26

245 41 4
                                    

"Jadi, apa Ketua akan menghubungi orang itu?"

"Kau membuatku gila."

Pertanyaan Ice terngiang-ngiang selama 3 hari belakangan ini. Seberapa banyak cara lain muncul, kemungkinan terburuk hanya akan menjadi hasil. Jika berbicara soal ilmu sihir anonim, mereka tidak bisa asal-asalan. 

Apa yang bisa dilakukan? Bukankah mereka sepatutnya meminta saran yang lain? atau saran Hali? 

Berbicara soal pikiran dan perasaan, Hali mungkin akan menerima dengan syarat Kaizo dan Ice pun wajib kehilangan ingatan tentangnya juga. 

Semenjak kejadian satu tahun itu, Hali seperti kehilangan jati diri sehingga Kaizo berperan besar dalam permainan hatinya. Meski begitu, Kaizo tak akan pernah bisa memenangkan keputusan dari pikiran Hali.

"Hali.. apa kau akan senang jika ingatanmu menghilang. Hanya ingatanmu?" tanya Ice.

Hali menggeleng. "Tidak boleh."

Kaizo mengeluh. Tidak mungkin Hali akan senang dengan itu. Ia pasti akan merasa bersalah membuat semua orang masih mengkhawatirkannya. Tidak sepatutnya Ice menanyakan hal seperti ini pada Hali. 

Jika dari Hali akan tidak, dari orang lain pasti iya. Sama halnya dengan penghapusan ingatan semua orang. Hali akan menjawab iya, sedangkan orang lain tidak. Siklus itu akan sama.

"Kalau suatu saat nanti semua orang melupakanmu, bukan hanya nama, tetapi keberadaannya juga, apa yang akan kau lakukan?" Pertanyaan lain pun Ice lontarkan.

Keduanya saling memandang canggung. Kaizo sendiri menatap dalam diam, membiarkan mereka bercengkrama.

Hali sudah bisa duduk atas bantuan tenaganya sendiri. Ice masih duduk di sisinya, sedangkan Kaizo berdiri seraya bersandar pada dinding seperti biasanya.

Ice harus pulang besok. Untuk itu, ia mengambil kesempatan. Elemental sudah menaruh kecurigaan setelah ia pergi ke luar kota dalam waktu lama, tetapi tak bisa mengirim foto lokasi di sana. 

Tidak mungkin ia memberi tahu keadaan Hali disaat Hali sendiri tak ingin. Ia bisa saja dibenci oleh Hali akan perbuatannya, padahal ia sudah memperbaiki itu semua.

Tiga minggu sejak Hali siuman, dokter belum memberikan Hali kebebasan untuk pulang atau sekadar keluar dari rumah sakit. Ventilator pun masih bertengger di mulutnya, belum bisa bernapas dengan baik.

Meskipun tidak ada tanda-tanda penurunan, stabilitas tubuh Hali bisa tiba-tiba semakin parah dan jatuh secara signifikan bahkan ketika Hali terlihat hanya demam tinggi saja. 

Hampir tiap malam, ada saja kalanya Hali merusak selimut kasur rumah sakit dengan memuntahkan darah dari mulutnya. Luka di tubuhnya pun seringkali nyeri hebat.

Andai Dokter memperbolehkan pulang pun, Kaizo akan melakukan perpanjangan proses pengobatan agar bisa sembuh total.

Mengutuk penjahat itu karena membiarkan sihir tak terdeteksi menggerogoti organ dalamnya. Jika saja sihir itu lepas akan membawa kabar baik, tetapi nyatanya menjadi peringatan yang sangat perlu dihindari.

Sihir itu seakan membuat korbannya tak bisa individualis. Jika ada setiap hari menderita, jika tak ada kemungkinan terbesarnya mati. Bukankah ini sangat tidak berperikemanusiaan? 

Hali menunduk. Ia sebenarnya sering memikirkan itu, terutama ketika harus menahan penderitaan selama satu tahun tanpa siapapun. 

Dipikir-pikir, saat itu hanyalah asumsi. Ia tak bisa membayangkan apa yang terjadi jika semua orang benar-benar melupakannya.

"Menurutmu?" Hali bertanya balik. Tidak menunggu Ice menjawab, Hali melanjutkan kalimatnya. "Bahkan jika dunia lupa pun tidak masalah. Yang rugi juga aku kan? Kalian mah sehat badan dan pikiran, jadi ngapain aku harus pusing?" lanjut Hali santai.

My Unread MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang