Chapter 11

666 78 0
                                    

"Kau ditumbalkan." Bukan Jaemin atau Donghyuck yang berkata, melainkan Hyunjin.

Jeno mulai panik, yang membuat Donghyuck segera menjitak kepala Hyunjin. "Jangan dengarkan dia. Untuk pencegahan kurasa tidak perlu, karena perang tetaplah perang di mana terjadi begitu saja sampai salah satu dari kedua pihak kalah lalu menyerah," jelas Donghyuck. Tentu saja masih belum bisa meringankan rasa bersalah Jeno.

"Sudahlah, jangan merasa bersalah seperti itu. Masuklah dan tidur. Bukankah besok kau harus bekerja?" tanya Donghyuck.

"Aku mengambil cuti selama dua hari."

"Oh."

•••

Jeno duduk berdiam diri di dekat jendela. Toples berisi biskuit tersaji di depannya seraya menikmati segelas susu hangat sebagai pelengkap. Di luar sana sedang turun hujan, begitu deras sehingga udara lumayan dingin. Jeno membalut tubuhnya dengan selimut tebal. Menyenangkan berada di dalam rumah saat hujan, tapi sekarang Ia hanya seorang diri.

Tak ada siapa-siapa, Ia kesepian.

Ia teringat Taeyong. Werewolf itu pasti kedinginan mengingat saat Jeno hendak memberikan pinjaman pakaian, Taeyong justru malah pergi terlebih dahulu.

Jeno beranjak dari sofa guna mencari payung dan kunci pintu besi yang Ia simpan dalam laci. Setelah ketemu, Jeno berjalan ke belakang rumah berniat membuka pintu itu. Sesaat Jeno termenung. Semisal dirinya membuka pintu itu lagi, akankah berbahaya?

Tapi Jeno kasihan pada Taeyong. Pasti lelaki itu tengah kedinginan sekarang. Setelah berdebat dengan batinnya, Jeno memutuskan membuka pintu besi itu. Memasukkan kunci ke dalam lubang kemudian memutarnya ke kanan. Namun, sebelum pintu itu terbuka, ada sebuah tangan muncul menahan pergelangan tangannya.

Jeno menoleh mendapati Jaemin sudah ada di sampingnya.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pemuda itu, menatapnya tanpa ekspresi.

"A-Aku ingin bertemu Taeyong hyung."

Vampir di sebelahnya menghela napas. "Tenang saja, dia tidak akan kenapa-kenapa. Jika kau mengasihaninya karena kedinginan, kau salah besar. Taeyong bisa mengubah wujudnya menjadi manusia serigala dan bulu merekalah yang membuanya tetap hangat. Kau jangan khawatir, percayalah, dia baik-baik saja."

Jeno sedikit bernapas lega mendengarnya. Ia pun kembali mengunci pintu itu lalu berbagi payung dengan Jaemin yang basah akibat terguyur hujan.

"Apa yang kau lakukan?" tanya pemuda itu lagi.

"Kau basah kuyup," jawab Jeno tenang. Jaemin terkekeh lalu mengusak surai legam Jeno. Manusia di sampingnya ini memang baik.

"Masuklah sebelum flu menyerangmu. Ini sudah larut mengapa kau tidak tidur?"

Jeno mengangkat acuh bahunya. "Aku insomnia," jawab Jeno seraya duduk di kursi belakang rumah. Dilihatnya perlahan tubuh Jaemin mengering. Jeno berdecak kagum dengan perubahan secepat itu.

"Na, apa vampir juga bisa jatuh cinta?"

"Entahlah, aku bahkan tidak ingin menjalin hubungan atau menikah. Aku masih ingin menikmati kesendirianku tanpa adanya pasangan hidup."

Jeno mengerutkan dahi. Merasa heran disaat semua orang menginginkan pasangan hidup, tapi Jaemin sama sekali tidak memiliki kertertarikan untuk menjalin hubungan pada seseorang.

"Kenapa begitu?"

Jaemin menopang dagu lelah. "Aku tidak tahu," jawab Jaemin singkat, kemudian keduanya terdiam. Hanya rintik hujan mengisi keheningan di malam yang mendung nan sunyi itu.

•••

Cahaya matahari mengintip malu-malu melalui celah rumah yang hanya dihuni oleh satu orang. Terdengar kicauan burung yang begitu syahdu dari pepohonan. Aroma alam tercium ke indera penciuman di tambah gepulan asap dari masakannya membuat perut seketika keroncongan.

Jeno tengah berkutat membuat sarapan. Setelah hujan semalaman, tanah semula tandus menjadi basah bahkan sampai tercipta genangan kecil yang mana mengundang ketertarikan anak-anak yang sedang bermain di luar sana.

Jeno jadi teringat masa kecilnya. Dulu Ia juga suka sekali bermain-main dengan genangan sehingga seluruh tubuhnya terkena lumpur. Alhasil Ibunya akan langsung memarahinya.

Menu sarapannya pagi ini adalah pancake. Jeno sedang malas membuat masakan yang berbelit-belit. Cukup yang simpel asalkan jadi.

"Buatkan untukku juga."

Jeno menoleh mendapati Hyunjin sudah ada di meja makan. Jeno tak mendengar langkah kaki atau pintu dibuka, tapi Hyunjin sudah ada di sana secara tiba-tiba.

"Vampir memakan makanan manusia juga, ya?"

"Hei, tentu saja! Kau pikir hanya darah yang kami konsumsi?" ujar Hyunjin dengan nada sarkas.

Jeno menampilkan cengiran lucu, lantas membuat lagi pancake untuk sepupunya.

"Aku bisa merasakan suatu kekuatan besar mendekat," gumam Hyunjin pelan. Jeno yang tidak mengerti dengan perkataan Hyunjin hanya terdiam.

"Kekuatan apa? Ataukah jangan-jangan Yunho dan kelompoknya? Apa yang harus kita lakukan? Panggil Donghyuck dan Jaemin, kita akan berdiskusi mencegah agar Ayah Taeyong tidak datang!"

"Kemarilah." Hyunjin menggerakkan tangan membuat gestur agar Jeno mendekat ke arahnya.

Dengan sangat panik Jeno mendekati Hyunjin. Sepupunya itu menarik pundak Jeno kemudian mendekatkannya ke arah perut. "Perutku berbunyi saat aroma pancake buatanmu menguar," ucapnya berbisik.

Jeno menegakkan tubuh, langsung menodongkan spatula bersiap memukul Hyunjin dengan senjata andalannya.

"JANGAN MAIN-MAIN DENGANKU, SIALAN!"

Hyunjin tertawa keras. Ia berlari terbirit-birit saat dikejar oleh Jeno. Ayolah, walau sekarang Hyunjin sudah bukan manusia lagi, tapi sikap menyebalkannya masih melekat kuat dalam dirinya. Berbeda dengan Donghyuck, sepupunya itu berubah 180° dari menyebalkan menjadi dingin seperti bongkahan es Antartika.

•••

Taeyong berdiri dibalik pintu besi dengan wajah murung. Ia bisa mendengar suara tawa Jeno bersama Hyunjin dari dalam. Entah mengapa suasana hatinya sangat kacau mendengar canda tawa di dalam sana.

"Nanti malam bulan purnama, mengapa kau berada di sini?"

Taeyong terkejut mendengar suara Jaemin menginterupsi dari arah belakang. "Bisakah aku bertemu Jeno sebentar? Aku m-merindukannya."

Mendengar jawaban dari Taeyong berhasil membuat Jaemin tersenyum tipis dibuatnya. Ia merangkul pundak sahabatnya sembari memanyunkan bibir.

"Baru semalam berpisah sudah merindu, huh? Saat aku pergi seharian mengapa tidak kau cari atau sekedar bertanya 'kau habis dari mana, mengapa tidak muncul seharian?', sahabatku ini mulai pilih kasih sekarang, hm?"

"Bukan begitu hanya saja ke mana pun kau pergi aku bisa mencium keberadaanmu dalam jarak berkilometer sekalipun. Jadi, aku sudah tahu terlebih dulu kau ke mana dan hendak pergi ke mana. Aroma Jeno belum sepenuhnya kukenali, jadi aku rindu padanya, hahaha." Taeyong tertawa renyah dengan penuturannya sendiri.

"Baiklah, setelah bulan purnama berakhir aku akan memintanya bertemu denganmu. Kau tahu, semalam Jeno hendak menemuimu dalam keadaan hujan lebat, karena dia mengkhawatirkanmu."

Taeyong tersenyum lebar mendengarnya. "Benarkah?"

"Yap. Aku lapar, mari berburu," ajak Jaemin masih setia merangkul pundak Taeyong. Manusia serigala itu mengangguk kemudian berlari cepat berburu hewan di dalam hutan sebagai makanan, disusul Jaemin dari belakang.

Yuex BluesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang