01. Kita dan perpus kala itu

389 35 6
                                    

Hanya ada dua alasan kenapa pagi itu Regan datang ke sekolah. Pertama untuk ketemu pacar dan yang kedua untuk meninggalkan rumah. Belajar tidak masuk ke dalam alasan karena tanpa belajar intens pun Regan sebenarnya sudah pandai. Cowok itu tergolong cepat dalam menerima pelajaran. Kadang ia cukup sekali saja membaca buku untuk mengetahui apa isinya dengan jelas. Salah satu kelebihan yang ia banggakan. Bahkan saat masih TK, ketika teman-teman sebayanya masih belajar menulis huruf, Regan sudah bisa merangkai kata-kata sederhana dan menghitung penjumlahan. Mungkin karena gen keluarganya yang cerdas juga? Entahlah, yang pasti, Regan sangat mensyukuri kelebihan itu.

Kini gerbang utama SMA Brawijaya telah menyambutnya setelah menempuh perjalanan kurang lebih 10 menit bersama seseorang yang ia bonceng di belakang. SMA bergengsi yang Regan ingat sekali waktu pertama kali masuk cukup susah karena harus lewat tes terlebih dahulu. Walau nilai ujian akhirnya pas SMP sangat bagus, tetap saja ia harus melewati tes. Regan ingat betul, hari itu ia baru bisa bernapas lega kala namanya bertengger di deretan 5 besar poin tes terbaik. Tepatnya ada di urutan nomor 2 dari 200 murid diterima.

"Nanti aku harus rapat dulu, Ta, nggak apa-apa kan?" Regan berujar kepada Aleta, kekasihnya, yang baru saja turun dari atas motor dan melepas helm.

Gadis dengan jepitan kuning di kedua sisi kepalanya itu mengangguk sembari tersenyum, membuat wajahnya tampak semakin cerah. Apalagi ketika sedikit kena sinaran mentari.

"Paling nggak sampai sejam nanti rapatnya. Cuma bagi sekbid aja buat acara pensi."

Keduanya lanjut berjalan menuju kelas. Melewati lorong-lorong yang cukup ramai di jam mau masuk itu.

"Pensinya jadi?" tanya Aleta sedikit terkejut. Enaknya punya pacar ketua OSIS tuh begini, Aleta akan selalu dapat bocoran-bocoran yang bisa saja pengumuman resminya masih sebulan ke depan.

Regan mengangguk mengiyakan membuat Aleta semakin kegirangan. Acara pensi adalah yang paling ditunggu-tunggu karena bakal banyak sekali kegiatan diluar pelajaran yang akan dilakukan. Apalagi nanti jika mengundang penyanyi terkenal, pasti akan seru sekali. Aleta tidak bisa membayangkan. Tahun kemarin saja seseru itu, apalagi sekarang. Aleta yakin, Regan dengan ide briliannya pasti bisa membuat acara yang lebih meriah dari tahun sebelumnya.

"Rencananya siapa yang jadi guest starnya, Gan?"

"Rahasia dong."

"Ish, kamu mah!" Aleta memukul punggung Regan, tapi cowok itu langsung menghindar sambil cekikikan.

Sebenarnya Regan itu bukan model cowok yang cengengesan. Regan lebih ke cowok yang pendiam, gak banyak omong, cool gitu lah. Tapi sejak ketemu Aleta saja sifat aslinya jadi keluar. Lingkungan yang selama ini membuat sosok Regan jadi tertutup, tidak pernah bergaul bahkan teman saja Regan tidak punya. Terdekatnya paling cuma anak-anak OSIS, itu pun ngobrolnya kalau ada acara doang, selebihnya Regan akan diam.

Sejak SD, teman paling akrab Regan adalah buku dan gadget. Mungkin dulu ia tidak punya teman karena dianggap pelit. Tipe murid yang gak mau ngasih contekan saat ujian. Atau malah ada yang menganggap Regan adalah orang sombong, padahal tidak. Regan cuma tidak tau bagaimana caranya memulai obrolan terlebih dulu.

"Oiya, nanti kamu mau nunggu di mana? Sama siapa?"

Pertanyaan Regan membuat Aleta terdiam sebentar di depan kelas, memikirkan jawaban. "Perpus kayaknya. Biar bisa ngadem sambil drakoran, hehe."

"Sendirian?"

"Iya. Kenapa?"

Regan sedikit menipiskan bibirnya jadi segaris. "Nggak apa-apa. Hati-hati ya? Kalau ada yang gangguin langsung telepon aku."

Sontak kening Aleta mengerut. "Katanya rapat? Tapi kok suruh telepon? Biasanya kalau kamu rapat, semua Hp kan wajib mati?"

"Ya biasanya kan aku rapat pas kamunya udah ada di rumah."

Move On, Regan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang