawaran dengan seksama.
"Karena ini permintaan mereka yang pertama, kita belum bisa kasih diskon, ya," ucap Bu Sarah yang gue anggukkan dengan cepat.
Tepat saat gue mendapatkan tanda tangan Bu Sarah, ruangan marketing manager gue diketuk oleh seseorang. Dari suara yang terdengar, gue bisa tahu siapa yang ingin masuk ke dalam. Bima Sakti, anak tunggal Bu Sarah yang sudah berusia kurang lebih empat tahun.
"Masuk, Sayang," sahut Bu Sarah dan di detik selanjutnya, miniatur Pak Pratama melesat masuk ke dalam.
"Mami lihat apa yang baru Bima buat di sekolah!" serunya sembari berlari ke arah sang Mami.
Sesudah mencium tangan dan pipi Bu Sarah, Bima melihat ke arah gue. "Eh, ada Aunty Aulia," ucapnya yang gue balas dengan senyum.
Anak kecil menggemaskan itu pun mengulurkan tangannya, mencium tangan gue lalu menanyakan kabar gue. Sungguh, anak kecil yang terdidik dengan penuh tata krama.
"Kabar Aunty sehat nih. Bima bagaimana?"
"Bima juga sehat dan sudah bisa naik sepeda roda dua, loh, Aunty!" serunya yang membuat Bu Sarah mengangguk mengiakan.
"Oh, iya, tadi Bima kan mau nunjukin sesuatu sama Mami." Dikarenakan gue harus menyiapkan dokumen-dokumen tender dan juga tidak ingin menjadi penonton adegan manis yang nantinya bikin gue kepengen, maka gue pamit undur diri.
Baru saja gue akan menyandarkan punggung, sebuah notifikasi muncul di layar ponsel gue. Kali ini adalah sebuah chat ke whatsapp dari nomor yang tidak dikenali.
Sekarang main dating apps?
Bagaimana? Pasti belum ketemu yang lebih baik dari aku, kan?
BayuGue segera menutup mulut dan menahan sekuat tenaga agar tidak ada kata kasar yang keluar! Dasar pria bajingan! Mau apa lagi dia? Ck!
Hai gengs! Maaf baru update lagi kisahnya Mbak Aulia!
Ada yang nunggu kelanjutan ceritanya?
Selamat membaca lanjutan kisah Mbak Aulia!
Happy reading ya!
.
.
.
Kak Rurs with💎
KAMU SEDANG MEMBACA
Speed Dating (On Going)
ChickLitSpeed Dating "Just Swipe and Love" Setelah diselingkuhi, Aulia memilih untuk fokus membangun karir hingga tanpa sadar, sudah tiga tahun dia menjomblo. Di suatu sore, Akbar yang merupakan adik Aulia, mengatakan kalau dia akan melamar sang kekasih. N...