09. Regan ke mana?

155 20 0
                                    

Sudah hampir satu jam Aleta memelototi layar ponselnya. Sambil tiduran di atas kasur, Aleta terus menunggu kabar dari seseorang. Jarum jam sudah menunjuk ke angka 10 namun Regan tidak kunjung memberi pesan seperti apa yang tadi siang cowok itu katakan.

"Apa Egan ketiduran ya?" gumam Aleta ntah sudah yang ke berapa kalinya.

Gadis itu kembali mengubah posisinya jadi terlentang, seperti itu terus mengulang. Tengkurap, terlentang, duduk, balik tengkurap lagi sampai capek. Kini Aleta memilih untuk menaruh ponselnya di sebelah badan. Ia beralih menatap plafon kamar yang banyak tempelan stiker bintang sembari memikirkan di mana Regan sekarang, sedang apa, apakah ia baik-baik saja. Sebenarnya Aleta tidak perlu sekhawatir ini, tapi tidak tau kenapa perutnya selalu bergojak, jantungnya berdebar, saat nama Regan melintas di kepala.

Ting!

Sampai suara notifikasi ponsel terdengar. Buru-buru Aleta ambil benda pipih tersebut. Namun sayangnya, notifikasi itu tidak berasal dari chat Regan. Lantas Aleta membuang asal lagi HP-nya.

Sekarang Aleta berada di tahap frustasi. Ia mengusap mukanya secara kasar, mengubah posisi jadi duduk dengan kedua kaki menjuntai ke lantai. Gadis itu berhadapan dengan cermin, menatap pantulan dirinya sendiri yang sudah layu. Aleta mengantuk, tapi tidak bisa terlelap.

Aleta masih menunggu kabar dari Regan.

Ting!

Lagi, ponsel Aleta berbunyi. Kali ini Aleta tidak sesemangat tadi, ia takut kenyataan menghancurkan ekspektasinya sendiri. Dengan malas Aleta raih ponselnya, ia melihat layar tanpa minat. Lagi dan lagi, bukan nama Regan yang ada di sana.

"Oh ayolah, kamu ke mana sih, Gan?!"

"Apa gue telepon aja? Tapi kalau ganggu?"

Jemari yang siap mengetik pesan itu hanya mengambang di udara, tidak kunjung menyentuh layar keyboard. Lama waktu berjalan, Aleta cuma menatap dalam diam layarnya. Hingga sudah tidak tahan lagi, akhirnya ia ketikkan sesuatu.

Aleta
[Egannn]
[Sudah di rumah kan?]

Hanya itu, tidak lebih. Setelahnya kembali ia simpan alat elektronik tersebut. Helaan napas panjang Aleta keluarkan. Gadis itu bangkit, menatap keluar jendela kamar. Malam itu rasanya sunyi sekali, tanpa bintang di langit, angin pun tidak berisik. Daun-daun pepohonan kompak geming.

"Kalau gini caranya, gue mau nitip kangen ke siapa? Bintangnya gak ada, bulan juga gak kelihatan, angin? Gak ada angin. Egan ... rindu."

Aleta tempelkan telapak tangannya pada kaca, berharap Regan tiba-tiba datang dan melakukan hal yang sama dari luar. Aleta tau itu sangat mustahil, tapi apa salahnya berharap?

"ALETA, MAU NASI GORENG GAKK??"

Hingga tau-tau teriakan Ayunda terdengar menggelegar dari lantai bawah. Aleta sempat terjingkat, tapi cepat-cepat ia berlari keluar, mengabaikan ponsel yang tergeletak nahas di atas kasur.

"MAU MA!"

Sampai di teras, Aleta sudah bisa melihat Ayunda yang datang dari pagar depan sambil bawa sepiring nasi goreng. Aromanya semerbak membuat perut Aleta sukses keroncongan.

"Mama udah pesen ke abangnya, tungguin sana."

Tanpa banyak bicara, Aleta melesat menghampiri tukang nasi goreng yang selalu lewat depan rumah tiap malam. Ia menunggu pesanannya seraya memperhatikan sekitar. Lalu sebuah silauan dari lampu kendaraan roda empat tampak mendekat. Mobil Honda Civic berhenti tepat di belakang gerobak nasi goreng tersebut. Aleta terus memperhatikan siapa yang turun. Hingga tanpa sadar ia menyebutkan sebuah nama.

Move On, Regan!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang