XXIV. OVERSINTING [REVISI]

200 27 2
                                    

SURPRISEEE!!! Ternyata aku bawa 2 bab hari ini. Yuk jangan lupa dibaca, kasih vote + komen, nanti aku feedback ke kalian bagi yang mau ^^


Leony runtuh di kamarnya. Ia menangis sejadi-jadinya setelah pertemuan tak terduga dengan Nando di lokasi perumahan Garden Rose. Dunia memang kecil dan sempit, tetapi terlalu sempit bagi Leony yang ingin melupakan kehidupannya dari beberapa bulan yang lalu. Gadis malang itu menghabiskan sekitar dua jam menangis dan berbaring dengan hati yang hancur di tempat tidur sebelum akhirnya kembali mendapatkan akal sehatnya saat termenung sambil menatap langit-langit kosong.

Setelah dipikir-pikir lagi, sapu tangan dari Bara ternyata berguna. Leony melihat sapu tangan itu sekali lagi dan tiba-tiba merasa bersyukur bahwa Bara benar-benar mengantarnya pulang malam itu, meskipun apa yang dilakukan Bara merupakan sesuatu yang tidak biasa—bukan seperti Bara yang ia kenal.

Sapu tangan itu harus ia cuci dan segera dikembalikan kepada sang pemilik.

Sementara itu, Leony mempertanyakan harga dirinya, mempertanyakan apakah dia layak untuk dicintai, apakah dia pantas untuk dihargai oleh orang yang dianggap penting olehnya. Leony berkontemplasi tentang pilihan hidup yang ia buat dengan melompat dari Nando langsung kepada Keigo hanya demi menerima cinta ideal yang diinginkannya.

Berbicara tentang Keigo, sosoknya langsung teringat pada ucapan Bara yang menimbulkan banyak pertanyaan di kepala Leony. "Belum nikah bukan berarti nggak punya anak, kan?" Kalimat itu saja sudah cukup untuk membuat Leony terjaga sepanjang malam. Sebetulnya, Leony belum benar-benar memberikan tanggapan mendalam tentang pertanyaan itu, tetapi sekarang ia berada dalam keadaan yang sangat terpukul, tidak tanggung-tanggung ia membawanya ke arah yang lebih ekstrem.

Dia segera bangkit dengan mata bengkak, pipi merah dan jejak-jejak air mata, kemudian menuju meja kerjanya. Waktu menunjukkan pukul satu pagi dan Leony terduduk tegak di depan laptopnya, menjelajahi internet untuk mencari satu hal tentang Keigo Hardiyanta, sang sugar daddy. Lampu di kamarnya redup, satu-satunya yang menerangi adalah lampu meja di belakang laptopnya serta layar gawai yang terang.

Mereka berdua tidak pernah benar-benar berbagi kontak pribadi kecuali nomor ponsel dan tidak ada yang pernah meminta kontak media sosial lainnya karena hubungan mereka murni hanya berbasis uang, tidak perlu terlalu mendetail tentang kehidupan pribadi. Namun, seketika Leony merasa sedikit posesif terhadap Keigo. Tidak ada yang menduga bahwa Leony akan menumbuhkan perasaan semacam itu kepada Keigo. Itu sebabnya Leony mengincar Facebook, Instagram, Linkedin, dan mimbar media sosial lainnya di mana segala kemungkinan tentang Keigo berada.

Namun, nihil, Leony tidak menemukan apa pun tentang Keigo. Tidak ada foto, tidak ada jejak masa lalu, tidak ada aktivitas saat ini, nol.

Leony duduk diam, tangan gemetar di atas keyboard. Oh my God, kenapa gue jadi terobsesi gini, sih? pikir si nona. Sebenarnya, apa yang gue cari? Gue ngapain di sini?

Menarik napas dalam-dalam dan mencoba untuk tenang. Nggak, gue nggak bisa kayak gini. Keigo udah baik sama gue dan gue nggak boleh take him for granted. Hubungan kita sebagai sugar daddy-baby aja, nggak lebih.

Namun, pikiran-pikiran itu tidak cukup untuk menenangkan hatinya. Bayangan Nando, kenangan masa lalu, pertanyaan tentang Keigo—semuanya berputar-putar di kepalanya, membuatnya semakin cemas. Leony merasa seolah-olah dia berada di tepi jurang, tidak yakin apa yang harus dilakukan selanjutnya.

Saat dia termenung, sebuah pesan masuk, dari Keigo.

WhatsApp from Om Kei 🩵

The Art of Babygirlism ✔️ [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang