Malam itu di ruang makan rumah Regan, banyak tawa dari candaan ringan mengudara seolah lupa akan problem dalam keluarga mereka. Regan, Nila, dan Ditya, ketiganya makan malam bersama. Persis seperti hari-hari sebelumnya, kala sedang kumpul bertiga, wajib hukumnya untuk menekan ego masing-masing. Atas keputusan bersama, jika bertiga, maka mereka adalah keluarga. Baik itu di depan orang lain atau tidak. Regan cukup senang atas keputusan yang dibuat oleh kedua orangtuanya, karena dengan begitu, meskipun sebenarnya keluarga mereka sedang tak baik-baik saja, Regan tidak langsung menjadi korban atas keegoisan para orangtua. Regan tetap dapat merasakan kasih sayang utuh dari masing-masingnya.
"Besok pulang jam berapa, Re?" tanya Nila tiba-tiba, menghentikan tangan Regan yang hendak mengantar nasi masuk mulut.
"Kayak biasanya, kenapa?"
"Kan kita udah lama nih, nggak jalan-jalan bareng, besok, kalau Mama dan Papa jemput ke sekolah kamu gimana? Kita langsung jalan-jalan besok kalau kamu pulang sekolah."
Sontak Regan melirik Ditya. "Papa gak kerja?"
"Libur dong."
"Kok?"
Melihat raut bingung putranya, lantas Nila tertawa. Ia menatap Ditya dengan penuh arti. "Lupa dia, Mas."
"Apa sih?"
Ditya geleng-geleng kepala. "Lihat kalender sana, tanggal berapa sekarang."
Secara otomatis kepala Regan berputar, menatap di mana kalender dinding berada. Namun setelah mengetahui tanggalnya juga Regan masih tetap bingung. Ia sudah mengingat-ingat ada kejadian besar apa besok sampai membuat kedua orangtua itu begitu menggebu-gebu untuk ngajak family time.
"Aku sama sekali nggak inget, beneran deh. Ada apa sih, Ma? Ada apa sih, Pa?"
Ditya memijat pelipis, sedang Nila membuang napas panjang. Tangan yang lebih dekat dengan Regan terulur menepuk bahu cowok itu dua kali.
"Hari ultah Mama, Re .... Huh, kamu ini, hari ulang tahun mamanya sendiri nggak ingat!"
"Astaga, Ma!" Kaget Regan tidak bercanda. "Ma, sumpah maaf banget Regan beneran lupa. Ma, ya ampun maaf ya, Ma."
Regan tidak sedang bergurau, ia sungguhan lupa. Cowok itu juga tidak main-main dengan kata maaf dan tatapan mata sayunya. Ia sungguh merasa bersalah karena telah melupakan hari spesial Nila. Serius, Regan tidak enak hati. Meski tau jika ekspresi ngambek Nila saat ini cuma dibuat-buat, tapi tetap saja, Regan takut Nila kecewa kepadanya.
Sebelum-sebelum ini, Regan sama sekali tidak pernah melupakan hari ulang tahun Nila, sama sekali tidak pernah. Malahan, Regan yang akan selalu jadi orang pertama di detik pertama pergantian jam untuk mengucapakan selamat ulang tahun. Kini untuk pertama kalinya Regan lupa. Memang seminggu terakhir aktivitas Regan sebagai ketua OSIS cukup padat di sekolah. Mengingat acara pensi yang semakin dekat. Banyak sekali persiapan yang harus Regan atur guna berlangsungnya acara, supaya tidak ada cacat.
Ditya lantas tersenyum jail menanggapi ekspresi takut anak semata wayangnya. "Hayolo Re, Mamamu marah tuh. Lagian, kok bisa sampai lupa? Padahal biasanya selalu jadi yang pertama dan nyalip posisi Papa."
"Daya ingatmu perlu dipertanayakan ini."
Nila kini memunggungi Regan, masih dengan marah yang dibuat-buat. "Udah tua dia, Mas, jadi pikun."
"Maa ..., Pa ..., ayolah, jangan ledekin aku terus."
Lalu di detik berikutnya, Nila langsung berdiri, memeluk tubuh Regan begitu saja dengan amat erat. Wanita itu begitu menyayangi Regan, sangat sangat sayang. Sewajarnya ibu dan anak, tapi kasih sayang Nila ke Regan lebih dari apapun di alam semesta ini. Karena baginya, hanya Regan yang sekarang ia punya.
Masalah Regan melupakan tanggal ulang tahunnya, Nila tidak peduli. Itu bukan hal yang penting.
"Mama gak marah kok, Re."
Ditya yang menatap pemandangan itu tersenyum tipis. Setiap melihat raut bahagia keluarganya, jauh dalam sudut hatinya, Ditya merasakan sakit yang luar biasa. Ditya yang bodoh sebab pernah merusak kebahagiaan sederhana mereka.
Waktu itu, di sebuah restoran bintang 5. Ditya dan beberapa pengurus perusahaan sedang mengadakan rapat dan makan malam. Di ujung acara, meski sebelumnya sudah diperingatkan oleh Nila, Ditya malah tetap minum. Toleransi alkohol yang rendah membuat Ditya cepat terbawa pengaruh minuman keras tersebut. Kejadiannya begitu cepat. Entah apa yang Ditya lakukan sampai dirinya bisa meniduri seorang wanita lain. Ah, mengingatnya membuat hati Ditya makin berdesir nyeri.
"Mas?"
Hingga ketika suara Nila terdengar memanggil. Pikiran Ditya baru bisa kembali ke masa sekarang.
"Kamu mikirin apa?"
Spontan Ditya menggeleng cepat. "Bukan apa-apa kok, Nil. Kenapa memang?"
Sebuah ponsel Nila dorong mendekati suaminya. "Fotoin aku sama Regan, nanti mau aku buat status di WA."
"Cuma berdua doang? Aku?"
"Yaudah ... itu fotoin dulu aku sama Regannya, nanti baru selfie foto bertiga. Cepetan!!"
****
Regan tidak bisa berhenti cekikikan sebab foto yang benar-benar Nila posting di status WhatsApp tersebut. Di status pertama, nila mengunggah foto mereka berdua, dengan caption khas ala ibu-ibu, "Alhamdulillah,,, bsk ultah yg ke 41 msh bersama cah Lanang q tersayang,,,"
Lanjut ke status berikutnya, di sana ada foto mereka bertiga, Ditya di depan sebagai pemegang ponsel, lalu di belakang Nila dengan pose merangkul Regan. Tangan ibu dan anak itu kompak membentuk tanda peace. Captionnya tertulis begini, "Mas Ditya dan anak q, mksh y sudah menemani ma2 selama ini. Ma2 sayang klian berdua,,,"
Di status terakhir, Nila mengunggah sebuah editan video yang isinya foto-foto random mereka bersama. Ketika sedang liburan, ketika Regan sedang ada kegiatan di sekolah, ketika Regan sedang lomba, ketika nonton tv bareng, kerja bakti bareng bersihin halaman rumah, ternyata banyak sekali momen yang selama ini telah keluarga kecil itu lewati. Kali ini Regan terharu, air matanya sampai tidak terasa telah menetes. Namun cepat-cepat Regan menghapusnya. Dalam kamar yang remang itu, Regan turun dari atas kasur. Ia berjalan menuju jendela dengan pemandangan mengarah ke halaman depan rumah. Sambil memegang gorden, Regan diam beberapa saat.
Andai hari itu tidak pernah terjadi, mungkin perasaan Regan akan lebih bahagia lagi dari sekarang. Pasti Regan akan semakin bisa melepaskan senangnya. Ditya, ayahnya itu, entahlah, Regan bingung. Ia sayang dengan Ditya, tapi hatinya sulit untuk memaafkan. Apalagi saat Ditya memutuskan untuk membeli rumah yang bersebelahan dengan anak yang gak sengaja ia hadirkan di dunia. Rasanya perasaan Regan semakin rumit.
Di depan sana, netra Regan menangkap si anak yang dimaksud. Refleks tangannya semakin meremas kuat gorden yang sedang ia pegang. Gerahamnya sontak menyatu. Anak itu yang membuat keluarganya selalu diselimuti sandiwara. Meskipun baik-baik saja, tapi sulit bagi Regan menerimanya. Bahkan tidak bisa menerima dengan ikhlas.
Malven, namanya Malven Alvito Dirgantara, anak dari hasil hubungan gelap Ditya 17 tahun yang lalu.
****
Say hello sama Malven
1023 kata
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On, Regan!
Teen Fiction[Spin off Malven Alvito] Move on gak hanya tentang melupakan, tapi juga tentang bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu. Regan akui jika masa remaja adalah masa yang paling indah. Lebih sempurna lagi kebahagiaan itu ketika ia bertemu dengan Alet...