11: [Kangen]

64 12 3
                                    

Abel memilih jalan-jalan mengelilingi area sekolah. Ia berniat menghampiri sahabatnya tetapi masih belajar dikelasnya. Abel hanya bisa mengintip dari luar kelas dengan lekungan indah di bibirnya.

"Gue kangen belajar, gue kangen sekolah, gue kangen lo, Nay!" gumam Abel dengan perasaan sedih. "Jiwa gue utuh tapi raga gue hilang!"

Abel melangkahkan kakinya menuju belakang sekolah, karena sebelumnya ia belum pernah menginjakkan kakinya kesana.

Semilir angin menerpa wajah seorang laki-laki yang sedang duduk lesehan di bawah pohon yang rindang, tepatnya dibelakang sekolah, tempatnya masih terawat tetapi masih ada daun-daun yang berjatuhan disekelilingnya.

Sesekali ia melemparkan batu kerikil ke depan, pikiran di kepalanya terlihat sangat berantakan.

Netra Abel terfokuskan pada laki-laki yang tengah duduk dibawah pohon itu, wajahya sangat tak asing di mata Abel.

"Dasar murid brandal!! Bukannya masuk kelas, dia malah enak-enakan disini! Tak bisa di biarin!" ucap Abel dengan nada emosi.

Abel pun langsung menghampirinya, ketika Abel sudah sampai di depan laki-laki itu, ia betapa terkejutnya karena laki-laki yang Abel lihat itu adalah orang yang pernah ia temui di dalam bus.

"Asataga! Lo? Lo, sekolah disini?" ucap Abel tertegun. Ia mengingat-ingat lagi siapa namanya dan seperkian detik Abel mulai mengingatnya. "Oh iya gue inget, nama lo Marvin, kan? Lo, yang udah buat baju gue basah semua!!!" ucap Abel dengan kesal.

"Aneh banget sih, orang-orang bolos itu ke kantin! Eh dia malah nongki bareng sama mbak kunti." gumam Abel didalam hati sambil melirik ke atas pohon. Abel melihat berbagai jenis makhluk halus. Ada yang berwajah hancur, ada yang kepalanya terbalik kakinya diatas sambil bergelantungan. Abel hanya bergidik ngeri.

"Woi, jangan ngelamun lo!! Kesambet mampus!!" ledek Abel. Tetapi pembicaraan Abel tidak dihiraukan. "Ngapain gue ngoceh-ngoceh sendiri, sih! Kan, gue gak bisa dilihat oleh mata telanjang!" ucap Abel dengan pasrah.

Abel membalikkan tubuhnya berniat untuk meninggalkan tempat itu. Tetapi langkahnya terhenti.

"Abel?!" teriak Marvin.

Abel masih terpaku ditempat, ia masih mencerna ucapan itu.
"Demi apa? Dia bisa liat gue?" gumamnya didalam hati. "Aduh, ternyata dugaan gue salah." ucapnya pelan.

Dengan perlahan-lahan ia menengok ke arah Marvin.

"L-lo, bisa liat gu-e?" ucap Abel dengan tak percaya. "Tsut!!" Marvin berlari ke arah Abel bahwa ia tak boleh mengatakan hal itu. "Disini banyak makhluk halus, kalau mereka tahu gue bisa lihat, urusannya bisa panjang!!" ucap Marvin dengan pelan.

°•°•°•°

"Lo, beneran bisa lihat gue?" ucap Abel dengan memastikan. Kini mereka berada di taman sekolah.

"Lo baik-baik aja, kan? Gue khawatir banget sama, lo!!"

"Kelihatannya gue bagaimana?" ucap Abel dengan menunjukkan bahwa dirinya baik-baik saja.

"Syukurlah, gue ngerasa bersalah banget sama, lo!!" ujar Marvin dengan perasaan rasa bersalah.

"Maafin gue, Bel!! Seandainya gue gak masuk bus itu. Lo, gak bakal terjadi kecelakaan, Bel!!" ucapnya tertunduk.

"Gue ngerutuk diri sendiri, Bel! Kalo, terjadi sesuatu sama lo, gue gak bakal maafin gue sendiri!"

"Lo, gak boleh ngomong gitu, Vin! Siapa sih yang menginginkan kecelakaan? Ini udah takdir, jalan gue bakal seperti ini." ujar Abel sambil menenangkan Marvin.

Dendam: Gadis Misterius Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang