12. Loh? Kok?

273 31 6
                                    

Udara malam itu cukup dingin. Suasana disekitar masih tampak ramai meski jam sudah menunjukkan pukul 10 malam. Lampu-lampu kecil menggantung diantara pohon-pohon. Dalam suasana itu, sembilan member berkumpul mengelilingi api unggun kecil yang baru saja dibuat oleh Bagas dan Rizwan dengan susah payah.

"Lo gak dengerin omongan gue sih, kata gue juga bawa jaket yang lebih tebel, udaranya dingin banget tapi lo cuma bawa sweater tipis gini, ngeyel banget dibilangin," omel Reyhan pada Kalio yang kini meringkuk duduk disebelah Rizwan dan ikut membalut tubuhnya dengan selimut yang dibawa oleh Rizwan.

Reyhan masih mengomel panjang membuat Kalio merengut malas. Ia semakin merapatkan tubuhnya pada Rizwan berharap sedikit mendapat kehangatan.

"Dengerin tuh emak lo ngomel," seru Rizwan pelan sedikit menyenggol Kalio.

"Iya, iya, gue juga dengerin, kok," dengus Kalio malas.

"Tunggu bentar, gue ambil jaket dulu," lantas Reyhan berlalu memasuki tendanya untuk mengambil jaket.

Sisanya yang melihat itu terkekeh meledek.

"Makanya kalo Reyhan ngomong itu dengerin, kan demi kebaikan lo juga," kata Gilang yang tak lupa bersama wajah menyebalkannya.

Kalio tak menjawab, ia lebih senang memperhatikan nyala api didepannya. Sampai pada Reyhan kembali sembari menyodorkan jaket tebal miliknya.

"Pake ini, untung gue bawa dua," katanya.

Kalio mendongak, dan karena respon lambat yang ia dapatkan dari membernya itu, Reyhan berdecak seraya membuka resleting jaket.

"Angkat tangannya," dengan sabar Reyhan memakaikan jaket itu ditubuh Kalio masih dengan perasaan gemas. Namun, meski begitu, ia tetap memperlakukan Kalio selayaknya bayi berusia 5 tahun.

"Makasih, bang," ucap Kalio tulus setelah jaket itu terpasang apik ditubuhnya.

"Masih dingin gak?"

"Nggaa."

Reyhan mengangguk dan kembali mengisi tempat kosong disebelah Alan.

"Bayi, bayi," ledek Jaya sambil menggelengkan kepalanya, lalu ia terbahak bersama Septian yang memang duduk disampingnya.

"Kalau Kalio bayi, terus lu apa, Jay?" Tanya Alan terkekeh.

Jaya duduk diapit oleh Bagas dan Septian. Tubuh anak itu juga terbalut dengan jaket tebal dan selimut yang sengaja disampirkan oleh Bagas mengingat jika tubuh Jaya mudah sekali terserang flu jika terkena dingin. Belum lagi mulutnya yang terus disumpal pop mie oleh Septian.

"Aki-aki dia, mah," celetuk Devano membuat yang lainnya terbahak kontras dengan Jaya yang merengut.

"Nih," Gilang menyodorkan jagung yang baru saja terbakar matang diatas perapian didepannya.

"Apaan nih item-item kayak karang gigi?" Tanya Alan heran melihat jagung bakarnya.

"Bagus itu, bergradasi jagungnya, jadi lebih estetik," sahut Gilang santai seraya membagikan jagung kepada yang lainnya.

"Bergradasi lubang idung lu dua."

"Makan aja, bang. Pait dikit gak ngaruh," celetuk Septian disela-sela menyuap jagung bakarnya sendiri.

Alan berdecak namun tetap menikmatinya.

"Gue ambil gitar, deh," seru Rizwan seraya bangkit mengambil gitar di tendanya.

Jrengg

"Oi kawan," kata Rizwan memulai.

"Oi!" Sahut yang lainnya.

[✓]FILANTROPITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang