Bricia 41 🔮

19.3K 1.6K 167
                                    

H̤̮a̤̮p̤̮p̤̮y̤̮ R̤̮e̤̮a̤̮d̤̮i̤̮n̤̮g̤̮!̤̮

●○●○●○●○





















Mata tajam nan bengis Romero kian berkilat penuh amarah, kuku jarinya ia kepalkan dengan erat hingga menusuk telapak tangannya.

Dimeja kebesarannya pria itu menatap undangan berwarna putih namun mewah diatas mejanya, surat undangan dari gadis cantik yang berusaha ia rebut dari tunangan nya sendiri.

"AARGHH BANGSAT!!! ARTHUR SIALAN!!!" Romero menggeram menggebrak meja dan mendorong semua barang diatas sana termasuk laptopnya sendiri, "Jadi kau berniat melangsungkan pernikahan dengan gadisku? tak akan pernah kubiarkan hal itu terjadi, Aira milikku. Lebih baik dia mati bersamaku daripada melihatnya hidup bersama pria bajingan sepertimu."

Romero menopang tubuhnya dengan kedua tangan berada diatas meja, nafas pria itu memburu dikuasai amarah dan dendam, ia akan merebut Aira dari Arthur. Tapi sebelum itu ada yang harus ia singkirkan terlebih dahulu.

Dengan senyuman smirk Romero melangkah keluar ruangannya, "Katakan bagaimana dengan wanita itu? Apa dia sudah mati?"

Dua bodyguard yang berjaga didepan pintu menoleh dan menunduk sekali pada Tuan mereka, "Dia masih hidup Tuan namun setengah sekarat, empat bawahan lain sedang bersenang-senang menjamah tubuhnya."

"Cih, tubuh kotor dan menjijikkan itu masih mereka sukai? melihatnya saja aku ingin muntah didepan wajahnya," decih Romero membuka jas hitamnya hingga hanya menyisakan kemeja hitam yang mencetak tubuh tegapnya, "Suruh mereka untuk berhenti, dan siapkan pembakaran akan kuakhiri semua ini. Setelah itu suruh sepuluh bodyguard yang lain untuk berkumpul, aku akan menghancurkan acara pernikahan sialan itu."

"Baik Tuan," patuh mereka berdua membubarkan diri.

Diruang bawah tanah itu, Bricia. Yang keadannya benar-benar memprihatinkan hanya diam membisu dengan tatapan kosong kala tubuhnya kembali dihujam dan mereka mainkan oleh keempat pria bejat yang menindih juga memegang kedua tangannya menahan segala rontaan gadis itu.

Pintu dibuka dan muncul bawahan lain, dalam benak Bricia bertanya apa sekarang bertambah lagi?

"Hentikan permainan kalian, setelah kayu-kayu tersusun seret perempuan itu keatas sana," ujarnya menghentikan permainan mereka.

"Ah ... Padahal hampir mencapai klimaks," desah salah satunya berdiri mengancingkan celananya.

"Benar, tumben sekali jalang ini hanya diam patuh," dua tamparan diterima Bricia tanpa menggulirkan matanya, ia benar-benar menyerah bak manusia tanpa nyawa, "Cuih! Menjijikkan, pantas saja Tuan membuangmu. Sayang sekali kita harus melepas kesenangan dengan boneka kita."

"Ya, dia akan mati. Kau dengar jalang? Mati!" bentaknya tertawa kencang sembari mencengkram rambut Bricia didepan wajah kusam dan penuh luka perempuan itu, "Tuan akan membunuhmu, tinggalah di neraka setelah ini."

Entah darimana Romero memperkerjakan para pria brengsek seperti ini, lidah Bricia kelu dengan bibir pecah-pecah nan pucat nya, sedikit saja air, ia haus.

Beberapa pria masuk dan mulai membuat tungku dari kayu-kayu besar juga membawa bengsin, tubuh Bricia diseret dibaringkan diatas sana tanpa ada perlawanan.

"Semunya sudah siap Tuan," ucap salah satunya kala Romero datang dan duduk menyaksikan diatas kursi nya dengan bersilang kaki.

"Siram tubuhnya," suara berat tersebut membuat ketiga bawahannya mendekat sembari membawa sebuah bengsin untuk disiramkan ke tubuh pasrah Bricia, "Apa sekarang kau masih ingin mengelak? Nona Bricia?"

Bricia's world (Proses Terbit) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang