07. Setelah tawa pasti ada tangis, pun sebaliknya

169 18 0
                                    

Regan menepati janjinya untuk menemani Aleta ke Gramedia setelah selesai rapat OSIS. Seperti biasa, dengan motor matic Regan yang sudah sering rewel, keduanya tetap siap untuk membelah kepadatan jalan ibu kota. Regan tidak pernah melajukan motornya di kecepatan tinggi, cowok itu selalu pelan-pelan dalam berkendara. Alasannya guna menghindari hal-hal yang gak diinginkan. Katanya juga gak apa-apa pelan asal selamat, padahal sebenarnya, Regan hanya takut kalau motornya mogok saat ia sedang membonceng Aleta. Motor Regan tidak bisa dikatakan tua, kendaraan itu termasuk keluaran terbaru, tapi gak tau juga kenapa belakangan ini sering rewel.

Ditya sudah sering meminta Regan untuk mengganti motornya, tapi cowok itu selalu menolak dengan dalih jika motor itu adalah motor istimewa. Dulu, Regan mendapatkannya saat baru masuk SMA, sebagai hadiah karena nilai tes yang cukup bagus. Bagi Regan, selama motornya masih bisa nyala dan jalan, ia gak akan pernah menggantikannya.

"Egan, pulang cari buku nanti kita jajan es krim, ya?" celetuk Aleta tiba-tiba dari belakang.

Regan sempat melihat sebentar dari spion. Rupanya Aleta sedang sambil main ponsel, lantas cowok itu berdecak. "Berapa kali sih aku bilang ke kamu, kalau di atas motor, lagi di jalan gede, jangan main HP, Ta, bahaya."

"Hah? Apa?"

"Ck, masukin HPmu!"

Mendengar jawaban Regan yang agak ngegas, baru Aleta segera mengantongi lagi ponselnya. "Iya, iya, maaf."

"Nanti jajan es krimnya ngikut aku aja, ya? Aku tau tempat gelato yang enak."

"Apa?!" Sungguh, suara Regan sangat kalah dengan bisingnya jalanan.

"Nanti jajan es krimnya ngikut aku aja! Aku tau tempat gelato yang enak!" Regan mengulang jawabannya dengan setengah teriak. Baru setelah itu dapat ia lihat dari spion Aleta yang menganggukkan kepalanya.

"OKE!"

Sudah tidak heran lagi, kalau sedang berada di jalan raya besar, apalagi waktu naik motor, pasti telinga akan spontan kehilangan sedikit fungsinya.

Memasuki kawasan mall, Regan menggandeng tangan Aleta saat berjalan. Kedua remaja yang masih pakai bawahan seragam abu-abu itu tampak serasi, seperti kebanyakan pasangan anak SMA yang lainnya, pulang sekolah langsung pergi main tanpa ganti baju. Aleta mengenakan sweater oversize warna soft pink untuk menutupi atasan seragamnya. Begitu juga dengan Regan, ia memakai sweater warna hitam.

"Mau makan dulu nggak, Ta?" cowok itu menawari ketika lewat di depan resto ramen. Namun Aleta menggeleng, dengan mata yang berkelana kemana-mana, gadis itu menarik tangan Regan, membawanya pergi ke tujuan utama mereka.

Regan pasrah saja ketika ditarik Aleta untuk kesana-kemari. Ia menuruti ke mana pun langkah Aleta pergi. Hingga sampai di depan Gramedia, senyum Aleta mengembang lebar. Gadis itu udah kayak menemukan harta karunnya. Secepat kilat Aleta melesat masuk, meninggalkan Regan begitu saja tanpa sadar. Sementara Regan hanya bisa geleng-geleng kepala dan mengikuti dengan jalan pelan.

Kalau sedang cari buku, Aleta akan sangat lama. Karena itu Regan memilih untuk menyibukkan diri, berdiri di barisan rak buku non-fiksi.

"Egan! Ayok, aku sudah nemu bukunya."

Spontan alis Regan menyatu, ia terkejut, cepat sekali pikirnya. Kayak bukan Aleta yang biasanya. "Serius?"

Move On, Regan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang