Heyoo! Selamat hari Sabtu! Aku kembali membawa bab 25. Jangan lupa tinggalkan vote + komentar ya, selamat membaca ^^
─
Menjelang waktu pulang Leony di sore hari, Bara memanggil gadis itu untuk datang ke ruangannya. Kali ini, Leony mencoba untuk tidak berpikir terlalu banyak dan menganggap setiap konfrontasi dari Bara adalah pelajaran yang baik, setidaknya mulai dari hari ini. Apapun selama rencananya ke Singapura tidak terganggu oleh pekerjaan yang mendadak. Dengan sikap positif, Leony membawa semua barang-barang pribadinya dan berjalan menuju kantor Bara. Begitu diizinkan untuk masuk, hal pertama yang dilihat olehnya adalah penampilan Bara yang terlihat tidak biasa—berantakan, dengan dasinya yang longgar dan rambutnya yang sedikit acak-acakan.
Leony terkejut, tidak menyangka akan menyaksikan sendiri penampilan Bara yang sangat jauh dari karakter disiplin dan perfeksionisnya. Ia bahkan melepas jasnya dan menggantungnya di sandaran kursi.
"Sore, Pak Bara, bapak manggil saya?" tanya Leony dengan gelagat yang sopan.
Bara menatap Leony sejenak sebelum menjawab. "Iya," kemudian Bara menyingkirkan lembaran berkas dari atas mejanya hanya untuk dipindahkan ke sofa yang terletak di sisi lain ruangan, "kamu bagi-bagi makanan ke karyawan kayak tadi pagi tuh ada maksud tertentu?"
Dahi Leony berkerut, "nggak ada pak. Kok bapak bisa mikir kayak gitu?" Kebingungan melanda benak sang dara.
Bara menghela napas panjang, lalu duduk di kursinya dengan ekspresi yang serius. Sebelum Bara melanjutkan pembicaraan, terdapat hening yang mencekam untuk beberapa saat di antara mereka. "Kamu ada niatan untuk resign atau gimana?"
Leony terdiam sejenak, lalu menggelengkan kepala. "Anu, maksud saya ... memang sempat ada beberapa kali saya kepikiran soal resign, tapi itu sama sekali nggak ada hubungannya sama bagi-bagi makanan tadi."
"Jadi ada niatan mau resign?" Bara menambahkan penekanan pada kalimatnya.
"Sempat, pak, sempat," Leony menjawab dengan cara yang sama, "tapi nggak jadi."
Bara memperlihatkan ekspresi wajah yang tidak nyaman, bahkan terang-terangan menunjukkan perasaan yang menggambarkan kegelisahan serta tekanan. "Maaf, saya pikir kamu ada niatan mau resign karena kamu nggak pernah bagi-bagi makanan kayak gitu sebelumnya."
Kepala Leony otomatis dimiringkan, "memangnya kenapa kalau saya ada niatan buat resign, pak? Bapak mau ngelarang saya untuk resign?"
Tidak ada jawaban verbal yang konkret dari mulut Bara, hanya tatapan sinis dan wajah yang dipalingkan seakan Bara enggan menjawab pertanyaan tersebut. Sosoknya pun mendengus, kemudian duduk di sisi samping meja. "Gimana keadaan kamu sekarang? Udah mendingan?" malah bertanya balik dengan suara yang datar.
Senyum dipancarkan dari wajah Leony, "udah, pak. Saya pakai sapu tangan bapak sebaik mungkin. Hari ini masih dijemur karena habis saya cuci, besok saya kembaliin. Makasih banyak, pak."
Kepala Bara mengangguk paham, "good. Nggak usah buru-buru ngembaliinnya. Next time saya pastikan kamu nggak harus ketemu lagi sama Nando pas kita lagi viewing appointment di Garden Rose."
"Saya nggak apa-apa kok, pak. Saya udah nggak sesedih itu lagi kalau ketemu sama dia." Di luar ekspektasi, cara Leony menjawab terdengar lebih positif dari biasanya. Untuk alasan yang sulit untuk diungkapkan, Bara merasa lebih tenang melihat kondisi Leony yang kian membaik, terutama karena sapu tangan pemberiannya tidak menjadi benda yang sia-sia.
"Okey, terus rencananya Sabtu depan saya mau ngajak makan tim kita untuk makan bareng. Keigo nggak bisa datang ke Jakarta, jadi otomatis kamu free, kan?" Kedua lengan Bara terlipat di dada.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Art of Babygirlism ✔️ [TERBIT]
Romance"Kalau gitu kita buat perjanjian. Saya akan penuhi apa yang kamu butuhin, tapi kamu harus menjauh dari dia. Ngerti?" "Bapak ngancem saya?!" "Kenapa? Kamu pikir saya nggak bisa jadi sugar daddy buat kamu?" Perjalanan Leony mencari sosok pelarian di t...