Alternate Ending

200 31 4
                                    

Sambungan alternatif dari chapter 26, bukan lanjutan dari chapter 27 ataupun ada sangkut pautnya dengan chapter 27. Ini ending seharusnya dari My Unread Messages. Namun, karena author ngerasa ini terlalu fantasi dan ya- aneh aja gitu, jadinya author memilih untuk menyimpannya terlebih dahulu kemarin.

Ending ini dibatalkan.

______________________________________-

Sebulan setelah hari itu, Kaizo akhirnya kembali ke perusahaan setelah menyelesaikan masalah genting disana. Bertemu dengan para pimpinan sembari membawa bertumpuk berkas yang telah tuntas adalah sebuah anugerah.

"Ketua Kaizo!" Komander Kokoci tiba-tiba memanggil. "Terima kasih sudah kembali. Jika saja kau terlambat, mungkin kami tak bisa--"

"Santai. Ini bukan kontribusiku seorang," ucap Kaizo seraya meletakkan berkas itu di atas meja. Ia mengecek jam tangannya, lalu menoleh pada Komander Kokoci untuk sesaat sebelum pergi. "Solar dan Fang masih di kantor?"

"Lantai 3 cafetaria."

Kaizo tersenyum. Ia puas dapat dimengerti secepat itu. Kaizo segera menuju ke ruang cafetaria dan menemukan keduanya tengah berbincang bersama seraya meminum kopi penghilang kantuk.

Kaizo mengambil kursi, lalu duduk di antara keduanya. "Kalian jadi dekat ya."

"Di kantin mah dekat, Ketua. Kalau masalah popularitas ya ni bocah tetap cemen!" seru Solar tertawa girang, membuat emosi Fang seketika membludak. 

"Lebih terkenal aku ya!"

"Dalam mimpi!" Solar tersenyum penuh percaya diri. Ia pun menoleh ke Kaizo setelahnya. "Ada butuh apa nih, Ketua?"

Kaizo ragu untuk berbicara. Namun, ia akhirnya tetap mengangkat nama itu. "Hali.. Halilintar, apa kau kenal dia?" tanya Kaizo penuh harapan.

Dibanding menjawab langsung, Solar bertatapan dengan Fang untuk beberapa waktu sebelum kembali membalas Kaizo. "Siapa? Tamu perusahaan kah?"

"Pimpinan baru kali ya?" Fang merespon, mencoba menebak-nebak.

Keduanya salah, Kaizo langsung menggeleng. "Bukan." Ia pun berdiri dari tempat duduk, lalu mengangkat kedua belah tangannya untuk menepuk kepala mereka. "Hanya pemuda dalam mimpi."

Cukup itu kalimat terakhir Kaizo sebelum pergi meninggalkan keduanya yang terdiam keheranan.

"Mimpi apaan dah ketua sampe inget nama?"

"Entah."

Kaizo berjalan pergi dari cafetaria tanpa lanjut berbicara atau mengucapkan sepatah katapun pada mereka lagi. Ia memasuki ruangan pribadinya. 

Sampai disana, sosok pemuda memakai jubah panjang layaknya penyihir tengah duduk di kursi kerja milik Kaizo.

Ia tidak marah. Ia pun tidak berusaha memintanya pergi.

Kaizo berjalan mendekati pemuda yang diam saja dengan kehadirannya, lalu tanpa aba-aba melepas penutup kepala yang tersambung dengan jubah itu.

Surai putih seketika terhembus angin. Rambut pemuda itu panjang dan terikat rapi.

Pemuda itu melihat ke depan. Netra mata merah berkilau emas memandangi Kaizo dengan tanda tanya. Ia sontak menarik tangan yang berani menyentuhnya hingga tubuh Kaizo terhempas ke meja. 

"Lepas, Hali!"

Panggilan yang sesuai. Pemuda itu memanglah Hali. "Diam sini." Hali tertawa geli. Ia bersandar ke atas kepala Kaizo agar tak berpindah dari posisi itu. "Ternyata di luar dugaan ya..?"

Kaizo bersusah payah menahan pegal dan nyeri yang Hali berikan secara bersamaan, tetapi apa boleh buat. Ia memang sudah melakukan kesalahan.

Perubahan rambut Hali terjadi karena efek samping sihir terakhir. Bukankah sangat aneh? Keduanya pun berpikir demikian.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 18 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

My Unread MessagesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang