"Jangan buat ulah di sekolah." Ditya memberi pesan sebelum putranya keluar dari dalam mobil.
Regan yang baru saja akan berdiri jadi mengurungkan niat. Ia lekas duduk kembali, menoleh, menatap Ditya yang juga melihatnya dengan sebuah pertanyaan.
"Aku rasa Papa sudah tau, if your son is never mentioned in terms of ugliness?"
Ditya terkekeh menanggapinya, ia langsung membuang muka, mengeratkan pegangan pada stir sambil menatap lurus ke depan. Melihat banyak anak SMA berlalu lalang menyebrang jalan. Ditya mengangguk, tidak ia sangkal pernyataan Regan.
"Ya, Papa tau. Papa harap seterusnya akan seperti itu."
"Papa tenang aja, aku akan selalu mengikuti Papa dalam hal kebaikan, tapi nggak akan pernah mau disamakan seperti Papa dalam keburukan."
Langsung tenggorokan Ditya terasa tercekat, tangan pria itu mulai berkeringat dingin. Ia yakin, jika ia angkat tangannya dari stir, maka di sana akan meninggalkan jejak yang sangat berair.
"I hope you'll shut your mouth! Kita sudah janji untuk berdamai dengan masa lalu, Regan, jadi Papa mohon jangan pernah ungkit itu lagi."
Regan tau Ditya akan selalu merasa gelisah jika sedang membahas hal yang menurut pria itu adalah kebodohan paling mutlak di dunia. Regan paham apa kelemahan Papanya, tapi siapa yang peduli? Orang itu yang berulah, lantas kenapa Regan yang harus jaga perasannya? Ditya saja tidak pernah berusaha menjaga perasaan Nila malam itu.
Membayangkan bagaimana bodohnya Ditya di masa lalu membuat tawa kecil keluar dari bibir Regan. Anak itu menggelengkan kepala, tangannya sudah memegang handle pintu, basiap keluar, tapi sebelum itu ia sempatkan untuk berucap, "Bukan kita yang setuju untuk berdamai, tapi mama yang memaksa aku untuk ikut mendamaikan hubungan kita bertiga."
Regan pergi meninggalkan aura dingin dalam mobil Ditya. Mau disesali seperti apa pun, masa lalu gak akan pernah bisa berubah. Ditya tetap gak akan bisa mengubah apa yang telah ia perbuat. Anak yang dijaganya kini terasa benar-benar asing. Pagi itu Regan berhasil mengeluarkan air mata dari mata Ditya, lagi.
Namun bukan hanya Ditya yang terluka atas perkataan anaknya, Regan juga sama. Ia terluka atas ucapannya sendiri. Cowok berseragam putih abu itu mengeratkan jaketnya, memakai tudung kepalanya, jalan sambil menunduk guna menyembunyikan raut wajah yang menurutnya belum bisa dikondisikan.
Diamnya Ditya setelah mendengar ucapan Regan menjadikan cowok itu seperti didekap oleh perasaan bersalah yang luar biasa. Apakah ucapannya menyakiti Ditya? Berpura-pura untuk gak peduli juga percuma, Regan tetap merasa bersalah telah berbicara sekasar itu tadi.
Bruk!
Hingga badannya terasa menabrak sesuatu. Regan geming, ia perlahan mengangkat kepalanya, melihat badan siapa yang ia tabrak.
"Sorry."
Lalu ucapan maaf dari suara laki-laki yang ia dengar. Kening Regan mengerut, ia melepas tudung kepala jaketnya, menatap asing seorang laki-laki yang berdiri di depannya saat ini. Sebelumnya Regan tidak pernah melihat cowok itu.
"Romeo, ruang kepala sekolah ada di san—Egan?!"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Move On, Regan!
Teen Fiction[Spin off Malven Alvito] Move on gak hanya tentang melupakan, tapi juga tentang bagaimana caranya berdamai dengan masa lalu. Regan akui jika masa remaja adalah masa yang paling indah. Lebih sempurna lagi kebahagiaan itu ketika ia bertemu dengan Alet...