19. Tersisa penyesalan

15 5 0
                                    

Haloo hai, Assalamualaikum....

"BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM"

SELAMAT MEMBACA...

🍃🍃🍃

Kematian adalah sesuatu hal yang tak dapat di tebak. Jadi, jangan lupa mempersiapkan diri menyambutnya, agar tak ada penyesalan saat di akhirat kelak...

_prlni_

☁️☁️☁️

Aku berlari sekuat tenaga dari parkiran menuju ruangan ICU. Setelah mendapatkan kabar bahwa pasiennya sedang mengalami kolaps, maka Om Narendra sebagai dokter Spesialis Jantung, segera menuju rumah sakit. Aku yang ingin memastikan bahwa Permana yang di maksud adalah Ayah atau bukan memilih ikut bersama Mazaya.

Setelah sampai di ruang ICU, nampak di dalam ruangan dengan pelindung kaca tersebut, terbaring lemah seorang lelaki paru baya yang sangat ku kenali.

"Ayah..." Ucapku lirih.

Melihatnya di penuhi dengan alat alat medis seperti itu membuatku tak tega. Sebagai seorang anak, naluri dan hati nurani ku masih berfungsi, tetapi selama ini terhalang gengsi dan keegoisan.

Aku terus memandang Ayah di dalam sana. Dokter Narendra sudah berada di dalam untuk memeriksa keadaan Ayah. Mazaya yang berada di samping ku, berusaha menenangkan dengan mengelus pelan pundakku.

Dari arah lain, Naura dan Tante Rika berlari ke arah kami.

Mereka sempat memandang ku dengan tatapan tak suka, tetapi kembali fokus kepada Ayah.

"Sekarang kak Yunda berani datang ke sini?" Naura menghampiri ku.

"Dia Ayah ku!"

"Kenapa baru sekarang kak? Kemarin kemarin kemana aja."

Aku hanya terdiam, tak ingin berdebat dengan Naura dalam kondisi seperti ini. Selain itu, aku juga sadar bahwa memang faktanya aku egois, seperti yang Naura katakan waktu datang ke kontrakan ku beberapa hari lalu.

"Nau, tenang, jangan memancing keributan." Ucap tante Rika, menarik Naura dari hadapan ku.

Kami kembali fokus memandangi Ayah yang masih di tangani dokter di dalam sana. Tetapi, detik selanjutnya perasaan ku mendadak tak enak, sebab melihat Ayah mulai di bantu dengan alat pengejut jantung atau biasa di sebut AED (Automated External Defibrillator)

Ya Rabb, kali ini biarkan Ayah selamat. Hamba berjanji ya Allah, jika engkau menyelamatkan Ayah, Hamba akan kembali kepada Ayah, dan melupakan semua yang terjadi di masa lalu.

Dalam hati terus saja aku merapalkan do'a untuk keselamatan Ayah, hingga tak sadar air mata ku lolos terjatuh begitu saja.

Tak berselang lama, dokter Narendra keluar dari dalam ruangan ICU. Ia menghampiri kami, melepas masker lalu menghembuskan nafas lelah.

"Maafkan saya, tetapi nyawa pak Permana tidak bisa kami selamatkan, beliau sudah tiada."

Mendengar itu, pertahanan ku runtuh. Aku luruh ke bawah lantai, menunduk pasrah sembari terisak memegang dadaku yang terasa sesak.

Langit dan KenangannyaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang