Suara binatang kecil seperti jangkrik terdengar di malam gelap yang sunyi. Dalam minimnya pencahayaan kamar, Jeno duduk bersandar sembari membaca sebuah buku fiksi di atas ranjang. Sebagai penerangan, Jeno hanya menggunakan lilin. Jeno yakin pasti semua anggota keluarganya sudah tertidur untuk itu Jeno sengaja mematikan lampu dan menggantinya dengan lilin.
Saat sedang asik membaca, tiba-tiba jendela kamarnya terbuka begitu keras karena angin bertiup kencang dari arah luar. Jeno sempat berjengit kaget apalagi saat lilin yang menyala juga ikut padam. Jeno beranjak berdiri mendekati jendela berniat menutupnya.
Desa ini saat malam hari begitu sunyi. Berbeda saat Jeno masih ada di kota. Suara kendaraan berlalu lalang begitu berisik seolah aktivitas tidak pernah berhenti. Jeno hendak menutup jendela, tetapi tiba-tiba netranya melihat sosok hitam berdiri di bawah tiang lampu jalanan setapak. Menatap ke arahnya walau tak terlalu jelas wajah orang itu.
Ciri-cirinya seperti Jaemin, tapi mana mungkin itu dia. Jeno menajamkan penglihatan guna memastikan jika yang ia lihat adalah manusia. Tiba-tiba sosok itu melesat pergi. Pergerakannya seperti angin, dalam kedipan mata sudah lenyap meninggalkan aroma darah yang sama seperti kejadian tadi siang.
Buru-buru Jeno menutup jendela kamar, tak lupa ia juga menguncinya. Jeno masih penasaran dengan orang tadi, bagaimana bisa manusia biasa dapat melakukan hal menakjubkan seperti di cerita fantasi yang Ia baca?
Jeno mencari pemantik api yang Ia letakkan di dalam laci meja. Sialnya benda itu tak dapat ditemukan. Jeno memutuskan akan tidur saja mengingat besok dirinya harus melamar pekerjaan di klinik.
•••
Pagi-pagi sekali Jeno terbangun saat suara knalpot berasal dari luar rumah membangunkannya. Jeno membuka jendela kamar dan melihat sepupunya yaitu Donghyuck memandangnya tanpa ekspresi. Jeno mengerutkan dahi melihat Donghyuck sangat rapi mengenakan kemeja putih dengan celana jeans. Ia menggaruk tengkuknya karena nyawanya belum terkumpul keseluruhan.
"Apa kita tidak jadi ke klinik?"
Suara Donghyuck membuat Jeno langsung melebarkan mata. Ia melirik jam yang menunjukkan pukul tujuh pagi.
"Oh, astaga! Mengapa tidak ada yang membangunkanku?!"
Dari luar sang nenek menggeleng heran. Cucunya itu persis seperti anak gadis. "Dasar anak kota," kekeh nenek Jeno sembari melanjutkan memilah cabai.
Donghyuck duduk di teras rumah menunggu Jeno sembari memandang datar arah jalanan. Beberapa penduduk desa ada yang sudah pergi ke ladang mengurus perkebunan dan ada pula para ibu rumah tangga berbelanja pada tukang sayur yang menjadi langganan desa ini.
Tak membutuhkan waktu lama bagi Jeno berlama-lama mandi, Ia sudah lengkap dengan kemeja putih bergaris, celana panjang hitam, sepatu pantofel serta menata sedemikian mungkin rambutnya agar enak dipandang. Dasi hitam melilit leher Jeno, Ia tampak sempurna dengan penampilan sopannya itu.
Jeno berlari menghampiri neneknya. "Nek, aku berangkat dulu. Doakan semoga aku mendapat pekerjaannya, aku sayang nenek." Jeno mencium sekilas pipi keriput neneknya.
"Jangan lari, dasar anak itu."
Saat sudah sampai di ambang pintu, Renjun menoleh ke arah sepupunya yang tampak tenang. "Ayo, Hyuck, aku rasa kita terlambat," ujar Jeno terburu. Sementara Donghyuck tetap diam tanpa merespons ucapan sang sepupu.
Donghyuck menyalakan motor lalu Jeno duduk di jok belakang. Motor meninggalkan pelataran rumah. Jeno sungguh takut jika dirinya gagal mendapat pekerjaan.
Sesampainya di depan klinik, Jeno segera turun dari motor kemudian berlari tergesa menemui atasan barunya. Jeno memperbaiki penampilan lalu mengetuk pintu perlahan. Jeno baru bisa masuk setelah seseorang dari dalam sana menyuruhnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Yuex Blues
Fanfiction[REMAKE; TaeNo Version] Banyak rahasia yang disembunyikan oleh neneknya terkait hutan di belakang rumah dan kisahnya. Pada malam setelah neneknya tiada, Jeno nekat mencari tahu ada apa dengan hutan di belakang rumah mendiang neneknya. Hingga saat di...