20

200 36 1
                                    

Fang tampak menghirup segelas teh seraya membaca berita di ponselnya.

Mereka bertiga tengah berkumpul di meja makan untuk sarapan di pukul 11 siang setelah melewati hari yang cukup berat. Komander Kokoci memberikan begitu banyak tugas yang membuat mereka tak bisa tidak menyelesaikannya.

Beruntung, ada Kaizo yang bisa membantu mempersingkat waktu sehingga kini mereka telah lapang.

"Payah. Bisa-bisanya kalian tidak memberitahuku," balas Solar kesal. Ia menelan roti yang sudah ia pisahkan karena emosi tengah memenuhi dirinya. 

Fang meletakkan ponselnya. "Kau kira aku tau? Aku juga mencari tau sendiri. Kau saja yang tidak ambil peduli."

Solar berdecis. "Aku peduli ya! Semalem kan masalahnya sibuk!" Ia tidak senang mendengar celotehan Fang padanya seakan ia serba salah. 

Melihat mereka bertengkar sedikit membuat Kaizo terganggu. "Setidaknya tugas kalian selesai. Jika menghabiskan waktu, mungkin sekarang masih harus bekerja. Kalian tidak mengerti arti bersyukur?"

Solar lantas mengacak rambutnya. "Bukannya aku tidak bersyukur, Ketua, tetapi sebagai elemental, aku tidak tenang jika Hali kenapa-napa," balas Solar tidak terima. "Dulu, kalau aku sakit, Hali akan membuat dirinya sendiri kehilangan waktu kosong dengan mengambil alih menjaga dan merawat hingga aku benar-benar sembuh. Ketua tau saja seberapa sering aku drop setelah memakai kuasa cahaya."

"Yang lain bagaimana?" tanya Kaizo cukup tertarik untuk tau lebih jauh.

"Mereka juga khawatir sebenarnya, terutama Gempa. Namun, sebagai elemental tertua, Hali banyak ngatur. Ngusir mereka lah. Katanya urus hal lain aja, ngapain heboh banget? Padahal Hali bilang gitu supaya mereka tidak perlu capek-capek bantu ngurusin. Sampai tengah malam pun, pas aku masih belum sadarkan diri, Hali juga yang selalu make sure aku ngerasa nyaman sampai akhirnya sembuh di hari selanjutnya," balas Solar tersenyum mengingatnya. "Bahkan saat dia masih bekerja di Tapops sendiri lebih dari setahun itu, Hali kan pulang beberapa hari tiap sebulan tuh, nah tiap pulang dia pasti berusaha keras buat ngabisin waktu sama kami."

Keduanya hampir tidak percaya mendengar cerita itu. Hali yang biasanya mereka jumpai di kantor maupun di rumah sangat berbeda dari cerita Solar.

Ia cuek, sering mengajak bertengkar, dan sensitif. Hali memang baik dan masih bisa diajak bicara, hanya saja secara alami, Hali bukan orang yang suka menghabiskan waktu untuk hal yang tidak penting baginya.

Mungkin bagi Hali, hanya elemental saja yang penting.

"Bentar, kau tadi bilang selama kau belum sadarkan diri. Lalu, bagaimana cara kau tau kalau dia begitu?" tanya Fang keheranan.

"Aku kan pasang cctv di rumah. Tinggal cek monitor saja di ruang laborku. Aku selalu tutup akses sih supaya cuma aku sendiri yang lihat, makanya aku kadang tau kondisi rumah gimana," jawab Solar memberikan penjelasan yang cukup rinci.

Solar pun mengangkat tangannya dan menunjuk-nunjuk pada mereka seraya tersenyum nakal. "Makanya jangan ngerasa aneh kalau aku yang paling dekat sama Hali!" 

Ia perlahan menurunkan tangannya dan berhenti tersenyum. Tampak perasaan malu dan sedih yang bercampur di wajahnya. "Kami jarang interaksi sih sebenarnya ...."

Fang kembali menatap heran. "Lah, jadi yang benar yang mana?"

"Hali kan biasanya pulang beberapa hari saja perbulan. Sebanyak apapun aku bicara, Hali hanya akan tertawa dan mengelus kepalaku. Dikira aku kucing apa?!" kesal Solar menyilangkan tangannya. Hilang sudah perasaan tadi di wajahnya. "Lama-lama aku jadi malas ngomong. Eh, dianya juga gengsi. Nyebelin lagi! Jadinya interaksi kami makin sedikit. Baru setelah berjumpa dia lagi aku banyak bicara. Jika saja dia memang berhutang, mungkin aku sudah memukul kepalanya!" 

