7. Septian dan Yupi

245 24 1
                                    

"Beli kentang dong, gue mau buat perkedel," kata Jaya.

Ditemani Jaya, Septian dan juga Rizwan, Alan mengelilingi supermarket untuk berbelanja kebutuhan dapur. Sebenarnya, membawa Jaya dan Septian tiada gunanya, sebab kedua bocah itu hanya mengekor tanpa membantu apa-apa.

Alan sibuk mendorong troli, sedangkan Rizwan terlihat memilah sayuran yang akan mereka beli.

"Mau beli berapa iket?" Tanya Rizwan sembari menunjukkan sayur bayam yang terlihat segar.

"Tiga cukup kayaknya, kalo kebanyakan nanti yang ada malah layu terus gak bisa dimasak, mubazir," kata Alan.

Rizwan meletakkan 3 ikat bayam sesuai saran dari Alan ke dalam troli. Lalu kembali memindai rak-rak berisi bahan makanan lain.

Sementara itu, jejak Septian dan Jaya sudah hilang dari pandangan Alan dan Rizwan. Dua bocah kembar itu melipir semangat ke arah tempat camilan.

"Lo ngerampok apa gimana sebenernya?" Tanya Jaya heran. Melihat Septian yang tangannya sudah penuh oleh berbagai macam jenis yupi. Raut anak itu terlihat riang sekali.

"Buat stok, Ajay. Lo kalo mau mending beli sendiri, soalnya gue gak mau bagi-bagi," timpalnya masih kembali mencomot bungkus yupi lainnya.

"Pelit, medit, najis lo jadi orang. Kuburannya sempit mampus," Jaya berkata demikian dengan wajahnya yang kesal.

"Ya kalo sempit tinggal dilebarin, apa susahnya," balas Septian santai.

"Disini rupanya," Alan dan Rizwan datang tiba-tiba menghampiri. Troli yang di dorong oleh Alan tampak penuh.

"Itu mau dibawa kemana yupi sebanyak itu?" Tanya Rizwan menunjuk tangan Septian.

"Dibawa ke kasir, terus dibawa balik, gitu doang masih tanya," jawab Septian ngegas.

"Gak ada! Gak boleh beli yupi banyak-banyak. Lo mau sakit gigi? Yang kemarin dibeliin Bagas aja gue liat masih ada," kata Alan memandang Septian tegas. "Taruh lagi semua yupi nya."

Anak itu merengut, "Aa~ bang Alan~"

"Gak ada, Septian. Simpen lagi yupi nya, boleh beli jajanan yang lain asal jangan yupi," ucap Alan mengambil yupi dari pelukan Septian dan meletakkannya di rak.

"Tiga bungkus deh," namun Alan tak menggubris. "Ya udah, satu aja, satu."

"Gak boleh, gue bilang gak boleh ya gak boleh," tegas Alan menatap Septian. Karena yang ditatap menunduk ciut, Alan menghela nafasnya.

Sambil mengusap kepala Septian, ia berucap, "Gue gak mau lo sakit, baru seminggu yang lalu gigi lo sembuh dari sakit gigi. Boleh makan yupi, tapi jangan keseringan. Gue bilang kayak gini karena gak mau liat lo kenapa-kenapa, Septian," ujarnya lembut. "Ngerti?"

"Iyaa."

Alan tersenyum, lantas ia kembali mendorong troli menuju rak-rak camilan lain.

"Gak papa, Bang Alan bilang gitu karena dia peduli sama lo. Gak usah sedih," ucap Rizwan menghibur. Ia merangkul Septian untuk mengikuti langkah Alan.

"Kan gue bilang juga apa," cibir Jaya merasa puas melihat Septian tak bisa berkata setelah Alan menasehatinya.

"Diem lu!"

Jaya terkekeh lalu menyusul Alan. Ketika maniknya melewati freezer eskrim, matanya seketika berbinar. Layaknya anak kecil, anak itu menarik-narik baju belakang Alan membuat langkah pemuda itu praktis berhenti.

Alan menoleh pada Jaya yang fokusnya tertuju pada freezer.

"Bang, kiko," ucapnya menunjuk sesuatu yang menarik perhatiannya. Jaya menoleh lamban dan menatap penuh harap pada Alan.

[✓]FILANTROPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang