Dengan perasaan yang sangat bahagia, selayaknya taman dengan banyak bunga dan lebah, Aleta berlari kecil menuju sebuah tempat sambil membawa bingkisan di tangan kirinya. Gadis itu menebar senyum kala ada beberapa yang menyapanya. Di sekolah, kalau bukan karena Regan, gak akan ada yang tau siapa Aleta. Sekarang pun, kebanyakan anak-anak SMA Brawijaya mengenal Aleta sebagai, "Eh itu loh pacarnya Kak Regan." bukan sebagai dirinya sendiri. Namun tidak masalah, Aleta juga tidak terlalu ingin dikenal. Sebab seperti yang ia tau, menjadi terkenal itu bukanlah hal yang menyenangkan. Serius, semakin banyak seseorang dikenal, disukai, maka akan semakin banyak juga orang yang mempunyai hati dan pikiran sebaliknya. Aleta sudah merasakan itu, tidak jarang ia dapat gunjingan dari siswi seangkatannya.
Kata mereka, Aleta tidak cocok dengan Regan. Kata mereka gak seharusnya Regan pacaran sama Aleta. Kata mereka juga, Aleta terlalu ganjen, caper, sampai Regan mau-mau aja pacaran sama gadis itu. Padahal enggak, Aleta selama ini cuma diam. Diajak ngobrol Regan ya nyaut, diajak melakukan hal positif juga nurut, perasaan itu timbul dengan sendirinya seiring berjalan waktu.
Hari itu, Aleta pernah bertanya kepada Regan, "Kenapa lo pengen jadi pacar gue? Kenapa gue harus jadi pacar lo? Dan, kenapa lo bisa suka sama gue."
Bukannya mendapat jawaban yang memuaskan, Aleta malah dapat tawa bernada ledekan dari seorang cowok yang tiap harinya selalu berpakaian rapi itu.
"Gue serius!!!" Aleta mulai meninggikan nadanya dan lagi-lagi tawa renyah Regan mengudara.
"Memangnya kamu mau alasan yang bagaimana?"
Lalu setiap Regan membalas panggilan lo-gue dari Aleta dengan aku-kamu, saat itu juga perasaan suka Aleta terhadap Regan rasanya naik satu tingkat. Tutur kata Regan yang selalu lembut juga berhasil membuat Aleta kebawa perasaan dari hari ke hari.
"Leta, cinta itu gak butuh alasan," kata Regan.
Helaan napas panjang Aleta keluarkan . Ia menatap cowok di sebelahnya dengan malas. "Re, kita masih terlalu muda untuk jatuh cinta. Palingan lo juga cuma cinta monyet ke gue. Sebulan, dua bulan, tiga bulan, gue yakin, perasaan lo ke gue akan hilang."
"Kalau enggak?"
Aleta terdiam.
"Apa sih, yang buat kamu gak percaya sama perasaan aku? Apa yang buat kamu gak percaya kalau aku serius suka sama kamu?"
"Ish, kebiasaan, pertanyaan gue yang awal bukannya dijawab, sekarang malah ngelempar pertanyaan lain."
Entah untuk ke berapa kalinya Regan tertawa. Selalu seperti itu. Jika Aleta tanya kenapa, jawaban Regan cuma kekehan tawa. Begitu Regan mau Aleta percaya padanya?
"Oke ... aku serius kali ini."
Langsung gadis itu memasang telinga lebar-lebar, siap mendengarkan. Namun di lain sisi ia juga tengah menyiapkan amarah, siapa tau, Regan bercanda lagi jawabnya.
"Aku pilih kamu karena kamu adalah Aleta Pricilla." Suara lembut dan pelan milik Regan menyapa indera pendengaran Aleta. Sepertinya kali ini ia tidak bercanda.
"Sejak kita ketemu di perpus untuk pertama kali, di hari-hari berikutnya, setiap keinget muka kamu, gak tau kenapa aku selalu ngerasa kalau aku suka sama kamu, Ta. Tiba-tiba, tanpa alasan. Mau kamu tanya sampai sejuta kali pun, aku akan tetap kasih jawaban yang sama, Ta, aku gak tau apa alasannya. Aku gak tau kenapa aku bisa sesuka ini sama kamu. Karena aku pun gak tau, bagaimana cara cinta bekerja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On, Regan!
Jugendliteratur[Spin off Malven Alvito] Move on gak hanya tentang melupakan, tapi juga tentang bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu. Regan akui jika masa remaja adalah masa yang paling indah. Lebih sempurna lagi kebahagiaan itu ketika ia bertemu dengan Alet...