Kaizo lantas tertawa mendengar celotehan panjang dari Solar yang bercerita dengan berbagai emosi di nada bicaranya. Solar benar-benar menggambarkan elemental termuda yang terlihat keren di luar, tetapi emosional di dalam.

Entah apa yang ada di pikiran orang-orang jika tau seorang Solar sebanyak omong ini.

Solar menunduk. "Aku mungkin kesal dengan para elemental karena tidak menerima Hali. Hanya saja, aku baru sadar kalau itu normal bagi mereka untuk kecewa dan benci padanya. Kan aku tidak ikut mencari uang. Aku tidak tau seberapa lelah mereka," lanjut Solar memainkan jarinya. Ia pun heran kenapa dirinya tiba-tiba kembali mengungkit kejadian lama. 

Solar pun meminum kopi miliknya hingga habis sebelum kembali melanjutkan cerita. "Meski begitu, aku tidak terima jika sampai menutup mata atas usaha Hali selama ini. Kami hidup semua atas akomodasi Hali. Sebanyak apapun kami berusaha, kami tetap tidak bisa membalas jasanya. Sama halnya kami yang tidak bisa membalas jasa Tok Aba."

Keduanya tertegun. 

Berbagai opini panjang lebar yang Solar ucapkan sungguh membuat mereka tak mampu membalas.

Pada akhirnya, Solar memang bukan elemental biasa. 

Ia tidak hanya pintar menghasilkan komponen dan menyelesaikan musuh, tetapi ia juga pintar berargumen. Mungkin terkadang ia tidak berpikir jernih sehingga beragam kejadian pun mengalami kegagalan atas ulah tidak jelasnya.

"Apa yang akan dilakukan setelah ini?"

Solar lantas menunjukkan pose berpikir. Ia sendiri pun tidak begitu merencanakan apapun. "Entah ya. Kita dikasih cuti lama kah?"

Fang mengangguk. Ia menunjukkan surat yang diberikan khusus kepada mereka. Tertulis jelas alasan sebulan libur karena konstruksi perusahaan, akhir tahun, dan bonus terima kasih.

"Wah, lama sekali! Bisa nih gangguin Hali setiap hari."

"Ahaha iya, tetapi mending kit--"

"Ganggu?" Belum sempat Fang menyelesaikan balasan, tiba-tiba suara Hali terdengar tepat dari arah pintu masuk ruang makan. Hali hanya menggunakan handuk kimono tebal berwarna hitam kala datang memasuki ruangan. 

"Pakailah baju dulu, Li," minta Kaizo tidak suka melihatnya tidak bersiap dengan rapi. 

Hali lantas menarik tali yang memutari handuk itu dan menunjukkan pakaian dengan lengan pendek yang ternyata sudah ia pakai di dalam. "Ini tebal dan hangat. Tidak ada jaket yang bisa menutupi dinginnya rumah selain ini," balas Hali mengambil tempat duduk kosong di sebelah Kaizo. "Aku juga mau roti."

Mereka memandangnya heran. 

Hali terlihat terlalu normal. Ia tidak menunjukkan wajah kesal dan tidak juga berbicara ketus kini menarik perhatian ketiganya. 

Meskipun Hali mengatakan keinginan, ia tetap mengambil sendiri sekeping roti di atas piring tengah. Ia melumurinya dengan selai kemudian melipatnya, sebelum memakan roti itu dengan santai.

Menyadari ketiga orang memandangi dirinya dengan tatapan tidak percaya, Hali lantas menunjukkan reaksi heran. "Kalian seperti melihat orang bangkit dari kubur sa--"

"Kau tidak apa-apa, Hali? Ada sakit di mana gitu? Kepalamu pusing? Pinggangmu nyeri? Perutmu seperti tertusuk? Masih ada gej--"

"Huh? Tidak." Hali segera menjawab berbagai pertanyaan Solar dengan singkat. 

Hali tanpa pikir panjang membuka dua kancing bajunya dan menunjukkan bekas luka tusuk tepat di sebelah jantung berada. "Tetapi ada ini." Hali memegang bahunya dengan raut wajah ragu. "Aku baru menemukan banyak luka di sekujur tubuh, salah satunya ini. Sepertinya dalam, itulah kenapa efeknya masih sering muncul hingga sekarang," ucapnya seraya memandangi bekas luka tusuk itu. 

Selama ini, Hali tidak pernah memperhatikan apapun yang ada di tubuhnya selama membersihkan badan. Pandangannya selalu samar-samar. 

Dengan pikiran yang biasanya dipenuhi oleh berbagai hal membuat Hali semakin tak bisa fokus pada apa yang ada di tubuhnya. Mereka pun tak pernah sadar akan itu, karena selama ini, Hali selalu memakai pakaian yang tidak longgar.

"Aneh."

My Unread MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang