H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮
●○●○●○●○
Malam mulai datang namun hujan diluar masih turun deras, dalam diamnya Bricia ia kerap melirik kearah jendela lalu menghela nafas, "Lupain bego dia lebih kejam sama lo, jangan mau jadi cewek tolol yang udah disakitin tapi masih tetep cinta! Kenapa gue harus kembali ke dunia ini si."
Sialnya Bricia tidak bisa mengenyampingkan kepeduliannya, suara-suara Romero kerap bermunculan didalam benak perempuan yang terduduk diatas ranjang nya itu, "Gue gak peduli, biar dia mati sekalian disambar gledek!"
Pintu ruangannya terbuka menampilkan sosok pria tampan yang masuk bersama sang Daddy sembari membawa buah tangan, "Coach Arsen?"
"Kamu sudah lebih baik Cia? Saya dengar kamu baru bangun dari koma setelah kecelakaan itu?" tanya Arsen to the poin setelah menyimpan buah-buahan nya diatas nakas.
"Udah lebih baik Coach," tak lama Bricia teringat sesuatu, ia meringis menggaruk samping kepalanya, "Maaf Coach, aku ngecewain Coach lagi karena kejadian ini aku gabisa masuk ke arena buat lombanya. Maaf."
Miller mengulas senyum tipis melihat wajah bersalah putrinya, ia dan Arsen saling melirik lalu pria itu mengangguk, usapan diatas kepalanya membuat Bricia mendonggak, "Tidak perlu merasa bersalah, ini bukan kesalahan kamu Cia. Fokus sama kesehatan kamu dulu saya akan menunggu sampai kapanpun. Kamu perempuan tangguh dan kuat jadi cepatlah sehat."
"Aku masih punya kesempatan buat masuk kan?" tanya Cia berbinar, sumpah menjadi bikers adalah impiannya.
"Tentu, kamu bagian dari tim. Saya sudah berbicara semuanya pada Daddy mu, dia mengizinkannya," Arsen menarik sebelah sudut bibirnya, "Maaf saya baru bisa menjenguk kamu."
"Gapapa masih banyak waktu ko, makasih atas kunjungan nya Coach," setidaknya Bricia bisa sedikit terhibur dan melupakan sedihnya sementara.
Mereka lanjut berbicara dan mengobrol beberapa menit, sementara itu dilain tempat Arthur tampak keluar dari sebuah toko makanan dan berjalan membawa payungnya menuju mobil putih milik pria itu.
"Kamu nunggu lama? Maaf ya," ucap Arthur melihat Aira duduk bersedekap dada di sebelah nya, ia masuk dan menyimpan bingkisan kresek besar itu kebelakang, "Sekarang kita lanjut jengukin Cia--"
"Ar kamu serius rela nerobos hujan cuman buat beli cake itu buat Cia? Kita kan bisa beli buah-buahan atau makanan lain yang lebih murah aplagi kamu ngasihnya sebanyak ini," Aira memotong menunjuk kresek makanan dengan logo terkenal itu.
"Ra, plis jangan besar-besarin masalah sepele kaya gini doang. Aku beli itu karena cake nya kesukaan Cia lagipula buah-buahan udah terlalu awam, Ra. Kamu jangan takut aku cinta lagi sama dia," Arthur menangkup wajah gadis itu.
Aira masih memasang wajah tertekuk dengan mata tak mau melihat Arthur, "Terserah Ar, sampai ke hal detail kesukaannya aja kamu masih inget gimana aku gak nethink? Kamu mulai jatuh cinta kan sama Cia?"
"Ra ayolah kalau kita debat disini kapan sampai nya," Arthur memilih menyerah dan mulai menyalakan mobilnya meninggalkan parkiran.
"Kamu gak jawab pertanyaan aku? Kamu jatuh cinta beneran sama Cia?" ulang Aira lagi.
Arthur menghela nafas pelan, ia harus selalu mengontrol emosinya jika berhadapan dengan perempuan ini, "Aku cuman cinta sama kamu, titik. Kamu percaya?"
"Yaudah cake nya buat aku," Aira meraih kresek itu namun segera ditahan Arthur, "Cake nya biar buat aku aja, kita bisa beli yang lain buat Cia!"
"Jangan mancing emosi aku Ra, apa gak cukup selama ini aku manjain kamu beliin apapun kesukaan kamu? Dan kamu malah gak percaya sama semua tindakanku cuman karena satu cake ini doang," Arthur menatapnya kecewa, ia menyodorkan makanan itu pada Aira agar diambil, "Kamu makan aja kita gaperlu ke rumah sakit itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bricia's world (Proses Terbit)
Fantasy(𝐒𝐞𝐫𝐢𝐞𝐬 𝐓𝐫𝐚𝐧𝐬𝐦𝐢𝐠𝐫𝐚𝐬𝐢 𝟏) ғᴏʟʟᴏᴡ ᴅᴀʜᴜʟᴜ ᴀᴋᴜɴ ᴘᴏᴛᴀ ɪɴɪ ᴜɴᴛᴜᴋ ᴍᴇɴᴅᴜᴋᴜɴɢ ᴊᴀʟᴀɴɴʏᴀ ᴄᴇʀɪᴛᴀ♥︎ ⚠ 𝗰𝗲𝗿𝗶𝘁𝗮 𝗺𝗲𝗺𝗯𝗶𝗻𝗴𝘂𝗻𝗴𝗸𝗮𝗻!☠︎ BELUM REVISI!!! _______ (𝘔𝘦𝘯𝘨𝘢𝘶𝘮 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢𝘯 𝘭𝘢𝘸𝘢𝘯, 𝘮𝘦𝘯𝘨𝘦𝘰𝘯𝘨 𝘥𝘪𝘥𝘦𝘱𝘢�...