11. TERTANGKAP BASAH

50 10 4
                                    

Jangan lupa votement ya guys!

SMA GARUDA RAYA, 08.20

          Teringat jelas dalam ingatan Hana, dulu saat masih kecil pada satu waktu di hari minggu ia ingin sekali pergi piknik keluarga seperti teman-teman sekolahnya, tapi tak bisa karena kedua orang tuanya tak pernah berada di rumah.

Saat hari Senin tiba, semua anak di kelasnya membicarakan piknik bersama keluarga mereka, sedangkan Hana hanya diam dan pergi ke bangkunya yang berada di pojok belakang. Ia hanya bisa mendengar cerita-cerita menyenangkan teman-temannya itu tapa bisa menceritakan hal yang sama, ia iri.

Begitu pula saat pengambilan rapot, bukan orang tuanya yang datang. Entah itu bawahan Ayahnya, atau Bibi Elena --Ibu Radika-- yang mengambilnya. Apalagi saat ia berbuat onar, orang tuanya tak pernah datang sebesar apapun kenakalan yang akan Hana perbuat.

Ia sering mendengar bahwa kehidupan yang ia miliki adalah sebuah keberuntungan, tapi bukankah keberuntungan menurut setiap manusia itu berbeda-beda? Ia tidak menginginkan keberuntungan yang dikatakan orang-orang itu.

Ada banyak yang ia miliki, tapi dirinya merasa sepi. Adaa banyak hal yang ia miliki, tapi rasanya semua itu hanyalah kepalsuan.

Bukan benar-benar miliknya.

Terkadang Hana berpikir, bahwa segala yang ia punya saat ini sudah sepantasnya begini. Berniat mensyukuri. Tapi saat ia sadar ia melalui semua hal dari kecil sendiri tanpa ada ingatan manis tentang keluarganya, ia merasa, apa semua ini benar-benar sepadan?

Saat perlahan-lahan ia dewasa ia hanya menyadari satu hal, jika tidak mencoba melepaskan diri mulai sekarang, mungkin ia akan benar-benar terjebak, dan orang-orang itu akan menganggap bahwa dirinya akan baik-baik saja karena harta yang ia miliki.

Dan terutama orang itu akan berpikir bahwa dirinya bukan-bukan apa-apa dan tak akan pernah menjadi apa-apa tanpa nama belakang miliknya.

Saat memasuki bangku SMA, akhirnya ia memutuskan menyembunyikan nama belakangnya. Hana rasa nama itu semakin lama semakin berat ia sandang. Ia merasa tak bebas, hatinya merasa berat, nafasnya terasa sesak hanya dengan membayangkan masa depannya dengan nama itu.

Ia membenci nama itu. Nama yang membuatnya kesepian. Nama palsu yang terlalu meremehkannya bahwa dia sebenarnya bukan siapa-siapa.

Bagi Hana nama belakangnya itu seperti sebuah kutukan, Hana ingin melepasnya. Mungkin jika namanya hanya Leviana Hana, hidupnya akan jauh berbeda.

"Lo ada masalah ya Han?"

Hana tidak menjawab pertanyaan dari Aira, ia memikirkan sesuatu, cepat atau lambat ia harus memikirkan cara untuk bertahan hidup jika ingin membuang nama belakangnya. Lagipula melarikan diri begitu saja bukanlah sebuah solusi.

Hana menginginkan balas dendam dengan sebuah pembuktian tentang rasa sakitnya.

"Sofia mana?"

"Ke toilet katanya."

"Gue mau ke kantin, laper."

"Ikut."

***

Suasana kantin terlihat ramai dan penuh. Mungkin karena hari ini adalah hari tenang setelah ujian tengah semester empat hari berturut-turut minggu ini. Hampir semua siswa di lantai dua berkumpul di kantin.

Hana melihat cowok itu lagi, Sean. Dia bersama teman-temannya, tertawa cerah seperti matahari. Padahal ia ingat dengan jelas minggu lalu saat di ruang ganti, sikapnya tidak seperti itu saat kedua temannya mendatangi cowok itu.

"Han?lo kok disini?"

Hana menoleh kebelakang, melihat sepupunya yang sekarang memandangnya penasaran. Seolah-olah tersadar, ia menunduk diam-diam merutuki niatnya tadi. Dilain sisi, padahal Hana sudah pernah berpesan kepada Radika untuk berpura-pura tidak mengenalnya.

Aku dan Kamu : Berandalan dan Si Kemayu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang