17

162 33 0
                                    

"Apa?"

Kaizo memainkan kertas yang ia pegang menggambarkan keraguan di pikirannya. Ia maju mundur untuk kembali mengatakan dan mulai memikirkan bagaimana cara mengganti topik, tetapi Kaizo tidak akan pernah bisa menghindari kemampuan Hali untuk mendengar dengan baik dari ucapan pertama.

"Apa maksudku kau ingin menemui para elemental?" tanya Hali mengulang perkataan Kaizo sebelumnya. 

"Aku merasa sangat bersalah karena telah membuatmu merasa terintimidasi kemarin," ucap Kaizo meminta maaf, tidak menjawab pertanyaan Hali barusan. 

Hali tentu tidak senang. Meski Kaizo menunjukkan rasa bersalah, Hali tetap tak bisa menahan diri. Ia bahkan tidak peduli jika Kaizo lebih tua dan terpimpin. Hali hanya ingin diberikan kejelasan.

"Jawab aku."

"Aku akan memberikan mereka penjelasan, mengatakan berbagai kenyataan pahit, keadaanmu hingga saat ini, dan perasaan yang kau alami selama ini sehingga kau tidak perlu lagi merasa canggung de--"

"Tidak perlu! Untuk apa kau melakukan itu? Kau hanya akan menghabiskan waktu, bodoh." Hali menolak keras. Ia tidak mau mendengar rencana Kaizo untuk ikut campur dengan kehidupannya.

"Lebih baik waktuku habis daripada melihatmu seperti ini setiap hari," balas Kaizo menatapnya dalam. Kaizo merasa iba setiap kali melihat Hali terus-terusan berusaha menahan rasa sakitnya. 

Kaizo merasa dengan menemui para elemental, setidaknya Hali akan merasa bahwa para elemental tidak lagi tidak menginginkannya.

"Apa pedulimu?!" teriak Hali tetap menolak. Namun, Hali tidak bisa menutupi tubuhnya yang bergemetar dan mata yang tidak fokus akan penolakan yang ia sendiri berikan. Hali yang faktanya hampir putus asa untuk menjalani hidup ini terpampang jelas.

Kaizo melihatnya mau sekeras apapun Hali berusaha menutupinya. 

"Aku tetap akan menemui mereka."

Ketika Kaizo akan meninggalkan Hali setelah mengucapkan apa yang akan ia lakukan setelah ini, tiba-tiba saja kemeja bawahnya ditarik oleh jari jemari Hali.  

Hali menunduk. "Katakan pada mereka kalau aku memang salah besar." Ia memberikan kartu atm dan kertas berisi kata sandi yang tidak pernah Kaizo lihat. "Ambil seluruh uang di bank ini dan mintalah mereka untuk melupakanku."

"Sejak kapan ini ada? Berapa banyak yang kau punya?" tanya Kaizo tidak percaya.

"Lihat nanti. Katanya mereka mengumpulkan uang 23 juta kan? Anggap saja 23-nya uang dari hasil mereka."

"Anggap? Ti--"

"Aku mohon kali ini dengarkan aku ...." Suara Hali perlahan terdengar bergetar. Ia seperti menahan sesak di dada. Kaizo bahkan tak bisa membayangkan bagaimana kondisi hati dan wajah Hali saat ini.

Setelah berbicara dengannya, Kaizo kini berjalan memasuki tempat para elemental tinggal dengan pakaian perusahaan. Mereka semua mengingatnya.

"Salam perkenalan, Ketua," sapa Thorn tersenyum manis, menyalim Kaizo sebagai sambutan ramah. 

Kaizo tertawa merasakan perlakuan Thorn yang begitu sopan.

"Kenapa Ketua datang kemari?" tanya Taufan keheranan. Tidak pernah tanpa sebab Kaizo mendatangi suatu tempat selama bertahun lamanya. 

"Kalau Ketua mencari Hali, dia tidak di sini," ucap Gempa tiba-tiba dari belakang. Ia menarik Taufan menjauh darinya. Kaizo menyadari perilaku itu. Gempa mencurigai dirinya setelah sekian lama bertingkah biasa saja. 

"Bukan mencari."

"Di mana Ice dan Blaze?" tanya Taufan menoleh ke kanan-kiri. "Blaze mengajaknya bermain nih. Mungkin tidak bisa berjumpa sekarang," jawab Thorn menunjuk pada ruangan Ice yang disalahgunakan.

My Unread MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang