'Bunda mana, ya? Kok belum jemput aku?'
Caine kecil tampak celingak-celinguk didepan gerbang sekolah SD, mencari keberadaan sang bunda, Yuka.
Beberapa saat kemudian, ia melihat sang bunda melambaikan tangannya di seberang jalan.
Caine merasa bahagia, tanpa pikir panjang, ia pun langsung berlari menyebrang tanpa melihat ke kanan dan ke kiri.
Tepat saat itu, ada truk besar yang melaju lumayan kencang dari arah kanan. Caine tak sadar akan hal itu tapi Yuka menyadarinya.
Dengan sekuat tenaga, Yuka berlari kencang kearah Caine dan dengan cepat mendorong Caine, kejadian itu sangat cepat.
Caine terpental lumayan jauh dari tempat ia didorong oleh Yuka, dan Yuka terpental sejauh 5 meter dari tempat ia tertabrak.
Sopir truk melarikan diri, tempat kejadian langsung ramai dengan banyak orang.
Yuka tewas ditempat, Caine mengalami beberapa luka lecet.
Banyak yang mengerumuni jasad Yuka dan juga banyak Ibu-ibu yang membantu Caine meredakan shock yang dialaminya.
'Ngga apa apa, nak.' ucap salah satu ibu ibu yang menenangkan Caine.
Tak lama terdengar sirine polisi dan ambulans, tempat kejadian langsung di amankan oleh polisi, jasad Yuka langsung diurus dan Caine pun dibawa ke dalam ambulans karena mengalami luka luka.
Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, Caine hanya bisa diam, menatap kosong ke arah kantung jasad yang berisi mayat Yuka.
Dokter yang berada didalam ambulans pun tak henti henti menghibur Caine, sambil mengobati lukanya, tentu saja.
"Bu dokter, bunda ngga apa apa, kan?" tanya Caine sambil mengedipkan matanya berulang kali, matanya memerah menahan tangis, suaranya pun terdengar lirih.
Dokter serta perawat yang ada didalam ambulans hanya bisa saling lirik satu sama lain.
Tak lama, mereka pun sampai dirumah sakit, Yuka langsung diurus dan dibawa ke kamar jenazah sedangkan Caine dibawa ke kamar rawat untuk mengobati lukanya lebih lanjut.
Tak lama Caley, papa Caine, datang ke rumah sakit dengan tergesa-gesa, dengan segera ia menuju kamar jenazah tempat jenazah istrinya diletakkan.
Caley menatap jasad sang istri yang kondisinya jauh dari kata baik baik saja, lengannya yang hancur, tubuhnya yang dipenuhi luka luka serius, meski sudah dimandikan tapi tetap tak bisa menutup luka luka tersebut.
Caley menangis keras disamping jasad istrinya, terus menerus berkata bahwa ini semua bohong.
Nyonya Jira, ibu dari Caley, menghampiri anak lelakinya yang sedang terpuruk sedih.
"Nak, ikhlaskan Yuka, ya?" ucap Jira sambil mengelus ngelus punggung kokoh milik anaknya.
"Bu, kenapa tuhan mengambil Yuka dari sisi Caley, Bu?" tanya Caley dengan lirih, sesekali ia sesenggukan.
Jira hanya bisa mengelus punggung anaknya sambil mengucapkan kata kata penenang.
"Caley, kamu ngga mau jenguk Caine, kah? Kasihan dia, dia melihat sendiri ibunya tertabrak." ucap Jira dengan lembut, mendengar Jira mengucapkan nama Caine, pandangan Caley langsung menggelap.
"Buat apa aku jenguk dia, Bu? Dia pembunuh! Dia pasti sengaja!" ucap Caley dengan nada emosi.
"Nak, tapi-" Belum sempat Jira menyelesaikan ucapannya, Caley sudah lebih dulu berjalan keluar dari kamar jenazah menuju kamar rawat Caine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always An Angel, Never A God. [RionCaine]
Short StoryCaine Chana dengan segala struggle kehidupannnya. "Ma, pa, Caine ngga sehebat itu untuk memenuhi ekspektasi kalian." warn! •bxb, homophobic? ngga usah baca! •typo bertebaran •mental health, insecurities. happy reading ~