H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮
●○●○●○●○
Semuanya berawal sejak saat itu, sejak mata cerah gadis lugu berambut dikuncir dua menatap pahatan sempurna pada seorang anak laki-laki yang berstatus sebagai Kakak atau mungkin tunangan dia.
"Peri tampan."
Seumur hidup Bricia, tidak pernah dia menyangka dirinya yang sekedar anak angkat yang keluarga Demetrio bawa dari panti bisa menjadi tunangan dari seorang Romero, pria berwajah tampan bahkan saat pertama kali Bricia melihatnya, sematan peri yang tampan keluar dari bibirnya kala mendapati Romero kecil.
Namun sayang, pria itu tidak pernah menunjukkan ketertarikan seperti apa yang Bricia lakukan padanya, Romero itu kasar, menatapnya bak musuh bebuyutan, dan kerap selalu merundungnya sebagai anak tidak tau diri juga anak haram.
Bricia selalu menerima semua kata menyakitkan itu dengan lapang dada, hingga beranjak dewasa sikap Romero semakin dingin padanya, hingga suatu hari pria itu berkata dengan serius dibarengi senyuman manis yang membuat Bricia terpesona.
"Denger, lo kenal Aira kan?" jantung Bricia mulai bergemuruh namun ia hanya mengangguk sekali, dipegangnya kedua bahu Bricia, "Gue mau lo temenan deket sama gadis itu, gadis yang suka pake pita di rambutnya."
Bahkan ke hal detail kerap Romero bicarakan padanya tentang Aira, pertemuan yang selalu mereka lakukan hanya sebatas membicarakan gadis itu, Bricia yang lugu dan tak bisa melawan apa-apa hanya menyampaikan dengan baik informasi tentang Aira pada Romero sembari menahan sesak yang kian menghujam dadanya.
"Cia tunangan Rome, tapi kenapa Rome gak pernah anggap Cia ada? Selalu aja Aira, Aira dimana? Aira kenapa? Aira gimana? Sakit banget ... Cia mau jadi Aira yang gak punya status apa-apa sama Rome tapi Rome prioritas in," malam itu sepulang dari cafe Bricia masuk kedalam kamarnya lalu menangis didepan pintu, "Cia iri sama Aira."
Romero terkadang membuat Bricia merasa dicintai juga lewat perhatian kecil walaupun berujung pria itu memintanya untuk membicarakan Aira.
Tapi Bricia mengabaikan itu semua, rasa iba nya muncul saat kerap mendapati Romero tengah bercekcok dengan Bunda Tiara maupun Ayah Demetrio di ruang utama, pria itu terlihat rapuh didepan kedua orang tuanya yang selalu mengabaikan pria itu, bahkan Cia tau jika semasa kecil pun Romero hanya diasuh oleh Bi Jena tanpa campur tangan Tiara maupun Demetrio lagi.
"Rome? Cia masuk ya," pintu kamarnya diketuk gadis dengan piyama tidurnya itu, Bricia masuk dan berjalan mendekati Romero yang tampak terduduk dibawah kasur menyembunyikan wajahnya, "Rome? Bunda marah lagi sama Rome ya? Dia pukul Rome?"
"Pergi! Pergi lo sialan gue gabutuh lo!" sentaknya menge hempaskan tangan Bricia, "Semunya gara-gara lo, muak gue lihat wajah so polos lo ini! Keluar bangsat!!! Ngapain lo masih disini? Hah? Lo puas lihat gue dibentak Bunda lagi?!"
"Cia gak gitu, Cia mau nemenin Rome. Jangan nangis udah besar emang Rome gak malu?" celetuknya tanpa beban, Bricia duduk disebelah Romero agak jauh, "Kalo emang ini semua salah Cia, Cia minta maaf ya. Rome itu cowok yang keren! Tadi aja Cia lihat Rome jago banget main basketnya padahal lawannya itu berat ditambah mereka udah ahli."
"Lo nonton gue?" Bricia menoleh tersenyum mengangguk, akhirnya ia bisa mengalihkan kesedihan Romero, "Ada Aira juga?"
Senyum Bricia luntur sedikit, ia mengangguk pelan yang mana membuat senyum sumringah Romero terluas, "Gimana? Apa tanggapan Aira waktu lihat gue main? Apa dia juga kagum sama gue? Jawab!"
"A--Aira bilang, Romero jago banget mainnya," sebenarnya ada sematan tunangan dari ucapan Aira tapi Bricia memilih tak mengucapkannya demi menjaga mood Romero.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bricia's world (Proses Terbit)
Fantasy(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗶𝗻𝗴𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻!☠︎ BELUM REVISI!!! _______ (𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘰𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢�...