Caine terbangun dengan posisi ia bersandar di pintu kamarnya, ia terbangun pukul 03.40.
Pusing ia rasakan, panas mendera di sekujur tubuh, lemas dan sesak yang membelenggu dirinya membuatnya susah untuk bangun menuju kasurnya.
Dengan perlahan ia pun bangkit dari duduknya dan berjalan pelan menuju kasur, sesekali oleng karena kepalanya serasa mau pecah.
Bisikan bisikan mengerikan selalu melintas dipikirannya.
Caine memukul mukul kepalanya guna menghilangkan bisikan itu, namun bukannya hilang, bisikan itu semakin menjadi jadi.
Caine terduduk disamping kasur dengan tangan yang menutup kedua telinganya, sambil sesekali bergumam.
Ngga! Aku bukan pembunuh!
Diem!
Stop! Berhenti!
Bunda..
Caine menggelengkan kepalanya dengan heboh, berusaha menghalau air mata yang hampir mengalir, ia dengan cepat menghapus air matanya dan bangkit dari duduknya menuju kasur di sebelahnya.
Terduduknya Caine di kasur, pikirannya melayang ke masa lampau, masa dimana ia masih menjadi bungsu kesayangan, masa dimana keluarga sangat sangat harmonis.
"Anak papa hebat! Bagus sekali lukisan kamu, sayang." ucap Caley kala itu sambil mengelus rambut Caine.
Caine kecil tersenyum senang, sambil terus memamerkan hasil karyanya kepada keluarganya.
"Kamu lukis apa ini, dek?" tanya Gerald.
"Ini lukisan keluarga kita, disini ada aku dan Abang yang lagi main ayunan, terus ada bunda sama papa yang lagi liatin kita berdua, hehe." jelas Caine sambil tersenyum senang.
"Kerennya, papa bangga sama kamu!"
Caley memeluk erat tubuh Caine kecil sambil memberikannya ciuman ciuman hangat di kepalanya.
Papa, Caine masih ingin dimanja, Caine masih ingin dipeluk, Caine masih ingin di cium hangat, boleh, kan?
Bunda, apa kabar bunda disana? Caine kangen, bunda tahu? Lukisan keluarga yang Caine buat kala itu, dibakar sama papa karena lukisan itu mengingatkan papa sama bunda, padahal lukisan itu ngga salah, kan, bunda? Caine beli semua alat lukis menggunakan uang Caine sendiri, kenapa papa bakar gitu aja hasilnya? Papa masih bangga sama Caine, kan?
Abang, Caine kangen main sama Abang. Semenjak kejadian itu, Abang jadi menjauh dari Caine, dan Abang bilang kalo Caine itu anak nakal, Abang bilang kalo Caine itu penyebab bunda meninggal, padahal itu takdir. Kata Oma Jira itu takdir, dan kita ngga bisa menyalahkan takdir. Kenapa Abang malah nyalahin Caine? Yang kehilangan bukan cuma Abang, tapi Caine juga.
•••
Pagi harinya, pukul 06.48.
Caley masuk kedalam kamar Caine, kondisi kamar itu masih gelap yang menandakan sang pemilik kamar masih terlelap dalam mimpinya.
Dia ngga berangkat ke sekolah? Pikir Caley.
Caley menyalakan saklar lampu dan terpampanglah tubuh Caine yang berselimut, tubuh itu sedikit bergetar kedinginan.
Caley sebenarnya sudah lama sekali ingin memeluk raga kecil Caine, raga yang sayangnya sangat mirip dengan mendiang istri pertamanya.
Raganya, wajahnya bahkan sifatnya, benar benar mirip dengan Yukarina, mendiang istrinya.
Caley pun mencoba membangunkan Caine namun selalu gagal, ia pun menyerah dan hanya meninggalkan sticky notes di atas meja nakas samping kasur Caine.
KAMU SEDANG MEMBACA
Always An Angel, Never A God. [RionCaine]
Short StoryCaine Chana dengan segala struggle kehidupannnya. "Ma, pa, Caine ngga sehebat itu untuk memenuhi ekspektasi kalian." warn! •bxb, homophobic? ngga usah baca! •typo bertebaran •mental health, insecurities. happy reading ~