6. Nathan dan Cakra

1.3K 139 3
                                    

Pagi itu memang nikmat jika diawali dengan kopi hangat dan pisang goreng hangat, seperti Jeffran dan Marvel yang sudah menikmati kopi hitam buatan Nathan pagi ini.

"Kopi kak Na memang yang paling nikmat" puji Marvel, Nathan yang dipuji tersipu malu padahal bukan sekali dua kali Marvel memuji kopi buatan Nathan.

"Ih mukanya merah" goda Reynand yang menatap adik 10 menitnya itu malu-malu.

"HAHAH..." dua bungsu ketawa puas ketika Reynand menggoda Nathan, semuanya ikut tertawa dengan puas menikmati pagi ini, tanpa Langit.

Langit menuruni anak tangga dengan datar dan dingin, dia menoleh ke arah meja makan dan melihat keluarganya sedang menikmati pisang goreng buatan Nathan dengan tertawa bahagia.

Langit melewati meja makan dan pergi keluar rumah, lebih baik dia pergi naik bus daripada suasana hatinya semakin kacau.

"Makin kurang ajar aja sih Langit" sindir Nathan menatap punggung Langit dengan sinis.

"Kak Na" tegur Dona dengan lembut.

"Emang benar kan ma? Aa' makin kesini makin keras kepala, seenaknya" timpal Cakra.

"Lihat ma, bukan Abang aja yang cape dengan sifat Langit tapi juga Kak na, Cakra" ucap Reynand yang menambahi.

"Jangan jadi propokator bang, kita ngak tahu perasaan Aa kayak gimana yang sebenarnya, Aa' ngak kayak kita yang bisa menceritakan masalah kita dengan orang lain" bela Jevan.

"Kita bukan orang lain mas, kita keluarga, tempat cerita, tempat berkeluh kesah agar hati kita tidak memendam hal yang menyakitkan sendirian" tambah Nathan yang menyuarakan pendapatnya.

"Tapi kak, kita ngak bisa menyamakan Langit dengan kita yang bisa mengutarakan ketika kita kesal, bahagia ataupun sedang gundah, ngak semua bisa cerita tentang masalah mereka"

"Emang mas ngak cape selalu ngalah sama Aa'?" Tanya Cakra yang ingin tahu, dari banyak saudaranya mungkin cuma Jevan yang selalu membela Langit.

Jevano menatap mereka dengan tersenyum manis, "mas ngak pernah merasa cape, jika perlu mas berikan nyawa mas buat Aa, mas ngak seperti kalian yang marah tidak jelas karena kalian merasa dibedakan"

"Lalu... Mas ngak terima kalau kami menuntut hak kami sebagai anak mama sama papa?"

Dona dan Jeffran terdiam mendengar perdebatan anak-anaknya bukan bermaksud tidak melerai, tapi Dona juga ingin tahu isi hati setiap anaknya.

"Ngak terima kak? Itu hak kalian ingin menuntut!"

"Abang masih penasaran kenapa mas selalu membela langit mati-matian, ada yang mas sembunyikan dari kami?" Tuntut Reynand mendesak Jevan didepan Jeffran dan Dona.

Dona tentu syok, apa Jevan tahu yang sebenarnya? Atau memang Jevan begitu menyayangi Langit tanpa alasan.

"Iya bang, ada yang mas sembunyikan dari Abang, tapi mas ngak bisa bicarain ini dari Abang"

"Kenapa?"

Jevano hanya diam menatap lantai dapur.

"Jawab mas kenapa?" Bentak Reynand yang terpancing emosi.

Jevano yang juga terpancing emosi melirik satu persatu wajah mereka. "Karena Langit sakit" lirih Jevan yang menatap Reynand dengan pandangan kosong.

Deg

🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻

Ini pertama kalinya Langit naik angkutan umum, menyenangkan, ternyata pergi menaiki angkutan umum bukan ide yang buruk.

Biasanya dia pergi selalu sama keluarganya, entah diantar Jeffran atau pergi bersama ketiga kakak kembarnya.

Ah mengingat kakak kembarnya, Langit merasa bersalah terhadap kakak keduanya itu, dia juga merindukan omelan Reynand jika dia tiduk mengikuti kata-kata kakaknya itu.

"Ssshh" Langit meringis tertahan ketika lagi dan lagi dia merasakan sakit di kepalanya, ada apa sebenarnya dengan tubuhnya, kenapa akhir-akhir ini dia merasakan sakit dikepalanya.

'aku ini kenapa?'

Langit memasuki gerbang sekolah dengan tatapan datar dan dingin, dapat dia lihat ketiga kakak kembarnya masih ada diparkiran sedangkan kedua adik bungsunya mungkin sudah memasuki kelas.

Langit Melawati mereka begitu saja, dia belum siap untuk menyapa kakak kembarnya, biarlah seperti ini, Langit juga cape berperang dengan pikiran negatif yang ada dipikirannya.

Langit masuk ke dalam kelas dan duduk dibangku, tidak ada yang menyapa Langit, memang Langit tidak memiliki teman akrab seperti saudara-saudaranya yang lain.

'apa aku bilang aja sama mama, kalau kepala aku akhir-akhir ini sering sakit?'

'eh ngak usah, mama pasti masih marah, karena aku nuduh mama kemarin'

'kalau aku diamkan, takutnya aku sakit keras gimana?'

'atau lebih parahnya aku sakit kanker'

'mama Aa takut'

🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻🐻

Jevano mengejar langkah Langit yang baru saja keluar dari kelas, sudah satu Minggu ini dia dan saudaranya tidak berinteraksi dengan Langit walaupun mereka tinggal di satu rumah.

"Aa'" teriak Jevan dengan nafas ngos-ngosan mengejar Langit dengan langkah lebar.

Langit berhenti dan membalikkan tubuhnya yang mendapati Jevano dengan nafas memburu.

"Kenapa mas?" Tanya Langit tanpa ekspresi.

"Mau pulang bareng!"

Langit berpikir sejenak, tidak salahnya bukan dia pulang dengan Jevan, hitung-hitung untuk membuat hatinya menjadi lebih baik.

"Mas Jevan bawa motor?" Tanya Langit.

Jevano menggeleng pelan, "mas tadi berangkat bareng bang Rey, soalnya bang Rey bawa mobil"

"Aku ngak mau pulang sama bang Rey" tolak Langit

"Kenapa?" Langit melototkan matanya ketika yang menjawab bukanlah Jevan melainkan Rey sendiri.

"Kenapa ngak mau pulang sama Abang?" Tanya Reynand mengintimidasi.

Langit hanya diam tanpa menjawab, "mas aku mau pulang naik bus, jika mau ikut ayo, kalau ngak mau, aku pulang sendiri" Langit melanjutkan langkahnya menuju halte untuk menunggu bus pulang, Jevan yang sempat diam langsung mengejar Langit yang sudah sedikit jauh dari jaraknya.

"bang, mas pulang sama Aa' yah" pamit Jevan pergi meninggalkan Aksena bersaudara itu.

Langit mendudukan bokongnya dibangku halte, lalu diikuti dengan Jevan.

"Mas mau izin turun malam ini ya A'" ucap Jevan memecahkan keheningan.

"Malam ini?" Ulang Langit.

Jevano menganggukkan kepalanya, "boleh ya"? Jevano memohon pada Langit agar diizinkan, memang Jevan selalu izin pada Langit jika dia ingin balapan.

"Iya mas, tapi mas janji ya pulang dengan selamat.... Soalnya Aa ngak mau kalau mas kenapa-kenapa, soalnya 'kan cuma mas yang masih perduli sama Aa', kalau mas kenapa-napa Aa sama siapa?" Ucap Langit menunduk sembari meremas jemarinya hingga memerah.

Jevan meraih tangan Langit, "Buang jauh-jauh A' pikiran-pikiran negatif itu, nanti Aa' susah sendiri loh" nasihat Jevan dengan lembut.

"Sekarang aja Aa udah susah mas, sulit membuang pikiran negatif itu, Aa' udah coba buang jauh-jauh tapi tetap aja pikiran itu datang lagi"

Jevano mengusap rambut Langit dengan sayang, bisa Jevano bilang kalau Langit adik kesayangannya.

'mas janji A, rasa sayang mas sama Aa' ngak akan pernah berubah'

******
Jangan lupa vote dan coment

AKSENA FAMILY (Nct Dream)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang